Bisnis / Energi
Kamis, 11 Desember 2025 | 15:46 WIB
Unit kilang pada PT KPI RU II Dumai. [ANTARA/HO-PT KPI RU II]
Baca 10 detik
  • Indonesia masih bergantung pada impor minyak mentah utama dari Afrika dan Timur Tengah untuk memenuhi kebutuhan kilang domestik.
  • Kapasitas kilang Indonesia mengolah 1,1 juta barel per hari, namun impor produk BBM seperti gasoline masih dilakukan.
  • Proyek RDMP Kilang Balikpapan dan implementasi mandatori B50 pada 2026 diharapkan mengurangi impor energi signifikan.

Suara.com - Kebutuhan bahan bakar minyak dalam negeri (BBM) sebagian besar masih bergantung dari impor. Senior Director Oil, Gas, Petrochemical Danantara Indonesia Wiko Migantoro mengatakan sebagian besar impor minyak mentah Indonesia berasal dari negara-negara di Afrika, dan Timur Tengah. 

Ia menjelaskan, kapasitas kilang di Indonesia berada di angka 1,1 juta barel per hari. Namun untuk kebutuhan minyak mentah, tidak sepenuhnya dipasok dari produksi dalam negeri. 

"Kebanyakan saat-saat sekarang ini, perusahaan yang berada di bawah Danantara Asset Management yaitu Pertamina, melakukan importasi crude dari kebanyakan negara Afrika dan Middle East (Timur Tengah)," kata Wiko pada agenda 'Rembuk Energi & Hilirisasi 2025' di Jakarta yang dikutip pada Kamis (11/12/2025). 

Kilang RDMP Balikpapan

Dari sekitar 1 juta barel minyak yang diolah di kilang dalam negeri, sebanyak 855 ribu barel menjadi produk BBM, sementara sekitar 50 ribu barel diperuntukkan untuk kebutuhan operasional kilang. 

Tak hanya itu, Wiko mengungkap Indonesia juga masih  mengimpor produk BBM yang dihasilkan dari minyak mentah. 

"Produk yang kita impor saat ini berasal dari keluarga gasoline, seperti Pertalite, Pertamax, dan  Pertamax Turbo," kata Wiko. 

Ketergantungan impor bukan hanya pada BBM, tapi juga untuk memenuhi kebutuhan gas dalam negeri. Wiko menyebutkan, sekitar 8 juta metrik ton kebutuhan LPG dalam negeri, sebanyak 6 juta metrik ton berasal dari impor. 

Wiko pun mengakui ketergantungan terhadap impor itu masih dalam upaya menuju ketahanan energi. 

"Jadi problem statement-nya jelas, bahwa negara kita ini masih mengimpor sebagian besar crude maupun produk dari luar negeri," ujarnya. 

Baca Juga: Krisis BBM SPBU Swasta, Akankah Terulang Tahun Depan?

Sejauh ini sejumlah upaya telah dilakukan pemerintah untuk memutus ketergantungan impor BBM

Salah satunya, melakukan revitalisasi kilang lewat  proyek Refinery Development Master Plan (RDMP). Sejauh ini proyek RDMP di Kilang Balikpapan yang berada di Kalimantan Timur akan segera rampung. Rencananya akan diresmikan Presiden Prabowo Subianto pada 17 Desember mendatang. 

Lewat proyek RDMP, produksi  minyak Kilang Balikpapan diproyeksikan meningkat menjadi 360 ribu barel per hari dari sebelumnya 260 ribu barel. 

Selain lewat RDMP, pemerintah juga akan menjalankan mandatori B50 pada semester dua 2026. Setidaknya mandatori B10  yang dimulai pada 2016 hingga B40 yang diberlakukan pada 2025, Indonesia telah menghemat devisa impor solar sebesar USD 40,71 miliar.

Mandatori B50

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pun optimis dengan proyek RDMP di Kilang Balikpapan, dan penerapan mandatori B50 Indonesia tidak lagi perlu mengimpor BBM jenis solar. Bahkan, katanya, Indonesia akan mengalami kelebihan pasokan. 

Load More