Suara.com - Tak banyak orangtua yang tahu aturan jarak kelahiran usia antar anak yang ideal. Itu juga yang coba diutarakan oleh Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo.
Meski tetap menyarankan anjuran dua anak lebih baik, Hasto mengingatkan bagaimana rentang kelahiran antara satu anak dengan anak lainnya juga mesti menjadi perhatian orangtua.
Lalu, berapa idealnya jarak usia anak?
Kata Hasto, paling minimal, orantua mesti mengatur dan memberikan jarak tiga tahun atau menunggu sampai anak berusia 24 bulan (2 tahun) untuk kemudian merencanakan kehamilan selanjutnya.
"Dari kehamilan sekarang dengan yang akan datang ada yang namanya brith to birth interval, jadi minimal tiga tahun," ujar Hasto dalam webinar Invest ASI Indonesia, Rabu (12/8/2020).
Setengah berkelakar, kata Hasto anak di usia 24 bulan atau 2 tahun sudah selesai masa pemberian ASI, dan biasanya sudah bisa berbicara melafalkan 'mama-papa'.
Memberikan jarak usia antar satu anak dengan anak selanjutnya juga bisa mencegah terjadinya stunting. Itu terjadi karena orangtua bisa fokus memberikan kasih sayang dan memberi nutrisi terbaik kepada anak hingga dua tahun.
Stunting sendiri merupakan keadaan kekurangan gizi kronis yang menyebabkan gagal tumbuh pada anak baik secara fisik dan kognitif (kemampuan berpikir anak).
Anak stunting bisa ditandai dengan tumbuh lebih pendek dari anak-anak sebayanya. Anak stunting sendiri bisa terjadi karena anak kurang mendapat asupan gizi seimbang termasuk ASI atau Air Susu Ibu.
Baca Juga: Survei BKKBN: 92 Persen Pasutri Saling Menguatkan di Tengah Pandemi
Fenomena lainnya, Hasto juga menemukan keterkaitan antara stunting dan status ekonomi masyarakat.
Meskipun ASI diberikan hingga dua tahun, tapi stunting tetap bisa terjadi karena tidak adanya pendamping konselor ASI saat proses menyusui bagi masyarakat miskin. "Itu menunjukkan pendamping ASI-nya di kelompok orang miskin kurang optimal," imbuhnya.
Jika bantuan ingin diberikan kepada masyarakat miskin maka bukan sekadar beras atau mi instan yang hanya sumber karbohidrat, juga diberikan makanan mengandung protein, seperti ikan, telur dan segala jenis protein hewani.
"Ketika bayi anak kita kena protein hewani itu luar bisa, kita pentingkan aspek lain. Tapi ASI tetap aspek penting," tutupnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Matic untuk Keluarga yang Irit BBM dan Murah Perawatan
- 58 Kode Redeem FF Terbaru Aktif November 2025: Ada Item Digimon, Diamond, dan Skin
- 5 Rekomendasi Mobil Kecil Matic Mirip Honda Brio untuk Wanita
- Liverpool Pecat Arne Slot, Giovanni van Bronckhorst Latih Timnas Indonesia?
- 5 Sunscreen Wardah Untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Bantu Atasi Tanda Penuaan
Pilihan
-
HP Mau PHK 6.000 Karyawan, Klaim Bisa Hemat Rp16,6 Triliun
-
4 HP Baterai Jumbo Paling Murah Tahan Seharian Tanpa Cas, Cocok untuk Gamer dan Movie Marathon
-
5 HP Memori 128 GB Paling Murah untuk Penggunaan Jangka Panjang, Terbaik November 2025
-
Hari Ini Bookbuilding, Ini Jeroan Keuangan Superbank yang Mau IPO
-
Profil Superbank (SUPA): IPO Saham, Harga, Prospek, Laporan Keuangan, dan Jadwal
Terkini
-
Rekomendasi Vitamin untuk Daya Tahan Tubuh yang Mudah Ditemukan di Apotek
-
Horor! Sampah Plastik Kini Ditemukan di Rahim Ibu Hamil Indonesia, Apa Efeknya ke Janin?
-
Kebutuhan Penanganan Kanker dan Jantung Meningkat, Kini Ada RS Berstandar Global di Surabaya
-
Waspada Ibu Hamil Kurus! Plis Kenali Risikonya dan Cara Aman Menaikkan Berat Badan
-
9 Penyakit 'Calon Pandemi' yang Diwaspadai WHO, Salah Satunya Pernah Kita Hadapi
-
Kabar Baik Pengganti Transplantasi Jantung: Teknologi 'Heart Assist Device' Siap Hadir di Indonesia
-
Jennifer Coppen Ungkap Tantangan Rawat Kulit Sensitif Anaknya, Kini Lebih Selektif Pilih Skincare
-
Titiek Soeharto Klaim Ikan Laut Tidak Tercemar, Benarkah Demikian?
-
Bukan Cuma Kabut Asap, Kini Hujan di Jakarta Juga Bawa 'Racun' Mikroplastik
-
Terobosan Regeneratif Indonesia: Di Balik Sukses Prof. Deby Vinski Pimpin KTT Stem Cell Dunia 2025