Suara.com - Perundungan atau biasa disebut sebagai bully, kerap menghantui anak-anak berusia antara 6-13 tahun. Dilansir dari Bright Side, sebagian besar yang melakukan dan mengalami perundungan adalah anak perempuan.
Kita semua tentu setuju, perundungan atau penindasan adalah masalah yang perlu diperhatikan oleh semua pihak. Perundungan bisa berdampak negatif pada perkembangan anak.
Untuk lebih peduli terhadap hal ini, kita harus melihat akar penyebab mengapa beberapa anak menjadi pelaku perundungan. Pahami 8 penyebabnya, agar Anda sebagai orangtua bisa menyelamatkan anak-anak dari trauma psikologis.
1. Masalah dan kesalahpahaman di rumah
Sangat berbahaya bila lingkungan di rumah tidak sehat. Anak-anak yang sering mendapatkan pelecehan oleh keluarga mereka, cenderung suka menggertak dan menunjukkan sikap agresif dan kekerasan di luar rumah.
Seorang anak akan menjadi pelaku perundungan karena mereka tidak memiliki semacam kontrol di rumah. Harga diri yang rendah membangkitkan hal buruk, yang mengarah pada keinginan internal untuk mendominasi orang lain dengan cara yang kejam.
2. Popularitas dan ingin menunjukkan status sosial
Banyak dari kita pernah menyaksikan film di mana remaja populer suka mengintimidasi teman mereka yang lebih lemah. Mungkin kelihatannya mereka melakukannya untuk bersenang-senang, tetapi sebenarnya ini cara mereka untuk memanifestasikan status sosial. Popularitas memberi Anda kekuatan dan juga beberapa efek samping yang buruf.
3. Tanda kelemahan
Para peneliti menduga bahwa anak-anak yang tidak agresif dan tidak mencoba menggertak orang lain karena mereka memang merasa tidak perlu melakukannya. Mereka merasa nyaman dengan diri mereka berada dalam suatu kelompok dan tidak perlu khawatir kehilangan status mereka sebagai seorang pemimpin.
Tetapi ketika anak-anak berperilaku agresif, itu mungkin sebenarnya merupakan tanda kelemahan. Mereka merasa tidak aman tentang posisi mereka dalam kelompok dan meresponnya dengan mengintimidasi untuk menutupi kelemahan mereka.
4. Tekanan dari anak-anak lain
Kita semua adalah makhluk sosial dan mencoba masuk ke dalam kelompok. Tampaknya lebih baik menggertak seseorang seperti orang lain, daripada menjadi target berikutnya.
Baca Juga: Lha Bodo Amat, Lagu Young Lex untuk Korban Bully
Tekanan ini sering muncul dengan sangat kuat, dan anak-anak kadang merasa mereka tidak punya pilihan lain selain melakukan hal yang sama dan menggertak anak yang lemah yang tidak cocok dengan kelompok mereka.
5. Pembalasan untuk intimidasi sebelumnya
Anak-anak yang menjadi korban intimidasi kelompok, sangat mungkin untuk cenderung menggertak anak-anak sebagai balasan. Beberapa remaja dan anak-anak yang telah menjadi korban intimidasi akan membalas dendam. Anak-anak merasa tindakan mereka dapat dibenarkan, dan bahkan merasa lega ketika mereka juga dapat mempermalukan seseorang.
Seringkali korban bagi anak-anak ini adalah seseorang yang lebih lemah, sehingga ini bisa menjadi semacam lingkaran setan.
6. Kurangnya rasa empati
Beberapa anak mungkin menikmati bullying dan membuat lelucon karena mereka tidak memiliki empati. Mereka hanya tidak mengerti bagaimana rasa sakitnya. Itulah sebabnya penting untuk menjaga perkembangan emosi pada anak-anak kita.
Merasakan apa yang orang lain rasakan dapat membantu Anda membangun hubungan yang lebih baik dengan orang lain.
7. Kurang perhatian
Anak-anak membutuhkan cinta dan perhatian dari orang dewasa. Mereka perlu merasa diperhatikan. Ketika seorang anak menjadi 'tidak terlihat', itu dapat menyebabkan perkembangan perilaku agresif, termasuk mengintimidasi orang lain.
Tindakan mereka bisa menjadi permainan di mana mereka akan mencoba untuk mendapatkan perhatian dan persetujuan dari orangtua mereka, tetapi mereka sebenarnya tidak tahu persis bagaimana melakukannya dengan cara yang benar. Anak yang dilupakan menjadi pengganggu, dan sampai batas tertentu, itu akan membuat mereka lebih terlihat.
8. Stereotip dan prasangka
Penindasan berdasarkan stereotip dan prasangka dapat terjadi di mana saja. Anak-anak dapat menjumpainya di sekolah, di internet, atau di kafe, dan itu muncul dari keyakinan bahwa kelompok orang tertentu pantas diperlakukan secara berbeda.
Semua orang ingin merasa istimewa, dan ketika seorang anak berpikir bahwa mereka lebih baik daripada yang lain karena status sosial mereka atau karena alasan lain, itu menciptakan jenis perilaku tertentu yang dapat mencakup bullying.
Berita Terkait
Terpopuler
- Berapa Tarif Hotman Paris yang Jadi Pengacara Nadiem Makarim?
- Upgrade Karyamu! Trik Cepat Bikin Plat Nama 3D Realistis di Foto Miniatur AI
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Pelatih Irak Soroti Kerugian Timnas Indonesia Jelang Kualifikasi Piala Dunia 2026
- 6 Cara Buat Foto Miniatur Motor dan Mobil Ala BANDAI dengan AI yang Viral di Medsos!
Pilihan
-
Isu PHK Massal Gudang Garam: Laba Perusahaan Anjlok Parah, Jumlah Karyawan Menyusut?
-
Isu PHK Massal Gudang Garam: Laba Perusahaan Anjlok Parah, Jumlah Karyawan Menyusut?
-
8 Rekomendasi HP Rp 2 Jutaan Terbaik September 2025, Baterai Awet Kamera Bening
-
Harga Emas Naik Terus! Emas Antam, Galeri24 dan UBS Kompak di Atas 2 Juta!
-
Tutorial Dapat Phoenix dari Enchanted Chest di Grow a Garden Roblox
Terkini
-
Bayi Rewel Bikin Stres? Rahasia Tidur Nyenyak dengan Aromaterapi Lavender dan Chamomile!
-
Varises Esofagus Bisa Picu BAB dan Muntah Darah Hitam, Ini Penjelasan Dokter Bedah
-
Revolusi Kesehatan Dimulai: Indonesia Jadi Pusat Inovasi Digital di Asia!
-
HPV Masih Jadi Ancaman, Kini Ada Vaksin Generasi Baru dengan Perlindungan Lebih Luas
-
Resistensi Antimikroba Ancam Pasien, Penggunaan Antibiotik Harus Lebih Cerdas
-
Ini Alasan Kenapa Donor Darah Tetap Relevan di Era Modern
-
Dari Kegelapan Menuju Cahaya: Bagaimana Operasi Katarak Gratis Mengubah Hidup Pasien
-
Jangan Sepelekan, Mulut Terbuka Saat Tidur pada Anak Bisa Jadi Tanda Masalah Kesehatan Serius!
-
Obat Sakit Gigi Pakai Getah Daun Jarak, Mitos atau Fakta?
-
Pilih Buah Lokal: Cara Asik Tanamkan Kebiasaan Makan Sehat untuk Anak Sejak Dini