Suara.com - Cognitive behavioral therapy (CBT) atau terapi perilaku kognitif selama ini dianggap sebagai salah satu cara paling baik untuk mengatasi penyakit mental.
Namun, penelitian mengungkap terapi itu bukan bararti tanpa efek samping.
Sekitar 40 persen orang Amerika yang menajalani CBT dalam bentuk konsultasi. Dengan begitu terapis dapat berdialog dan meninjau kembali apa yang terjadi pada masa lalu, trauma, dan segala masalah yang menyakitkan, serta mengetahui apa kekurangan pasien dilansir Dailymail.
Meski awalnya cara ini dianggap bisa menjadi solusi, ternyata penelitian di Jerman menemukan sebagian pasien yang datang justru merasakan efek samping dari terapi ini. Seperti perasaan bersalah, malu, gangguan hubungan, bahkan rasa ingin bunuh diri.
Rata-rata orang Amerika lebih memilih menjalani terapi ketimbang mengonsumsi obat penenang atau obat anti depresi karena obat hanya memberi ketenangan sesaat.
Sebagai contoh, Prozac, salah satu antidepresan yang paling sering diresepkan. Tetapi efek sampingnya pasien justru mengalami insomnia dan perasaan cemas, keduanya dapat memperburuk depresi mental dan kondisi kesehatan mental.
Sementara, CBT tidak memiliki efek samping dalam arti kimiawi seperti obat-obatan, dan kini dianggap efektif daripada mengkonsumsi obat. Namun, nyatanya yang terjadi justru memberi efek lain.
Oleh karena itu, tim peneliti di Universitas Kedokteran Charité di Berlin memutuskan menyelidiki kemungkinan hasil negative. Caranya yaitu dengan meminta terapis dan pasien melapor perubahan buruk yang mereka alami setelah menjalani terapi.
Peneliti meminta 100 terapis memaparkan efek samping positif dan negatif yang diharapkan usai pasien menjalani terapi. Kemudian memilih pasien yang akan diobeservasi, setidaknya mereka sudah melewati 10 sesi CBT, kemudian diharuskan menjawab 17 pertanyaan tergantung kondisi pasien.
Baca Juga: Ini Alasan Israel Ngebet Buka Hubungan Diplomatik ke Indonesia
Hasilnya, 43 persen pasien mengalami efek samping yang ‘tidak diharapkan’ sebagai akibat dari terapi ini. Contohnya, mereka yang putus cinta mengalami efek samping mengalami ketegangan yang lebih besar dalam hubungan dengan keluarga, pernikahan, atau rasa malu, dan emosi berkepanjangan usai terapi. Beberapa pasien justru mengalami efek samping berpikir ingin bunuh diri.
Para terapis yang menemukan hasil ini mengakui bahwa efek samping ini parah. Dan, sebanyak 25 dari kasus yang ditemukan, pasien mengalami geger otak selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Para terapis pun terkejut dengan efek negatif yang dialami pasien mereka.
Dari hasil ini tim peneliti menyimpulkan, bahwa sebenarnya psikoterapi tidak berbahaya. Hanya saja, sebaiknya terapis memberi saran yang tidak membuat pasien memikirkan konsekuensi buruk dan perasaan cemas yang berefek negative.
"Kami berpendapat bahwa dampak buruk mungkin tak dapat dihindari bila memang harus terjadi, namun sebaiknya diperlukan terapi yang berbasis pada pemantauan kondisi pasien untuk melihat kemajuan mereka,” ungkap tim peneliti.
Berita Terkait
Terpopuler
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
 - 7 Mobil Bekas Favorit 2025: Tangguh, Irit dan Paling Dicari Keluarga Indonesia
 - 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
 - 25 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 1 November: Ada Rank Up dan Pemain 111-113
 - 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
 
Pilihan
- 
            
              Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
 - 
            
              Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
 - 
            
              Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
 - 
            
              5 HP RAM 12 GB Paling Murah, Spek Gahar untuk Gamer dan Multitasking mulai Rp 2 Jutaan
 - 
            
              Meski Dunia Ketar-Ketir, Menkeu Purbaya Klaim Stabilitas Keuangan RI Kuat Dukung Pertumbuhan Ekonomi
 
Terkini
- 
            
              Indonesia di Ambang Krisis Dengue: Bisakah Zero Kematian Tercapai di 2030?
 - 
            
              Sakit dan Trauma Akibat Infus Gagal? USG Jadi Solusi Aman Akses Pembuluh Darah!
 - 
            
              Dokter Ungkap Fakta Mengejutkan soal Infertilitas Pria dan Solusinya
 - 
            
              Mitos atau Fakta: Biopsi Bisa Bikin Kanker Payudara Menyebar? Ini Kata Ahli
 - 
            
              Stroke Mengintai, Kenali FAST yang Bisa Selamatkan Nyawa dalam 4,5 Jam!
 - 
            
              Dari Laboratorium ITB, Lahir Teknologi Inovatif untuk Menjaga Kelembapan dan Kesehatan Kulit Bayi
 - 
            
              Manfaatkan Musik dan Lagu, Enervon Gold Bantu Penyintas Stroke Temukan Cara Baru Berkomunikasi
 - 
            
              Gerakan Peduli Kanker Payudara, YKPI Ajak Perempuan Cintai Diri Lewat Hidup Sehat
 - 
            
              Krisis Iklim Kian Mengancam Kesehatan Dunia: Ribuan Nyawa Melayang, Triliunan Dolar Hilang
 - 
            
              Pertama di Indonesia: Terobosan Berbasis AI untuk Tingkatkan Akurasi Diagnosis Kanker Payudara