Mencari Kebenaran
Bekerja sama dengan Jaringan Kesuburan Inggris - badan amal kesuburan nasional - Hanna dan timnya merancang dan mendistribusikan kuesioner dengan serangkaian pertanyaan terbuka yang memungkinkan orang, secara anonim memberi tahu tentang perjalanan ketidaksuburan mereka.
Meskipun ketidaksuburan masih dipandang sebagai topik yang tabu untuk lelaki, peneliti menerima sejumlah kuesioner lengkap, menawarkan isian yang kaya dan terperinci. Sebagian besar responden mengatakan bahwa hal itu telah mempengaruhi kesejahteraan psikologis mereka, kecemasan, depresi dan kesehatan yang berkaitan dengan stres di kuesioner mereka.
Melihat hal ini, ketidakmampuan untuk hamil sering disamakan dengan kesedihan, dan banyak lelaki merasa membutuhkan lebih banyak energi emosional, untuk mengatasi perasaan kehilangan tersebut.
Seorang lelaki menjelaskan bagaimana hal itu mempengaruhi hidupnya. "DNA kita dirancang untuk membuat bayi. Itulah tujuan seks, saat Anda lebih tua untuk membuat bayi. Tapi itu membuat saya merasa tidak berharga sehingga saya tidak memiliki anak," tulis dia.
Banyak responden membingkai dampaknya dalam istilah gender, yakni adanya hubungan tradisional antara maskulinitas, kesuburan dan kebapaan.
Seorang lelaki berkata, "ini membuat saya tidak merasa bahwa saya seorang lelaki, pada saat saya mengetahui bahwa saya mungkin tidak pernah menjadi ayah dari seorang anak".
Perasaan emaskulasi ini ditambah dengan anggapan luas bahwa reproduksi untuk lelaki adalah proses alami yang sederhana seperti yang dijelaskan lelaki lain.
"Untuk sementara saya kurang memikirkan diri saya sebagai pribadi dan sebagai manusia. Saya merasa itu adalah cara alam untuk memberi tahu saya bahwa ada sesuatu yang salah dengan saya dan itulah mengapa saya tidak dapat memiliki anak," tulis Hanna.
Tantangan semacam itu terhadap identitas laki-laki, - terkait dengan cita-cita maskulinitas yang dominan - bisa menjadi sulit dan sering membuat mereka merasa terisolasi saat berhadapan dengan masalah kesuburan.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat