Suara.com - Pinjaman online (Pinjol) atau pinjaman daring (pindar) adalah pinjaman uang atau modal yang diberikan platform untuk peminjam melalui aplikasi.
Meski menawarkan kecepatan dan kemudahan syarat, masyarakat, khususnya kelompok usia produktif 18-45 tahun di kota-kota besar, harus ekstra hati-hati dalam membedakan entitas yang resmi dan yang liar.
Perbedaan mendasar terletak pada aspek legalitas. Pinjol legal yang terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) beroperasi dengan standar bunga yang transparan serta prosedur penagihan yang manusiawi.
Sebaliknya, pinjol ilegal beroperasi di bawah bayang-bayang hukum, sering kali menjebak korbannya dalam lingkaran hutang yang tak berujung.
Daftar 611 Pinjol Ilegal yang Resmi Diblokir
Sebagai bentuk perlindungan konsumen, Satgas PASTI (Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal) secara rutin memperbarui data entitas berbahaya. Per 15 November 2025, tercatat sebanyak 611 pinjol ilegal telah resmi diblokir dan dihentikan operasionalnya oleh pemerintah.
Daftar lengkap mengenai nama-nama aplikasi pinjol ilegal, pinjaman pribadi (pinpri), hingga investasi bodong tersebut dapat diakses oleh masyarakat melalui tautan resmi OJK berikut:
Daftar Pinjol Ilegal OJK - Desember 2025
Ciri-Ciri Pinjol Ilegal Sejak Dini
Baca Juga: OJK Optimis Kondisi Perbankan Indonesia Meningkat di Tahun 2026
Agar tidak terjebak dalam tekanan psikologis dan konflik hukum jangka panjang, masyarakat perlu mengenali karakteristik umum dari penyedia pinjaman ilegal yang biasanya memiliki pola sebagai berikut:
Metode Pemasaran Agresif: Tawaran sering kali masuk secara acak melalui pesan singkat (SMS) atau aplikasi WhatsApp dengan iming-iming pencairan instan tanpa verifikasi dokumen yang memadai.
Biaya Tersembunyi: Besaran bunga, biaya administrasi, dan denda keterlambatan tidak pernah dijelaskan secara jujur di awal. Hal ini mengakibatkan utang membengkak berkali-kali lipat dari dana yang diterima.
Akses Data Berlebihan: Aplikasi ilegal akan meminta izin untuk mengakses seluruh kontak, galeri foto, hingga riwayat panggilan di ponsel Anda. Data ini nantinya digunakan sebagai senjata untuk mengintimidasi korban.
Identitas Tidak Jelas: Tidak memiliki alamat kantor fisik yang nyata, pengurus organisasi yang misterius, serta tidak menyediakan layanan pengaduan konsumen yang valid.
Etika Penagihan yang Buruk: Proses penagihan dilakukan dengan cara teror, ancaman kekerasan, hingga pelecehan martabat. Penagih mereka dipastikan tidak memiliki sertifikasi resmi dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 5 Mobil Bekas yang Perawatannya Mahal, Ada SUV dan MPV
- 5 Perbedaan Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia yang Sering Dianggap Sama
- 5 Mobil SUV Bekas Terbaik di Bawah Rp 100 Juta, Keluarga Nyaman Pergi Jauh
- 13 Promo Makanan Spesial Hari Natal 2025, Banyak Diskon dan Paket Hemat
Pilihan
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
-
Libur Nataru di Kota Solo: Volume Kendaraan Menurun, Rumah Jokowi Ramai Dikunjungi Wisatawan
-
Genjot Daya Beli Akhir Tahun, Pemerintah Percepat Penyaluran BLT Kesra untuk 29,9 Juta Keluarga
Terkini
-
Daftar Bank yang Tutup dan 'Bangkrut' Selama Tahun 2025
-
Pemerintah Kucurkan Bantuan Bencana Sumatra: Korban Banjir Terima Rp8 Juta hingga Hunian Sementara
-
Apa Itu MADAS? Ormas Madura Viral Pasca Kasus Usir Lansia di Surabaya
-
Investasi Semakin Mudah, BRI Hadirkan Fitur Reksa Dana di Super Apps BRImo
-
IPO SUPA Sukses Besar, Grup Emtek Mau Apa Lagi?
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
-
BUMN Infrastruktur Targetkan Bangun 15 Ribu Huntara untuk Pemulihan Sumatra
-
Menpar Akui Wisatawan Domestik ke Bali Turun saat Nataru 2025, Ini Penyebabnya
-
Pemerintah Klaim Upah di Kawasan Industri Sudah di Atas UMP, Dorong Skema Berbasis Produktivitas
-
Anggaran Dikembalikan Makin Banyak, Purbaya Kantongi Rp 10 Triliun Dana Kementerian Tak Terserap