Suara.com - Risiko Kecanduan di Balik Penggunaan Obat Pereda Nyeri Saraf
Neuropati merupakan salah satu gangguan pada saraf yang bisa menyerang siapa saja. Lazimnya, penanganan awal neuropati alias nyeri saraf adalah pemberian obat pereda nyeri.
Baru-baru ini, The Sydney Morning Herald merilis hasil investigasinya terhadap perusahaan farmasi Pfizer. Diduga, obat nyeri saraf dengan nama Lyrica buatan Pfizer memiliki risiko bahaya tinggi yang bisa menyebabkan kecanduan hingga keinginan bunuh diri.
Obat dengan nama generik Pregabalin ini awalnya hanya tersedia terbatas di klinik spesialis nyeri. Dosisnya dijaga tetap rendah, karena obat ini diketahui memiliki efek samping yang buruk.
Dilansir Himedik.com, Lyrica kini menjadi salah satu obat yang paling diresepkan di Australia. Lebih dari 4 juta resep untuk pregabalin ditulis pada 2017 hingga 2018, sehingga menelan biaya pemerintah dan konsumen lebih dari Rp 1,7 miliar.
Hal tersebut disusul oleh dampak yang sangat negatif. Penyelidikan yang dilakukan The Age mengungkapkan, pil nyeri saraf Pfizer yang disebut-sebut aman dan tidak membuat ketagihan itu ternyata sangat membuat kecanduan. Obat itu juga berbahaya ketika diminum dengan obat lain dan diikuti berbagai efek samping yang buruk, termasuk pikiran untuk bunuh diri.
Obat ini telah dikaitkan dengan lebih dari 250 kematian akibat overdosis dan enam kasus bunuh diri. Bahkan, menurut sebuah penelitian, lebih dari 85 ribu warga Australia menyalahgunakan pregabalin. Kini para dokter yang prihatin sedang berjuang untuk mengatasi dampak tersebut.
"Sekarang semua orang mengonsumsinya untuk segala kondisi. Saya bekerja seharian melepaskan orang-orang darinya," kata Profesor Rachelle Buchbinder, seorang dokter sakit punggung terkemuka.
Rupanya, menurut investigasi The Sunday Age dan The Sun-Herald, Pfizer telah melakukan upaya yang canggih dan didanai dengan baik untuk memenangkan subsidi pemerintah untuk obat tersebut, kemudian mempromosikannya kepada dokter dan konsumen.
Baca Juga: PCC yang Dijuluki "Pil Zombie" Mulanya untuk Pereda Nyeri
"Mereka melakukannya dengan cara yang sangat strategis, yang merangkul semua pihak yang memiliki pengaruh sangat besar. Itu adalah strategi pemasaran yang canggih," kata Lesley Brydon, CEO Painaustralia, organisasi hukum tertinggi untuk nyeri kronis yang diluncurkan untuk mengadvokasi mereka yang terdampak Lyrica.
Tidak ada tindakan Pfizer yang ilegal dan melanggar hukum. Namun penyelidikan mengungkapkan pengaruh besar yang dapat dimiliki perusahaan farmasi seperti Pfizer.
"Kami melihat konferensi diselenggarakan, membawa semua spesialis rasa sakit," kata dokter spesialis nyeri Tony Hall, salah satu dokter pertama di Australia yang meresepkan Lyrica yang disubsidi.
"Dokter meresepkannya untuk setiap jenis rasa sakit, bukan hanya sakit saraf. Itu indikasi betapa luasnya promosi yang dilakukan Pfizer untuk obat ini," kata dia lagi.
Pada 2012, Pfizer membayar denda Rp 14,3 triliun setelah Departemen Kehakiman menuduhnya mempromosikan empat obat, termasuk Lyrica, untuk mengatasi kondisi yang secara medis tidak sesuai dengan indikasinya. Mereka juga membayar para dokter karena telah meresepkan obat-obat itu.
Meski begitu, dokter menganggap, penarikan pregabalin secara mendadak memiliki efek yang tak aman. Maka dari itu, pasien yang mempertimbangkan untuk mengubah dosis disarankan untuk bertanya dulu ke dokter. (Himedik/Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana)
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
Pilihan
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
Terkini
-
Kesibukan Kerja Kerap Tunda Pemeriksaan Mata, Layanan Ini Jadi Jawaban
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
-
Anak Sering Mengeluh Mata Lelah? Awas, Mata Minus Mengintai! Ini Cara Mencegahnya
-
Dokter dan Klinik Indonesia Raih Penghargaan di Cynosure Lutronic APAC Summit 2025
-
Stop Ruam Popok! 5 Tips Ampuh Pilih Popok Terbaik untuk Kulit Bayi Sensitif
-
Fenomena Banyak Pasien Kanker Berobat ke Luar Negeri Lalu Lanjut Terapi di Indonesia, Apa Sebabnya?