Suara.com - Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 yang disusun pemerintah menuai kritik pedas.
Dalam riset terbaru berjudul RAPBN 2026: Ekspansi Fiskal di Atas Fondasi Rapuh, Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia yang dilihat Senin (25/8/2025) memperingatkan bahwa asumsi makro yang digunakan pemerintah terlalu optimistis dan berisiko mengulangi pola kegagalan historis.
Menurut CORE, deviasi antara target dan realisasi asumsi makro bukan sekadar masalah teknis, melainkan sinyal rapuhnya postur fiskal. Jika target pertumbuhan meleset, penerimaan pajak akan tertekan. Jika nilai tukar melemah, beban utang luar negeri membengkak. Pola ini secara historis selalu memaksa pemerintah melakukan penyesuaian di tengah tahun, menggerus kredibilitas perencanaan anggaran.
CORE Indonesia menyoroti enam asumsi makro utama dalam RAPBN 2026 yang dinilai terlalu optimistis:
Pertama, target pertumbuhan ekonomi 5,4%: Angka ini terlalu tinggi. Proyeksi CORE sendiri menunjukkan pertumbuhan 2025 hanya di kisaran 4,7-4,8%. Tantangan terbesar datang dari konsumsi rumah tangga yang belum pulih, pelemahan permintaan ekspor global, dan investasi yang belum konsisten.
Kedua, asumsi inflasi 2,5%: Proyeksi ini berisiko menghadapi volatilitas harga pangan dan tingginya ketergantungan impor komoditas. Pengalaman 2024 menunjukkan inflasi pangan bisa menembus 5% akibat fenomena El Niño. Jika target ini meleset, ruang belanja produktif akan tergerus.
Ketiga, asumsi nilai tukar Rp16.500/USD: Rupiah menghadapi tekanan besar akibat lemahnya efektivitas kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan kemungkinan The Fed menunda penurunan suku bunga. Tren depresiasi dua tahun terakhir menunjukkan risiko ini sangat nyata.
Keempat, asumsi Ssku bunga SBN 10 tahun 5,4%: Dengan rasio utang terhadap PDB yang diproyeksikan naik ke 42% pada 2029, risiko premi negara meningkat, yang berpotensi menjaga yield tetap tinggi. Kenaikan yield akan langsung menambah beban bunga utang.
Kelima, proyeksi harga minyak Mentah (ICP) USD70/Barel: Asumsi ini terlalu tinggi. Proyeksi EIA memperkirakan harga Brent global akan turun menjadi USD58/barel pada 2026. Jika ICP meleset, pemerintah menghadapi risiko ganda: harga tinggi meningkatkan beban subsidi, sementara harga rendah memangkas penerimaan negara.
Baca Juga: Disebut Bantu Ekonomi Nasional, Prabowo Anugerahi Haji Isam Bintang Mahaputera Utama
Keenam, target lifting migas: Target 610 ribu barel/hari untuk minyak dan 984 RBSMPH untuk gas terancam tidak tercapai. Kinerja historis menunjukkan realisasi selalu di bawah target akibat menurunnya produktivitas kilang dan lambatnya investasi hulu. Jika meleset, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sumber daya alam akan turun drastis.
CORE menyimpulkan, jika pemerintah tidak melakukan penyesuaian yang realistis, RAPBN 2026 berpotensi menjadi 'ilusi' angka yang akan memaksa penyesuaian pahit di tengah jalan, seperti yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 23 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 17 Oktober: Klaim 16 Ribu Gems dan Pemain 110-113
- Jepang Berencana Keluar dari AFC, Timnas Indonesia Bakal Ikuti Jejaknya?
- Here We Go! Peter Bosz: Saya Mau Jadi Pelatih Timnas yang Pernah Dilatih Kluivert
- Daftar HP Xiaomi yang Terima Update HyperOS 3 di Oktober 2025, Lengkap Redmi dan POCO
- Sosok Timothy Anugerah, Mahasiswa Unud yang Meninggal Dunia dan Kisahnya Jadi Korban Bullying
Pilihan
-
Hasil Drawing SEA Games 2025: Timnas Indonesia U-23 Ketiban Sial!
-
Menkeu Purbaya Curigai Permainan Bunga Usai Tahu Duit Pemerintah Ratusan Triliun Ada di Bank
-
Pemerintah Buka Program Magang Nasional, Siapkan 100 Ribu Lowongan di Perusahaan Swasta Hingga BUMN
-
6 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori Besar untuk Orang Tua, Simpel dan Aman
-
Alhamdulillah! Peserta Magang Nasional Digaji UMP Plus Jaminan Sosial dari Prabowo
Terkini
-
OJK Ingin Perbankan Sokong Kredit untuk Ekonomi Kelautan di NTT
-
Bahlil soal Keluhan BBM di SPBU Swasta: Taati Aturan atau Cari Negara Lain!
-
Ternyata, Jumlah BUMN Itu Ada 1.044 Perusahaan
-
CEO Danantara Ungkap Ada Komisaris BUMN Ubah Laporan Keuangan, Bahkan Fraud
-
Energi Hijau Jadi Prioritas, Pertamina NRE Ubah Strategi Tarik Investasi
-
ESDM Tegaskan Gunung Lawu Telah Dicoret dari Wilayah Kerja Panas Bumi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum Daerah, Ancam Tak Naikkan Anggaran Jika Jual-Beli Jabatan Masih Merajalela
-
OJK Pastikan SLIK Bukan Daftar Hitam untuk Debitur yang Ingin Mendapatkan Pinjaman
-
Sindir Bojonegoro! Menkeu Purbaya Geram, Soroti Triliunan Rupiah Anggaran Daerah yang Mati Suri
-
Tensi AS vs China Mereda, IHSG Kembali Melompat ke Level 8.000 di Sesi I Hari Ini