Suara.com - Bukan hal yang sulit untuk mengingat peristiwa di masa lalu yang baru terjadi. Seperti, ulang tahun atau kunjungan ke rumah nenek. Namun, Apakah Anda masih mengingat peristiwa saat masih bayi? mungkin tidak.
Saat ini mungkin Anda merenungkan, mengapa Anda tak mengingat peristiwa-peristiwa penting saat masih balita. Melansir ScienceABC, jawabannya telah diteliti dan berkaitan dengan sistem memori kita atau lebih tepatnya cara sistem memori berkembang.
Kondisi di mana manusia tidak mengingat apa yang terjadi sebelum usia 2-3 tahun atau memiliki ingatan yang tidak menentu pada usia 4-7 tahun disebut sebagai amnesia infantil.
Bayi pada dasarnya memiliki 'memori', tetapi ada tanggal kedaluwarsanya. Dipercayai bahwa alasan kita tak bisa mengingat banyak mengenai masa kanak-kanak adalah karena sebagai anak muda, kita tidak mampu membentuk ingatan tentang peristiwa semacam itu.
Namun, banyak penelitian menyimpulkan, bayi dapat dan memang membentuk ingatan, termasuk ingatan implisit dan eksplisit. Sebagai informasi, ingatan implisit adalah ingatan prosedural yang memungkinkan kita menyelesaikan tugas-tugas dasar tanpa secara eksplisit perlu berpikir. Di antaranya seperti mengingat cara berjalan.
Sementara, ingatan eksplisit membutuhkan upaya sadar untuk mengingat kembali, seperti mengingat gerakan tarian tertentu yang diajarkan seorang guru.
Tingkat retensi memori meningkat selama masa kanak-kanak. Dalam penelitiannya, psikolog terkenal Patricia Bauer mengungkapkan, kemampuan seseorang dalam mengingat hal-hal untuk jangka lama semakin membaik sepanjang masa kanak-kanak. Dalam penelitian tersebut, balita diajarkan untuk meniru. Hal tersebut bertujuan untuk menguji kemampuan mengingat mereka.
Dari penelitian itu diketahui, bayi 6 bulan mampu mengingat apa yang harus dilakukan selama 24 jam (tetapi tak lebih dari 48 jam). Sementara, bayi yang berusia 9 bulan dapat mengingat apa yang harus dilakukan selama 1 bulan (tetapi tak lenih dari 3 bulan).
Pada usia dua tahun, bayi dapat mengingat bagaimana melakukan tugas yang diajarkan kepada mereka bahkan setahun sebelumnya.
Baca Juga: Jelang Kelahiran Bayinya, Pangeran Harry Rutin Lakukan Meditasi
Selain itu, ketika bayi baru lahir, otaknya hanya seperempat dari ukuran otak orang dewasa. Saat bayi berusia 2 tahun, otaknya telah berkembang menjadi tiga perempat dari ukuran otak orang dewasa.
Perubahan ukuran ini merangsang pertumbuhan neuron dan juga memangkas beberapa koneksi. Jadi, Anda mungkin bertanya-tanya, apakah perkembangan otak pada masa bayi berhubungan dengan kegagalan kita untuk mengingat kembali kenangan masa kecil kita?
Namun, untuk mengatahui tentang hal itu, kita perlu memahami dulu mengenai hippocampus, bagian otak yang berperan menentukan ingatan episodik atau ingatan tentang peristiwa yang terjadi pada kita.
Saat beberapa bagian otak terus berkembang setelah kita dilahirkan, hippocampus menjadi salah satu yang terus memproduksi neuron baru hingga dewasa.
Saat kita masih kecil, dentate gyrus, bagian penting hippocampus, menjadi alat penambah dalam memproduksi neuron secara aktif. Neuron yang baru dihasilkan ini diintegrasikan ke dalam sirkuit hippocampal.
Lalu bagaimana selanjutnya? lihat selengkapnya ya,
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat