Suara.com - Kondisi saraf terjepit atau juga dalam istilah medis dikenal dengan sebutan Hernia Nucleus Pulposus (HNP), merupakan penyebab nyeri pinggang pada sebagian besar kasus. Penonjolan bantalan sendi tulang belakang membuat saraf menjadi terjepit dan menimbulkan rasa sakit yang teramat sangat.
Pada kasus saraf terjepit yang ringan, bisa diatasi dengan pemberian obat-obatan dan olahraga seperti berenang atau yoga yang memfokuskan pada area tulang belakang. Apabila disebabkan oleh kesalahan postur, maka memperbaiki cara berdiri maupun duduk bisa meminimalisir rasa nyeri.
Namun pada taraf nyeri yang tak dapat diatasi dengan cara tersebut, maka jalan operasi adalah pilihan yang bisa dilakukan pasien agar dapat menjalani aktivitas secara normal.
Dari berbagai teknik operasi yang ada, dr. Harmantya Mahadhipta, SpOT (K-Spine) dari RS Premier Bintaro merekomendasikan metode Percutaneous Endoscopic Lumbar Discectomy (PELD) yang minim efek samping dan berlangsung singkat.
"Sayatan yang dibentuk juga sangat kecil hanya sekitar 8 mm, dengan bius lokal. Sehingga pasien bisa tetap sadar selama proses operasi dengan perdarahan yang minimal," ujar dr Harmantya pada temu media di Jakarta, Rabu (12/7/2017).
Ia menambahkan, sebenarnya metode minimal invasive ini bukan barang baru di luar negeri. Namun di Indonesia metode ini baru diperkenalkan beberapa rumah sakit termasuk RS Premier Bintaro.
Pasien pun tak perlu menginap karena proses operasi berlangsung singkat hanya 30 menit.
"Logikanya dengan sayatan yang minim, rasa sakit jauh lebih ringan. Pemulihan akan jauh lebih cepat. Dampaknya biaya yang dikeluarkan pasien juga jadi lebih murah," tambah Harmantya.
Meski demikian, soal harga, tak dipungkiri masih menjadi alasan banyak masyarakat yang enggan mengatasi kondisi saraf kejepit melalui tindakan medis. Sebagian memilih menanggulangi rasa nyeri dengan pijat tradisional, meski tidak menangani penyebab dari saraf kejepit.
"Mungkin dari segi harga PELD lebih mahal dibandingkan metode lainnya. Tapi dengan PELD pasien akan lebih cepat pulih, minim rasa sakit, risiko komplikasi yang minim sehingga satu hari setelah penanganan bisa kembali bekerja, beraktivitas. Beda halnya dengan operasi lain seperti microdiscectomy yang butuh 30 hari masa pemulihan," pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 10 Sunscreen untuk Flek Hitam Terlaris di Shopee yang Bisa Kamu Coba
- Lebih Murah dari Innova Zenix: 5 Mobil 7 Seater Kabin Lega Cocok untuk Liburan Keluarga Akhir Tahun
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- 7 Mobil 8 Seater Termurah untuk Keluarga, MPV hingga SUV Super Nyaman
Pilihan
-
4 HP Memori 256 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer yang Ingin Install Banyak Game
-
Disebut Menteri Berbahaya, Menkeu Purbaya Langsung Skakmat Hasan Nasbi
-
Hasan Nasbi Sebut Menkeu Purbaya Berbahaya, Bisa Lemahkan Pemerintah
-
5 Fakta Kemenangan 2-1 Real Madrid Atas Barcelona: 16 Gol Kylian Mbappe
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
Terkini
-
Mudah dan Ampuh, 8 Cara Mengobati Sariawan yang Bisa Dicoba
-
5 Inovasi Gym Modern: Tak Lagi Hanya Soal Bentuk Tubuh dan Otot, Tapi Juga Mental!
-
Dua Pelari Muda dari Komunitas Sukses Naik Podium di Jakarta Running Festival 2025
-
Seberapa Kuat Daya Tahan Tubuh Manusia? Ini Kata Studi Terbaru
-
Langkah Kecil, Dampak Besar: Edukasi SADARI Agar Perempuan Lebih Sadar Deteksi Dini Kanker Payudara
-
Ginjal Rusak Tanpa Gejala? Inovasi Baru Ini Bantu Deteksi Dini dengan Akurat!
-
Apotek Bisa Jadi Garda Depan Edukasi dan Deteksi Dini Stunting, Begini Perannya
-
Tak Sekadar Air Putih, Ini Alasan Artesian Water Jadi Tren Kesehatan Baru
-
Vitamin C dan Kolagen: Duo Ampuh untuk Kulit Elastis dan Imunitas Optimal
-
Smart Hospital, Indonesia Mulai Produksi Tempat Tidur Rumah Sakit yang Bisa 'Baca' Kondisi Pasien