Suara.com - HSBC Holdings (HSBA.L) melaporkan penurunan laba sebelum pajak sebesar 26 persen pada semester pertama tahun ini.
Hal ini meleset dari perkiraan analis, seiring dengan penurunan nilai investasinya di Bank of Communications Tiongkok dan eksposur ke pasar properti Hong Kong.
Bank terbesar di Eropa ini membukukan laba sebesar 15,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp259 triliun untuk enam bulan pertama tahun ini. Laba ini menyusut dibandingkan dengan rata-rata 16,5 miliar dolar AS yang diestimasikan oleh broker HSBC.
Dilansir Reuters, saham HSBC yang tercatat di bursa Hong Kong anjlok lebih dari 3 persen pada perdagangan sore setelah rilis laporan keuangan.
Penurunan laba HSBC yang lebih tajam dari perkiraan menunjukkan tantangan yang dihadapi CEO Georges Elhedery.
Lantaran, bank tersebut mengalami kerugian di Tiongkok, tempat bank tersebut semakin menggantungkan rencana pertumbuhannya dalam beberapa tahun terakhir setelah menyusut di pasar Barat.
Selain itu, pemberi pinjaman tersebut mengalami kerugian lebih lanjut sebesar 2,1 miliar dolar AS dari kepemilikan sahamnya di Bank of Communications.
Lalu, menyusul penurunan nilai sebesar 3 miliar dolar AS yang dialaminya pada Februari 2024 di tengah meningkatnya kredit macet di Tiongkok.
Penurunan nilai baru ini mencakup kerugian sebesar 1,1 miliar dolar AS akibat penggalangan dana bank milik negara Tiongkok tersebut awal tahun ini melalui penempatan saham secara privat yang mengurangi kepemilikan HSBC.
Baca Juga: Gandeng ANA, HSBC Indonesia Bidik Kenaikan Transaksi dari Wisatawan
Sedangkan, kerugian kredit yang diperkirakan meningkat sebesar 900 juta dolar AS dibandingkan dengan paruh pertama tahun lalu menjadi 1,9 miliar dolar AS. Sebagian, eksposurnya terhadap sektor real estat komersial Hong Kong yang sedang bermasalah.
Sementara itu, pasar properti Tiongkok, yang dulunya merupakan pendorong pertumbuhan utama bagi ekonomi terbesar kedua di dunia, telah mengalami kemerosotan selama beberapa tahun.
Meskipun, pemerintah telah berulang kali berupaya untuk memulihkan permintaan konsumen yang lemah, yang mengakibatkan kerugian pada pembukuan pinjaman pemberi pinjaman domestik.
HSBC juga mengatakan dampak tarif perdagangan Presiden AS Donald Trump dapat menyebabkan perusahaan gagal mencapai target profitabilitasnya, yaitu pengembalian ekuitas berwujud di kisaran pertengahan belasan persen, di tahun-tahun mendatang, dalam skenario di mana ekonomi memburuk dan bank sentral memangkas suku bunga kebijakan.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Profil Wali Kota Prabumulih: Punya 4 Istri, Viral Usai Pencopotan Kepsek SMPN 1
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Pengamat Bicara Nasib ASN Jika Kementerian BUMN Dibubarkan
-
Tak Hanya Sumber Listrik Hijau, Energi Panas Bumi Juga Bisa untuk Ketahanan Pangan
-
Jadi Harta Karun Energi RI, FUTR Kebut Proyek Panas Bumi di Baturaden
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
CORE Indonesia Lontarkan Kritik Pedas, Kebijakan Injeksi Rp200 T Purbaya Hanya Untungkan Orang Kaya
-
Cara Over Kredit Cicilan Rumah Bank BTN, Apa Saja Ketentuannya?
-
Kolaborasi dengan Pertamina, Pengamat: Solusi Negara Kendalikan Kuota BBM
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
Daftar Nama Menteri BUMN dari Masa ke Masa: Erick Thohir Geser Jadi Menpora
-
Stok BBM di SPBU Swasta Langka, Pakar: Jangan Tambah Kuota Impor, Rupiah Bisa Tertekan