Suara.com - Seorang dokter keluarga di Grand Rapids, Michigan, AS, Jeffrey VanWigen, mengunggah sebuah video tutorial membersihkan buah atau sayuran selama pandemi virus corona baru ini ke kanal YouTube-nya pada Selasa (24/3/2020) lalu.
Dalam video tersebut VanWingen menyarankan untuk membersihkan buah menggunakan sabun.
Video ini pun ramai diperbincangkan dan tidak sedikit warganet yang mengatakan akan mengikuti cara yang diinstruksikan oleh VanWingen di video tersebut.
Namun, terlepas dari video ini, ilmuwan mengatakan bahwa ide mencuci buah dan sayuran menggunakan sabun bukan lah hal yang baik, bahkan di tengah pandemi ini sekalipun.
"Kami sudah tahu selama 60 tahun bahwa ada masalah toksisitas tentang mengkonsumsi sabun cuci piring rumah tangga," Benjamin Chapman, seorang profesor dan spesialis keamanan makanan di North Carolina State University, dikutip Live Science.
Menurutnya, sabun cuci piring yang masuk ke tubuh dapat menyebabkan masalah kesehatan, seperti iritasi gastrointestinal ringan dengan gejala mual, muntah, diare dan sakit perut. Ini karena produk berpori, sehingga dapat menyerap sabun.
"Ini bukan senyawa yang benar-benar dibuat untuk perut kita," sambungnya. Sebagai gantinya, Chapman menyarankan untuk mencucinya menggunakan air dingin seperti biasanya.
Departemen Pertanian AS (USDA) juga tidak menyarankan mencuci buah dan sayuran menggunakan sabun atau deterjen (sabun cuci piring).
"Produk-produk ini tidak disetujui atau dilabeli oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) untuk digunakan pada makanan. Anda bisa menelan residu dari sabun atau deterjen yang diserap pada produk," menurut USDA.
Baca Juga: Cegah Virus Corona Covid-19, Berapa Kali Kita Perlu Mencuci Seprai?
Tidak hanya menggunakan sabun, di internet juga marak penggunaan cairan pemutih, jus lemon atau cuka untuk mencuci produk buah dan sayur selama wabah Covid-19.
Tapi sekali lagi, Chapman mengatakan tidak ada bukti ilmiah bahwa cara-cara ini berhasil.
Tetapi ada satu hal yang dibenarkan oleh ilmuwan dari penuturan VanWingen, yaitu risiko terbesar seseorang tertular virus corona baru adalah saat mereka berbelanja.
"Risiko terbesar dari bahan makanan dan virus corona adalah waktu yang Anda habiskan di toko ketika berada di sekitar orang pembawa virus corona, baik yang bergejala maupun tidak bergejala, yang berada di toko," kata spesialis dalam ilmu makanan dan seorang profesor terkemuka di Rutgers University di New Jersey, Donald Schaffner.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat