Suara.com - Semua Orang Bisa Berisiko Terkena PPOK, Ini Gejalanya
Berdasarkan data BOLD (The Burden of Obstructive Disease) diperkirakan ada 384 juta kasus Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di tahun 2010 lalu. Di Indonesia sendiri, jumlah pasien PPOK menurut data Riskesdas 2013 adalah 9.2 juta jiwa.
Menurut Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Dr. dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P(K), FISR, FAPSR, PPOK dan asma memiliki gejala yang hampir sama. Hanya saja, PPOK kurang familiar di telinga masyarakat Indonesia padahal PPOK telah diduga sebagai penyebab kematian keempat terbanyak di dunia.
"PPOK ini tidak terlalu familiar. Padahal ada dan ini penyakit penyempitan saluran nafas yang sama seperti asma akibat menghirup zat kimia berbahaya seperti rokok atu polusi," kata Dr. Agus dalam acara konferensi pers menyambut Hari Penyakit Obstruktif Kronik Sedunia, di kantor PDPI, Jakarta Timur, Selasa, (26/11/2019).
Diceritakan oleh spesialis paru, Prof. Dr. dr. Faisal Yunus Sp.P(K), meski memiliki gejala yang hampir sama dengan asma, namun PPOK biasanya menyerang perokok aktif di atas usia 40 tahun.
Beberapa gejala PPOK adalah batuk berlendir, napas pendek, dan sesak napas, serta cepat lelah yang timbul akibat menghirup gas dan partikel berbahaya.
Beberapa faktor risiko PPOK adalah merokok, terpapar polusi di rumah, lingkungan sekitar dan tempat kerja, asap bakaran dan sampah, bahkan asap akibat aktivitas memasak.
Diagnosis bisa dilakukan dengan melakukan pemeriksaan Faal paru yang berguna untuk menunjang diagnosis, melihat laju dan perkembangan penyakit serta prognosis ke depannya.
Prof Faisal mengatakan, pengobatan pada pasien PPOK ditujukan untuk memperlambat kerusakan paru bukan menyembuhkan. "Tujuan pengobatan adalah mengurangi atau memperlambat penyakit PPOK," tambahnya.
Baca Juga: Dari Kanker hingga Leukemia, Ini Penyakit yang Sebabkan Hemoglobin Rendah
Karena itu, keduanya mengimbau agar masyarakat lebih berhati-hati dan melakukan pencegahan sedini mungkin dengan tidak merokok serta menggunakan masker ketika beraktivitas di kawasan berpolutan tinggi.
Berita Terkait
Terpopuler
- Owner Bake n Grind Terancam Penjara Hingga 5 Tahun Akibat Pasal Berlapis
- Beda Biaya Masuk Ponpes Al Khoziny dan Ponpes Tebuireng, Kualitas Bangunan Dinilai Jomplang
- 5 Fakta Viral Kakek 74 Tahun Nikahi Gadis 24 Tahun, Maharnya Rp 3 Miliar!
- Promo Super Hemat di Superindo, Cek Katalog Promo Sekarang
- Tahu-Tahu Mau Nikah Besok, Perbedaan Usia Amanda Manopo dan Kenny Austin Jadi Sorotan
Pilihan
-
Jay Idzes Ngeluh, Kok Bisa-bisanya Diajak Podcast Jelang Timnas Indonesia vs Irak?
-
278 Hari Berlalu, Peringatan Media Asing Soal Borok Patrick Kluivert Mulai Jadi Kenyataan
-
10 HP dengan Kamera Terbaik Oktober 2025, Nomor Satu Bukan iPhone 17 Pro
-
Timnas Indonesia 57 Tahun Tanpa Kemenangan Lawan Irak, Saatnya Garuda Patahkan Kutukan?
-
Cuma Satu Pemain di Skuad Timnas Indonesia Sekarang yang Pernah Bobol Gawang Irak
Terkini
-
Terungkap! Ini Rahasia Otak Tetap Prima, Meski di Usia Lanjut
-
Biar Anak Tumbuh Sehat dan Kuat, Imunisasi Dasar Jangan Terlewat
-
Susu Kambing Etawanesia Bisa Cegah Asam Urat, Ini Kata dr Adrian di Podcast Raditya Dika
-
Toko Roti Online Bohong Soal 'Gluten Free'? Ahli Gizi: Bisa Ancam Nyawa!
-
9.351 Orang Dilatih untuk Selamatkan Nyawa Pasien Jantung, Pecahkan Rekor MURI
-
Edukasi PHBS: Langkah Kecil di Sekolah, Dampak Besar untuk Kesehatan Anak
-
BPA pada Galon Guna Ulang Bahaya bagi Balita, Ini yang Patut Diwaspadai Orangtua
-
Langsung Pasang KB Setelah Menikah, Bisa Bikin Susah Hamil? Ini Kata Dokter
-
Dana Desa Selamatkan Generasi? Kisah Sukses Keluarga SIGAP Atasi Stunting di Daerah
-
Mulai Usia Berapa Anak Boleh Pakai Behel? Ria Ricis Bantah Kabar Moana Pasang Kawat Gigi