Suara.com - Antibodi yang dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh untuk menetralkan virus corona penyebab Covid-19 dapat menyebabkan kerusakan parah atau bahkan membunuh pasien. Hal tersebut dijelaskan dalam sebuah penelitian para ilmuwan Belanda.
Dilansir dari South China Morning Post (SCMP), Immunoglobulin G (IgG) adalah molekul berbentuk garpu yang diproduksi oleh sel imun adaptif untuk mencegat penjajah asing. Setiap jenis IgG menargetkan jenis patogen tertentu.
IgG untuk SARS-CoV-2 bisa melawan virus dengan mengikat protein lonjakan unik virus untuk mengurangi kemungkinan menginfeksi sel manusia. IgG biasanya muncul satu atau dua minggu setelah timbulnya penyakit ketika gejala pasien yang paling kritis tiba-tiba menjadi lebih buruk.
Sebuah tim peneliti yang dipimpin oleh Profesor Menno de Winther dari University of Amsterdam di Belanda mengatakan mereka mungkin telah menemukan petunjuk penting yang menjawab mengapa IgG hanya muncul ketika pasien sakit parah hingga dirawat di unit perawatan intensif (ICU).
Para ilmuwan menemukan bahwa pasien Covid-19 yang berjuang untuk hidup dengan menggunakan ventilator memiliki kondisi darah sangat radang.
Mereka mengamati selama serangkaian percobaan bahwa itu dapat memicu reaksi berlebihan dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan penghalang penting dalam jaringan dan menyebabkan air dan darah tumpah ke paru-paru.
Ketika Winther dan rekan-rekannya membandingkan darah dari pasien Covid-19 dengan penyakit lain di ICU, mereka menemukan bahwa pasien Covid-19 memiliki jumlah IgG spesifik Sars-CoV-2 yang tidak proporsional dalam jumlah besar.
"Antibodi ini sangat memperkuat respons pro-inflamasi", catat para peneliti dalam makalah non-peer-review di bioRxiv.org.
Beberapa penelitian dari China juga menemukan peran destruktif yang dimainkan oleh makrofag pada pasien yang sakit parah dan mengusulkan obat-obatan potensial yang dapat menekan badai sitokin.
Baca Juga: Update Covid-19 Global 15 Juli: WHO Peringatkan Pandemi Bisa Semakin Buruk
"Tetapi peran antibodi bisa lebih kompleks dari apa yang telah dijelaskan," kata para peneliti.
"Masih belum jelas apakah antibodi yang diinduksi vaksin (yang seharusnya mengandung beberapa IgG penetral sangat spesifik) akan memiliki efek sama pada tahap awal infeksi. Satu hal yang pasti, kita tidak bisa bergantung penuh pada antibodi," tambahnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
- 5 Rekomendasi Moisturizer Mengandung SPF untuk Usia 40 Tahun, Cegah Flek Hitam dan Penuaan
- Pembangunan Satu Koperasi Merah Putih Butuh Dana Rp 2,5 Miliar, Dari Mana Sumbernya?
- Daftar Mobil Bekas yang Harganya Paling Stabil di Pasaran
- 3 Pemain Naturalisasi Baru Timnas Indonesia untuk Piala Asia 2027 dan Piala Dunia 2030
Pilihan
-
Pandji Pragiwaksono Dihukum Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Denda 2 Miliar
-
4 HP 5G Paling Murah November 2025, Spek Gahar Mulai dari Rp 2 Jutaan
-
6 HP Snapdragon dengan RAM 8 GB Paling Murah, Lancar untuk Gaming dan Multitasking Intens
-
Harga Emas di Pegadaian Stabil Tinggi Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Kompak Naik
-
PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
Terkini
-
Data BPJS Ungkap Kasus DBD 4 Kali Lebih Tinggi dari Laporan Kemenkes, Ada Apa?
-
Camping Lebih dari Sekadar Liburan, Tapi Cara Ampuh Bentuk Karakter Anak
-
Satu-satunya dari Indonesia, Dokter Ini Kupas Potensi DNA Salmon Rejuran S di Forum Dunia
-
Penyakit Jantung Masih Pembunuh Utama, tapi Banyak Kasus Kini Bisa Ditangani Tanpa Operasi Besar
-
Nggak Sekadar Tinggi Badan, Ini Aspek Penting Tumbuh Kembang Anak
-
Apoteker Kini Jadi Garda Terdepan dalam Perawatan Luka yang Aman dan Profesional
-
3 Skincare Pria Lokal Terbaik 2025: LEOLEO, LUCKYMEN dan ELVICTO Andalan Pria Modern
-
Dont Miss a Beat: Setiap Menit Berharga untuk Menyelamatkan Nyawa Pasien Aritmia dan Stroke
-
Jangan Tunggu Dewasa, Ajak Anak Pahami Aturan Lalu Lintas Sejak Sekarang!
-
Menjaga Kemurnian Air di Rumah, Kunci Hidup Sehat yang Sering Terlupa