Suara.com - Kedutaan Besar Jepang menginginkan lebih banyak perawat dan tenaga medis Indonesia yang dikirim untuk mengikuti pelatihan program kerangka kerja "Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement" (IJEPA).
"Kami ingin lebih banyak perawat Indonesia yang mengikuti program ini untuk dilatih di sana (Jepang) karena saya melihat sejauh ini kinerja mereka sangat bagus," kata Sekretaris bagian Ekonomi Kedutaan Besar Jepang untuk Indonesia Shinichiro Honda pada "Job Fair" mantan tenaga kerja Indonesia perawat dan tenaga medis program IJEPA di Jakarta, Rabu.
Shinichiro mengatakan perawat dan tenaga medis Indonesia memiliki etos kerja, semangat dan kemampuan yang baik dalam menangani pasien di rumah sakit maupun panti lansia.
Menurut data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), hanya 293 tenaga kerja yang terpenuhi dari total kuota 343 orang.
Deputi Penempatan BNP2TKI Agusdin Subiantoro mengatakan kurangnya perawat dan tenaga medis yang bisa dikirim ke Negeri Sakura tersebut adalah karena kendala bahasa Jepang yang membuat calon peserta tidak lolos seleksi.
"Sebetulnya peminatnya banyak, tapi begitu di-screening, baik tes kesehatan, psikologi, kompetensi dasar, kami belum mendapat calon yang bisa memenuhi kuota yang diberikan Jepang," kata Agus.
Agus mengakui bahasa Jepang dinilai sulit untuk dipelajari, namun perawat dan tenaga medis akan diberi pelatihan bahasa Jepang serta keterampilan kerja selama enam bulan di Indonesia dan enam bulan di Jepang.
Program IJEPA sebagai kerja sama "G to G" Indonesia dan Jepang yang sudah dijalankan sejak 2008 ini merupakan upaya pemerintah dalam memberikan peluang kerja bagi masyarakat.
Perawat dan tenaga medis dari berbagai daerah berkesempatan untuk bekerja di rumah sakit dan panti lansia tersebar di seluruh kota Jepang, dan mendapat banyak keuntungan seperti, gaji bulanan, asrama, dan kesempatan untuk bekerja di perusahaan-perusahaan Jepang yang ada di Indonesia.
"Kerja sama ini justru hak-haknya lebih terjamin karena berdasar perjanjian antarpemerintah. Banyak persyaratan dan perjanjian sehingga akan terkawal oleh pemerintah," kata Kepala Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan. dr. Achmad Soebagjo Tancarino menambahkan. (Antara)
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat