Suara.com - Yayasan TIFA lewat program Jurnalisme Aman meluncurkan sebuah laporan yang merekam pengalaman jurnalis di tiga wilayah dengan tingkat kekerasan tinggi terhadap pers: Aceh, Sulawesi Tengah, dan Papua Barat Daya.
Dari total 55 jurnalis yang diwawancarai secara mendalam di tiga wilayah tersebut, menyatakan pernah mengalami kekerasan atau ancaman dalam menjalankan tugas jurnalistik—baik secara fisik, verbal, maupun digital.
Sebanyak 65 persen dari mereka mengaku sering atau kadang-kadang menghadapi kekerasan atau intimidasi, yang berdampak pada cara mereka bekerja dan merasakan keamanan.
Penelitian ini secara sengaja membatasi cakupan geografis pada tiga wilayah untuk menggali lebih dalam konteks lokal, dan tidak dimaksudkan untuk mewakili kondisi secara nasional.
Fokus utama studi ini adalah untuk memahami bagaimana sistem perlindungan bekerja di lapangan, serta celah-celah yang perlu dibenahi untuk memperkuat keamanan jurnalis, terutama di daerah-daerah dengan infrastruktur advokasi yang terbatas.
Project Officer Jurnalisme Aman, Arie Mega mengungkapkan, jenis kekerasan yang dialami jurnalis di tiga wilayah itu juga berbeda. Di Aceh, jenis kekerasan utama antara lain intimidasi dan ancaman verbal, larangan liputan, perampasan alat dan kekerasan pasca-publikasi.
Sedangkan di Sulawesi Tengah, jenis kekerasan utama antara lain kekerasan fisik saat demo dan liputan Program Strategis Nasional (PSN), pemaksaan penghapusan dokumentasi hingga pelecehan seksual.
Sementara itu, jenis kekerasan utama yang sering dialami jurnalis di Papua Barat Daya lebih kekerasan bersifat multidimensi—berbasis ras, gender, dan politik.
“Upaya penanganan kekerasan terhadap jurnalis sejauh ini masih terfragmentasi. Nota kesepahaman antara Dewan Pers dan Polri belum sepenuhnya diterapkan di daerah. Pelatihan keamanan jurnalistik belum menjadi bagian dari program wajib di media atau organisasi profesi. SOP peliputan di lapangan tidak tersedia atau tidak diketahui oleh aparat, dan sistem aduan yang aman belum dibentuk secara merata di wilayah,” kata Arie Mega di acara Konsultasi Forum Nasional: “Diseminasi Report Assessment Kekerasan Jurnalis di 3 Region”, Selasa (5/8/2025) di Jakarta.
Baca Juga: Kekerasan di Lingkungan Sekolah: Sudah Darurat?
Arie Mega menambahkan, perlindungan terhadap jurnalis di Indonesia saat ini bersandar pada regulasi yang kuat secara normatif, tetapi lemah dalam pelaksanaan.
Namun, kata dia, lemahnya pemahaman aparat, ketidakkonsistenan lembaga peradilan, ketidaktegasan Kementerian Komdigi sebagai regulator digital, dan minimnya kepemimpinan politik dalam isu ini menjadikan perlindungan terhadap jurnalis lebih bersifat simbolis daripada substantif. Ini membuat negara belum hadir secara utuh sebagai pelindung kebebasan pers.
Arie menegaskan, Yayasan TIFA memberikan empat rekomendasi yang harus dijalankan pemerintah untuk melindungi jurnalis dalam menjalankan tugasnya. Pertama, perlu adanya pembentukan Rencana Aksi Nasional Perlindungan Jurnalis (RAN-PJ).
Inisiatif ini bersifat lintas sektor dan menuntut adanya komitmen politik yang kuat serta dukungan anggaran dari negara. Kedua, adanya pembentukan unit khusus di tubuh kepolisian dan kejaksaan yang secara spesifik menangani kasus-kasus kekerasan, kriminalisasi, atau intimidasi terhadap jurnalis.
“Rekomendasi ketiga adalah penguatan mekanisme pemulihan korban, termasuk dukungan dalam aspek hukum, psikososial, maupun perlindungan digital, supaya jurnalis yang menjadi korban kekerasan dapat kembali menjalankan perannya dengan aman. Rekomendasi keempat menyoroti pentingnya penguatan Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) di tingkat daerah,” ungkap Arie.
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Nani Afrida, mengungkapkan bahwa kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia masih menjadi persoalan serius. Meskipun situasi tampak baik-baik saja, kenyataannya banyak jurnalis menghadapi intimidasi dan kekerasan di lapangan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 HP RAM 8 GB Paling Murah dengan Spesifikasi Gaming, Mulai Rp1 Jutaan
- 5 Tablet Snapdragon Mulai Rp1 Jutaan, Cocok untuk Pekerja Kantoran
- 7 Rekomendasi Sepatu Jalan Kaki Terbaik Budget Pekerja yang Naik Kendaraan Umum
- 7 Rekomendasi Body Lotion dengan SPF 50 untuk Usia 40 Tahun ke Atas
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
-
Rolas Sitinjak: Kriminalisasi Busuk dalam Kasus Tambang Ilegal PT Position, Polisi Pun Jadi Korban
-
Menkeu Purbaya Ungkap Ada K/L yang Balikin Duit Rp3,5 T Gara-Gara Tak Sanggup Belanja!
-
Vinfast Serius Garap Pasar Indonesia, Ini Strategi di Tengah Gempuran Mobil China
-
Minta Restu Merger, GoTo dan Grab Tawarkan 'Saham Emas' ke Danantara
Terkini
-
Apakah Deposito Harus Bayar Tiap Bulan? Ini Penjelasan Lengkapnya
-
Menkeu Purbaya Buka Lowongan Kerja Besar-besaran, Lulusan SMA Bisa Melamar jadi Petugas Bea Cukai
-
Pajak UMKM 0,5 Persen Bakal Permanen? Purbaya: Tapi Jangan Ngibul-ngibul Omzet!
-
Menkeu Purbaya Ungkap Ada K/L yang Balikin Duit Rp3,5 T Gara-Gara Tak Sanggup Belanja!
-
Aguan Punya Mal Baru Seluas 3,3 Hektare, Begini Penampakkannya
-
Gudang Beku Mulai Beroperasi, BEEF Mau Impor 16.000 Sapi Tahun Depan
-
Proses Evaluasi Longsor di Tambang PT Freeport Selesai Antara Maret atau April
-
Bahlil Dorong Freeport Olah Konsentrat Tembaga Amman
-
Purbaya Pesimis DJP Bisa Intip Rekening Digital Warga Tahun Depan, Akui Belum Canggih
-
Sempat Tolak, Purbaya Akhirnya Mau Bantu Danantara Selesaikan Utang Whoosh