- Industri hotel, restoran, dan kafe (Horeka) di Indonesia berada di persimpangan jalan.
- Tanpa transformasi, daya saing mereka terancam di mata konsumen.
- Wisatawan tidak lagi hanya peduli pada fasilitas, melainkan pada dampak sosial dan lingkungan.
Suara.com - Industri hotel, restoran, dan kafe (Horeka) di Indonesia berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, pertumbuhan pesatnya menjanjikan peluang bisnis. Di sisi lain, model bisnis lama yang boros energi, tergantung impor, dan menghasilkan banyak limbah, kini jadi bumerang.
Tanpa transformasi, daya saing mereka terancam di mata konsumen yang semakin sadar lingkungan.
Menurut Co-founder Eco Tourism Bali, Rahmi Fajar Harini, tren pariwisata telah bergeser drastis. Wisatawan tidak lagi hanya peduli pada fasilitas, melainkan pada dampak sosial dan lingkungan. Data dari Booking.com menunjukkan, 75 persen wisatawan di 33 negara secara aktif mencari hotel yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
"Pengadaan berkelanjutan menjadi jantung transformasi sektor Horeka menuju green resilience. Bukan sekadar soal harga dan kualitas, tetapi bagaimana rantai pasok mampu menjaga lingkungan sekaligus menyejahterakan komunitas," kata Rahmi dalam sebuah seminar yang diselenggarakan Koalisi Ekonomi Membumi (KEM) bersama Katadata Sustainability Action for the Future Economy (SAFE) 2025 di Jakarta, pekan lalu.
Tantangan utama dalam mewujudkan transisi ini adalah keterbatasan modal dan teknologi di tingkat petani lokal. Studi dari Frontiers in Sustainable Food Systems (2025) mengungkapkan, lebih dari 90 persen petani yang memasok Horeka masih mengandalkan tabungan pribadi. Kesenjangan ini menciptakan peluang sekaligus tantangan besar untuk memperkuat rantai pasok.
Senior Analyst Kopernik, Kathleen Nugroho, menyadari banyak pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang bingung harus memulai dari mana. "Banyak hotel, restoran, dan kafe skala kecil menengah belum tahu bagaimana memulai. Kami hadir memberi baseline sederhana agar langkah menuju keberlanjutan bisa lebih nyata dan praktis,” ujarnya.
Sebagai solusi, telah dirancang Sustainable Procurement Guideline (SPG) sebagai panduan praktis bagi buyer dan supplier di sektor Horeka. Panduan ini mencakup pengelolaan produk, pemilihan pemasok, hingga manajemen limbah. Dengan adanya panduan dan alat penilaian pemasok, transparansi dan kolaborasi di seluruh rantai pasok diharapkan dapat meningkat.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Soal Klub Baru usai SEA Games 2025, Megawati Hangestri: Emm ... Rahasia
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
Terkini
-
Harga Minyak Dunia Turun, di Tengah Menguatnya Perdamaian Rusia-Ukraina
-
Banjir Sumatera Luluh Lantahkan 70.000 Ha Sawah, Kapan Perbaikan Dimulai?
-
OJK Luncurkan 'Buku Khutbah' Baru, Rahasia Keuangan Syariah Terungkap!
-
AMTI Khawatir Konsumen Beralih ke Rokok Murah Gegara Kebijakan Ini
-
Emas Antam Tak Bergerak Hari Ini, Intip Deretan Harganya
-
ASDP Tambah Kapal di 2 Lintasan Tersibuk pada Masa Nataru
-
Asosiasi Ini Soroti Peran Akuntan dalam Pelaporan Keberlanjutan dan Transparansi ESG
-
Rupiah Terus Tertekan, Dolar AS Makin Kuat Sentuh Level Rp16.678
-
Harga Emas Antam Hari Ini Berkisar 2,4 Jutaan per Gram, Sulit Menguat?
-
Bank Pemberi Pinjaman Eks Bupati Lampung Tengah Ikut Kena Getah