Suara.com - Tiga Jenis Asupan Ini Disebut Mampu Cegah Kanker Payudara
Mengonsumsi makanan yang kaya akan kopi, buah-buahan, dan sayuran dapat membantu mengurangi risiko kanker payudara, menurut penelitian baru.
Sebuah studi yang dilakukan oleh para peneliti di dua universitas di Spanyol, yakni Navarra University dan Jaen University, menemukan bahwa makanan tersebut dapat melindungi diri dari risiko kanker payudara pasca-menopause karena mengandung asam fenolik.
Dilansir Independent, asam fenolik ditemukan dalam berbagai makanan nabati, termasuk biji-bijian, blueberry, buah jeruk, gandum dan beras. Asam fenolik juga ditemukan dalam anggur merah.
Untuk penelitian yang dipresentasikan di Kongres Eropa tentang Obesitas di Glasgow minggu ini, para peneliti melihat hubungan antara asam fenolik dan kanker payudara pada 11.028 perempuan.
Setiap peserta dianalisis untuk asupan asam fenolik mereka selama periode rata-rata 12 tahun, selama waktu itu para peneliti menemukan 101 kasus kanker payudara.
Untuk memastikan berapa banyak asam fenolik yang mereka konsumsi, para perempuan diminta untuk melaporkan seberapa sering mereka mengonsumsi 136 jenis makanan berbeda melalui kuesioner. Ini kemudian dibandingkan dengan database menmgenai informasi tentang seberapa kaya asam fenolik setiap makanan.
Para peneliti menemukan bahwa mereka yang mengonsumsi asam hidroksisinamat tertinggi, bentuk asam fenolik yang diproduksi secara alami, mendapat manfaat dari penurunan risiko kanker payudara sebesar 62 persen dibandingkan dengan mereka yang mengonsumsi paling sedikit.
Dari berbagai jenis asam hidroksisinamat, ada asam klorogenik yang ditemukan di kopi, buah-buahan dan sayuran, yang ternyata memiliki efek paling kuat dalam hal pengurangan risiko.
Baca Juga: Pakar Ungkap Makan Roti untuk Sarapan Tingkatkan Risiko Kanker Payudara
"Asupan asam hidroksikinamatik yang lebih tinggi, terutama dari asam klorogenik, yang hadir dalam kopi, buah-buahan dan sayuran, dikaitkan dengan penurunan risiko kanker payudara pasca-menopause,” para peneliti menyimpulkan.
Susannah Brown, pejabat kepala penafsiran penelitian di World Cancer Research Fund, menggambarkan penelitian ini cukup menarik. Ia menjelaskan bahwa penelitian ini lebih jauh menegaskan pentingnya mengonsumsi makanan tinggi buah-buahan dan sayuran untuk pencegahan kanker.
"Ini juga menunjukkan beberapa alasan biologis potensial mengapa buah dan sayuran melindungi diri dari kanker," tambahnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Rekomendasi Mobil Bekas Kabin Luas di Bawah 90 Juta, Nyaman dan Bertenaga
- 4 Daftar Mobil Bekas Pertama yang Aman dan Mudah Dikendalikan Pemula
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 6 Shio Ini Diramal Paling Beruntung dan Makmur Pada 11 Desember 2025, Cek Kamu Salah Satunya?
- Kode Redeem FC Mobile 10 Desember 2025: Siap Klaim Nedved dan Gems Melimpah untuk Player F2P
Pilihan
-
Rencana KBMI I Dihapus, OJK Minta Bank-bank Kecil Jangan Terburu-buru!
-
4 Rekomendasi HP 5G Murah Terbaik: Baterai Badak dan Chipset Gahar Desember 2025
-
Entitas Usaha Astra Group Buka Suara Usai Tambang Emas Miliknya Picu Bencana Banjir Sumatera
-
PT Titan Infra Sejahtera: Bisnis, Profil Pemilik, Direksi, dan Prospek Saham
-
OJK: Kecurangan di Industri Keuangan Semakin Canggih
Terkini
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat
-
Di Balik Prestasi Atlet, Ada Peran Layanan Kesehatan yang Makin Krusial
-
Terobosan Baru Pengobatan Diabetes di Indonesia: Insulin 'Ajaib' yang Minim Risiko Gula Darah Rendah
-
Di Balik Krisis Penyakit Kronis: Mengapa Deteksi Dini Melalui Inovasi Diagnostik Jadi Benteng Utama?