Suara.com - Hipertensi Paru adalah suatu kondisi terjadinya tekanan darah tinggi di arteri pulmonalis atau paru, yang pada akhirnya membuat jantung kanan bekerja lebih keras dari seharusnya dan dapat berakibat fatal dalam waktu cepat.
Menurut ahli hipertensi paru dr Lucia Kris Dinarti, SpPD, SpJP dari RS Sardjito Yogyakarta, tingkat kematian karena Hipertensi Paru, lebih tinggi dibandingkan kanker payudara dan kanker kolorektal.
Berdasarkan data yang dihimpun Yayasan Hipertensi Paru Indonesia (YHPI) selama beberapa tahun terakhir, sebanyak 80 persen pasien Hipertensi Paru tinggal di negara-negara berkembang, yang sering dikaitkan dengan penyakit jantung bawaan, penyakit paru lainnya (seperti penyakit paru obstruktif kronis, PPOK), autoimun, pembekuan darah (emboli), dan sebagainya.
"Kelainan jantung bawaan menyebabkan adanya lubang di jantung, sehingga aliran darah dari sisi kanan jantung menjadi terganggu. Akibatnya, darah akan sulit mengalir ke paru-paru dan tekanan pada arteri paru-paru juga meningkat," ujarnya di Jakarta, Senin (24/9/2018).
Tapi, tak perlu khawatir, karena dr Kris mengungkap, screening Hipertensi Paru sebenarnya dapat dilakukan sejak dini, agar penyakit ini dapat ditangani secepatnya, sebelum berkembang menuju komplikasi lain yang bisa berakibat fatal.
Beberapa bentuk pemeriksaan dan deteksi dini bisa dilakukan, kata dia. Seperti Screening 1, yakni pemeriksaan dengan stetoskop, untuk menemukan masalah dari irama jantung. Selanjutnya, screening 2 berupa rekam dan USG jantung untuk mengetahui adanya kelainan pada jantung, khususnya pembengkakan jantung bagian kanan.
"Seseorang diketahui sudah terlambat bila sudah terjadi pembesaran jantung bagian kanan. Sesak tanpa sebab menjadi tanda awal yang bisa dideteksi lebih dalam," jelasnya.
Bahkan, screening bisa dilakukan pada janin yang masih berada dalam kandungan, lalu dilanjut saat bayi lahir usia 1 bulan, 3 bulan, 1 tahun, 6 tahun lalu kelas 1 dan 4 SD, 1 SMP dan 1 SMA.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum YHPI, Indriani Ginoto mengungkap, penanganan Hipertensi Paru di Indonesia sayangnya masih terkendala oleh berbagai faktor, termasuk belum luasnya kesadaran terhadap bahaya penyakit Hipertensi Paru.
Baca Juga: Kisah Dhian Deliani, Berjuang Melawan Hipertensi Paru
Karenanya pemerintah diharapkan dapat membantu para pasien Hipertensi Paru untuk segera memperoleh pengobatan terhadap penyakit ini. Peningkatan pemahaman dan kewaspadaan akan Hipertensi Paru di kalangan masyarakat awam juga sangat diperlukan, agar penyakit mematikan ini bisa disadari lebih cepat.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan
-
Fenomena Sadfishing di Media Sosial, Bagaimana Cara Mengatasinya?
-
5 Kesalahan Umum Saat Memilih Lagu untuk Anak (dan Cara Benarnya)
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia