Suara.com - Sejak dikeluarkannya surat edaran pada Juli lalu soal aturan iklan susus kental manis, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berencana merevisi aturan lainnya bahkan yang baru diterbitkan dua tahun terakhir.
Pertama adalah Peraturan BPOM Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kategori Pangan, dimana disebutkan bahwa SKM merupakan subkategori susu kental yang merupakan kategori susu. Lalu Peraturan BPOM Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Olahan Pangan yang menyebutkan bahwa pada label susu kental manis harus dicantumkan tulisan “Perhatikan! Tidak Cocok Untuk Bayi sampai usia 12 Bulan”.
Komunitas Konsumen Indonesia pun buka suara. David Tobing selaku Ketua, meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) konsisten dalam setiap kebijakan atau aturan yang dikeluarkan.
Revisi berulang ini dianggap membuat konsumen bingung terlebih yang telah menjadi konsumen produk kental manis bertahun-tahun yang lalu.
"Mau direvisi urgensinya apa, kan harus ada urgensinya. Kalau aturan itu lebih baik bagi konsumen tidak menjadi masalah, tapi jika sebaliknya kan kasihan konsumen, bisa bikin bingung," ujar David ketika dihubungi Jumat (24/8/2018).
Menurut David, keputusan diterbitkannya sebuah aturan tentu sudah mempertimbangkan banyak hal. Sehingga, kata dia, akan pertanyaan jika aturan yang baru seumur jagung langsung diubah atau direvisi.
Davis pun melihat bahwa kesimpangsiuran produk susu kental manis belakangan ini yang sangat merugikan masyarakat.
"Ada konsumen yang menyesal pada dirinya sendiri, karena telah lama mengonsumsi SKM. Hal ini salah satunya berasal dari polemik kental manis yang tidak ada habisnya. Regulator mengatakan SKM bukan susu, namun kemudian direvisi ada kandungan susunya, nah ini sangat membingungkan masyarakat," katanya.
Sebagai Komunitas Konsumen Indonesia, pihaknya pun juga telah melakukan penelitian pada produk-produk kental manis.
Baca Juga: Kemen PPPA: 4.000 Bumil Korban Gempa Lombok akan Melahirkan
Menurut David, produk-produk kental manis yang beredar mayoritas sudah mengikuti aturan BPOM di mana diberi label peringatan untuk tidak dikonsumsi bayi.
"Dan hasilnya tidak ada yang dilanggar oleh pelaku usaha. Jadi jangan malah membuat konsumen menjadi terombang-ambing. Kalau memang aturannya masih baik, itu saja yang terus diedukasi kepada konsumen," tandas dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Body Lotion di Indomaret untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Rawat Garis Penuaan
- 7 Rekomendasi Lipstik Transferproof untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp20 Ribuan
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 14 November: Ada Beckham 111, Magic Curve, dan Gems
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 6 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp2 Jutaan
Pilihan
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
-
Catatan Gila Charly van Oosterhout, Pemain Keturunan Indonesia di Ajax: 28 Laga 19 Gol
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Terbaru Update Satgas PASTI OJK: Ada Pindar Terkenal
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
Terkini
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025
-
Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%
-
Inovasi Kedokteran Gigi yang Siap Ubah Layanan Kesehatan Mulut Indonesia
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?
-
Gaya Hidup Modern Picu Kelelahan, Inovasi Wellness Mulai Dilirik Masyarakat Urban
-
Rahasia Anak Tumbuh Percaya Diri dan Kreatif, Jessica Iskandar Beberkan Kuncinya
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia
-
Vape Bukan Alternatif Aman: Ahli Ungkap Risiko Tersembunyi yang Mengintai Paru-Paru Anda