Suara.com - Indonesia merupakan negara dengan angka perkawinan anak tertinggi ketujuh di dunia. Berdasarkan laporan UNICEF dan Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat sekitar 1.000 anak perempuan menikah setiap hari. Ada beberapa penyebab yang mendorong terjadinya perkawinan anak di Indonesia seperti pendidikan, budaya dan status ekonomi.
Disampaikan, Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi Dr. dr. Julianto Witjaksono, Sp.OG (KFER), MGO, perkawinan anak membawa dampak buruk bagi anak perempuan seperti gangguan kesehatan dan reproduksi, gizi buruk pada bayi yang dilahirkan, gangguan psikologis, risiko kekerasan dalam rumah tangga, terhentinya pendidikan dan kurangnya kesejahteraan.
“Secara global, kehamilan merupakan penyebab utama kematian anak perempuan usia 15 – 19 tahun. Ancaman kesehatan yang berakibat fatal ini terjadi karena remaja perempuan di bawah usia 18 tahun belum memiliki kesiapan fisik yang prima, baik dari stamina jantung, tekanan darah, atau organ reproduksinya,” ungkap dia pada temu media di Jakarta, Rabu (27/9/2017).
Selain berdampak buruk bagi anak perempuan, perkawinan anak juga berdampak buruk bagi masyarakat dan pemerintah. Menurut, Rohika Kurniadi selaku Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak Atas Pengasuhan, Keluarga dan Lingkungan di Kementerian PPPA, perkawinan anak dapat menyebabkan siklus kemiskinan yang berkelanjutan, peningkatan buta huruf, kesehatan yang buruk kepada generasi yang akan datang, dan merampas produktivitas masyarakat yang lebih luas baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
“Jika perkawinan anak terus berlanjut akan berpengaruh pada bonus demografi usia produktif sehingga berdampak pada terhambatnya pertumbuhan sosial dan ekonomi,” tambah dia.
Plan International Indonesia, organisasi non profit yang peduli terhadap pemenuhan hak-hak anak dan kesetaraan anak perempuan, berperan aktif dalam memutus rantai dan mencegah perkawinan anak melalui berbagai inisiatif dengan membangun aliansi maupun kemitraan dengan berbagai pihak. Salah satunya melalui program “Yes I Do” yang dilakukan bersama Rutgers WPF Indonesia dan Aliansi Remaja Independen.
Proyek ini, disampaikan Amrullah selaku Child Marriage Program Manager Plan International Indonesia, ditujukan untuk mendukung anak perempuan mendapatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, pemberdayaan ekonomi dan partisipasi anak muda yang bermakna.
Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi ini diperlukan untuk mencegah kehamilan dini, yang juga sering menjadi penyebab perkawinan anak. Selain itu, pencegahan perkawinan usia anak juga didukung oleh Komite Perlindungan Anak Desa (KPAD) dan prototype pencatatan kelahiran online (pembuatan akta lahir).
“Di tahun 2009 Plan International Indonesia menginisiasi pembentukan KPAD di 31 desa dan kini telah berkembang di lebih dari 900 desa di Indonesia karena perkawinan anak merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap anak. KPAD merupakan kelompok kerja kolaborasi antar berbagai unsur masyarakat dan pemerintah dalam melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan,” ujar dia.
Baca Juga: Pernikahan Dini Buruk Bagi Kesehatan Ibu dan Anak, Mengapa?
Menjelang Hari Anak Perempuan International yang jatuh pada tanggal 11 Oktober, Plan International Indonesia mengajak masyarakat untuk turut berperan aktif dalam mencegah praktik perkawinan anak di Indonesia.
"Sebagai organisasi yang berkomitmen untuk memastikan anak perempuan dapat belajar, memimpin, memutuskan dan berkembang dengan baik, kami ingin anak Indonesia menjadi generasi yang produktif dengan mengenyam pendidikan setinggi mungkin, sehingga mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang layak,” tandasnya.
Berita Terkait
-
Khofifah Sesalkan Pernikahan Dibawah Umur Slamet dan Nenek Rohaya
-
Salahkan Medsos, Ortu di Kalsel Nikahkan Anaknya yang Masih Bocah
-
Pernikahan Dini Buruk Bagi Kesehatan Ibu dan Anak, Mengapa?
-
Lebih dari 4.500 Anak di Zimbabwe Putus Sekolah untuk Menikah
-
Studi: Tiap 7 Detik, Satu Gadis Usia di Bawah 15 Tahun Menikah
Terpopuler
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 September: Klaim Pemain 108-112 dan Hujan Gems
- Thom Haye Akui Kesusahan Adaptasi di Persib Bandung, Kenapa?
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Saham DADA Terbang 2.000 Persen, Analis Beberkan Proyeksi Harga
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
Pilihan
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
Terkini
-
Infeksi Silang di Rumah Sakit? Linen Medis Antivirus Ini Jadi Solusi!
-
Golden Period Jadi Kunci, RS Ini Siapkan Layanan Cepat Tangani Stroke
-
Nada Tarina Pamer Bekas Jahitan Operasi, Kenapa Skoliosis Lebih Rentan pada Wanita?
-
Apa Itu Tylenol: Obat yang Diklaim Donald Trump Bisa Bikin Autis
-
Mengenal Osteosarcoma, Kanker Tulang Ganas yang Mengancam Nyawa Anak dan Remaja
-
Viral Guyonan Lelaki Manja saat Sakit, Dokter Saraf Bongkar Fakta Toleransi Nyeri
-
Bukan Cuma Pekerja, Ternyata Orang Tua juga Bisa Burnout karena Masalah Membesarkan Anak
-
Benarkah Diet Keto Berisiko untuk Kesehatan? Ini Jawaban Ahli
-
Tren Mengkhawatirkan! Mengapa Kasus Kanker pada Anak Muda Meningkat?
-
Gaya Hidup Higienis: Kebiasaan Kecil yang Berdampak Besar bagi Tubuh