Suara.com - Pandemi Corona, Psikiater Layani Pasien Gangguan Jiwa Lewat Telepsikiatri
Pandemi virus corona atau Covid-19 membuat berbagai aktivitas terhambat. Menyikapi hal itu Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) telah memberikan imbauan kepada psikiater untuk memberikan layanan telepsikiatri, kepada pasien dengan gangguan kejiwaan.
Sehingga, konsultasi atau pengobatan bisa dilakukan lewat jarak jauh melalui internet. Dengan begitu bisa mengurangi rantai penularan virus corona atau Covid-19.
"Bahan edukasi komunikasi yang dikembangkan untuk populasi umum perlu dirancang untuk mengatasi 'melek' kesehatan terbatas dan tantangan dalam menerapkan rekomendasi jarak fisik," ujar Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa, dr. Andri, SpKJ dalam rilisnya kepada Suara.com, Jumat (10/4/2020).
Ia mengatakan para pasien gangguan jiwa yang semakin meningkat karena pandemi Covid-19 ini tetap harus mendapat edukasi kesehatan, tentang diet, pola makan, olahraga, aktivitas fisik dan manajemen diri kondisi kesehatan mental. Bahkan apabila pasien tersebut memiliki kesehatan fisik yang kronis seperti masalah jantung.
"Setiap penyedia layanan kesehatan diberikan tanggung jawab memeriksa banyak pasien, jadi menjaga kesehatan fisik dan mental mereka akan sangat penting," ungkap dr Andri, mengutip Dr. Benjamin Druss dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Rollins Universitas Emory di Atlanta, Georgia.
Jangan sampai karena jarak fisik, dan pandemi para petugas media jadi lambat dalam mengani pasien. Oleh karena itu lewat telepsikiatri diharakan bisa jadi cara paling efektif mengatasi permasalahan ini.
Dr. Druss juga mengungkap bagaimana pandemi virus corona menguncang Amerika, dengan lebih dari setengah juta masyarakatnya terinfeksi Covid-19. Bahkan merujuk pada apa yang terjadi di Amerika Serikat, perkiraan menunjukkan 25 persen dari populasi tunawisma di Amerika Serikat memiliki penyakit mental yang berat.
"Anda harus mengawasi populasi rentan ini, mereka yang cacat dan mengalami disabilitas fisik, orang-orang dengan penyakit mental yang serius, orang yang miskin, dan orang yang memiliki jaringan sosial terbatas," lanjut Dr Druss.
Baca Juga: Tenaga Medis: Kami Berikan Jasa Kami, Jangan Tolak Jasad Kami
Sementara itu, di Indonesia sendiri dari data terakhir di Riskesdas 2018 ada sekitar 450 ribu orang mengalami gangguan jiwa berat.
Berita Terkait
Terpopuler
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
Terkini
-
Belajar dari Kasus Ameena, Apakah Permen Bisa Membuat Anak Sering Tantrum?
-
Bukan Sekadar Gadget: Keseimbangan Nutrisi, Gerak, dan Emosi Jadi Kunci Bekal Sehat Generasi Alpha
-
Gerakan Kaku Mariah Carey saat Konser di Sentul Jadi Sorotan, Benarkah karena Sakit Fibromyalgia?
-
Di Balik Rak Obat dan Layar Digital: Ini Peran Baru Apoteker di Era Kesehatan Modern
-
Kesibukan Kerja Kerap Tunda Pemeriksaan Mata, Layanan Ini Jadi Jawaban
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?