Suara.com - Stunting adalah permasalahan gizi yang sering disebut 'anak pendek'. Faktanya, stunting tak sesederhana itu. Jika melihat pada penelitian luar negeri, stunting dipandang sebagai gejala kurang gizi kronis yang ditandai dengan tinggi badan di bawah rata-rata anak seusianya.
“Badan yang pendek di bawah rata-rata memang salah satu tanda menderita stunting. Tapi stunting bukan cuma sekadar badan pendek. Anak stunting yang tidak segera ditangani bisa berakhir stunted, alias growth failure (gagal tumbuh). Anak stunted itu jaringan otaknya yang enggak berkembang sempurna, jadi kemampuan kognitifnya rendah,” jelas Herawati, Founder Shop.141 di @america, Pacific Place, SCBD, Jakarta Selatan, Jumat (11/10/2019).
Perlu diketahui juga bahwa stunting dan stunded adalah dua hal yang berbeda. Stunting adalah proses dimana anak menuju stunted. Sedangkan stunted adalah yang anak yang berusia lebih dari lima tahun yang secara fisik dan kemampuan kognitif atau berpikirnya tidak lagi bisa berkembang.
Lebih lanjut Herawati mengatakan bahwa anak stunted juga lebih rentan terhadap penyakit karena sistem kekebalan tubuh yang rendah. Karenanya, anak stunted memiliki risiko penyakit kronis, seperti kanker, stroke, diabetes dan sebagainya, dan lebih rentan pada kematian muda.
Masalah tidak hanya berhenti pada persoalan kesehatan. Rendahnya kemampuan kognitif dan fisik anak kemudian berdampak pada persoalan ekonomi keluarga.
“Kondisi anak yang lemah membuat orang tua kehilangan banyak waktu untuk merawat dan mengasuh buah hatinya. Mereka akhirnya hanya bisa melakukan pekerjaan kasar, sehingga mereka akan terus berada dalam lingkaran kemiskinan,” jelas Nurlienda Hasanah, Nutritionis Bumi Gizi Madani sekaligus konselor laktasi dari Sentra Laktasi Indonesia.
Tingginya angka stunting di Indonesia sebenarnya bisa dikurangi, bahkan dicegah dengan asupan gizi yang cukup, terutama pada 1000 hari pertama kehidupan. Terhitung sejak dalam kandungan hingga sudah lahir. Pada masa itu, pemberian ASI serta Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang mengandung karbohidrat, lemak tinggi, dan protein hewani dapat sangat membantu.
Indonesia sendiri juga bukannya kurang sumber daya pangan tersebut. Sayangnya, distribusi yang tidak merata menjadi salah satu faktor pendukung.
"Malnutrisi adalah permasalahan logistik, bagaimana kita bisa memproduksi dan mendistribusi makanan kepada para balita. Melalui pemberdayaan dan edukasi, kita bisa membantu keluarga agar lebih mandiri,” tutup Cleo Indaryono, Project Manager OTIFA - Outreach Therapeutic Infant Food Agency menimpali.
Baca Juga: Studi: Konsumsi Protein Hewani Bermanfaat untuk Atasi Anak Stunting
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
-
Resmi Melantai di Bursa, Saham Superbank Melambung Tinggi
Terkini
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia
-
Keberlanjutan Makin Krusial dalam Layanan Kesehatan Modern, Mengapa?
-
Indonesia Kini Punya Pusat Bedah Robotik Pertama, Tawarkan Bedah Presisi dan Pemulihan Cepat
-
Pertama di Indonesia, Operasi Ligamen Artifisial untuk Pasien Cedera Lutut
-
Inovasi Terapi Kanker Kian Maju, Deteksi Dini dan Pengobatan Personal Jadi Kunci
-
Gaya Bermain Neymar Jr Jadi Inspirasi Sepatu Bola Generasi Baru
-
Menopause dan Risiko Demensia: Perubahan Hormon yang Tak Bisa Diabaikan
-
Penelitian Ungkap Mikroplastik Memperparah Penyempitan Pembuluh Darah: Kok Bisa?
-
Lari Sambil Menjelajah Kota, JEKATE Running Series 2025 Resmi Digelar
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?