Suara.com - Praktik sunat perempuan masih kerap ditemukan di berbagai masyarakat di Indonesia. Padahal, menurut Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indra Gunawan praktik sunat pada perempuan berbahaya, tidak diperlukan, dan melanggar hak perempuan.
"Pemotongan/perlukaan genital perempuan atau sunat perempuan merupakan praktik berbahaya yang secara eksklusif ditujukan kepada perempuan dan anak perempuan yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan hingga memicu depresi dan trauma," kata Indra dikutip dari ANTARA, Selasa, (15/9/2020).
Sementara itu, Sekretaris Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Komisariat Jakarta Selatan Muhammad Fadli mengatakan perempuan tidak memerlukan sunat.
"Organ genitalia perempuan terlahir sudah optimal dan sempurna, berbeda dengan laki-laki yang harus disunat untuk menghindari masalah kesehatan di kemudian hari," jelasnya.
Berbeda dengan perempuan, Fadli mengatakan sunat pada laki-laki memiliki prosedur standar operasional dan praktik yang seragam. Sementara sunat pada perempuan tidak memiliki prosedur standar dan keseragaman di berbagai daerah.
Ia melanjutkan, praktik sunat pada perempuan berbahaya karena merupakan tindakan sengaja yang dilakukan untuk mengubah atau mencederai organ genital perempuan tanpa ada indikasi medis. Praktik itu dapat menimbulkan masalah kesehatan hingga komplikasi langsung maupun jangka panjang.
Oleh sebab itu, Indra mengatakan pemerintah berkomitmen menghapuskan segala bentuk praktik berbahaya seperti perkawinan anak dan sunat perempuan. Hal itu juga masuk dalam salah satu sasaran Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG's) hingga 2030.
Sementara itu, fatwa Lembaga Fatwa Mesir dan Universitas Al Azhar Mesir pada Februari 2020 setelah terdapat kasus anak perempuan meninggal karena disunat pada Januari 2020.
"Fatwa itu terang benderang dan dengan argumentasi kuat menyatakan khitan perempuan bukan bagian dari syariah karena hadist dan Quran-nya tidak tegas. Itu bagian dari kebiasaan atau tradisi yang harus dikembalikan kepada yang kompeten, yaitu kedokteran," katanya.
Baca Juga: Sunat di Rumah, Solusi Aman Saat Pandemi Covid-19
Berita Terkait
Terpopuler
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
-
Statistik Suram Elkan Baggott Sepanjang 2025, Cuma Main 360 Menit
-
Pengguna PLTS Atap Meningkat 18 Kali Lipat, PLN Buka Kouta Baru untuk 2026
Terkini
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan
-
Fenomena Sadfishing di Media Sosial, Bagaimana Cara Mengatasinya?
-
5 Kesalahan Umum Saat Memilih Lagu untuk Anak (dan Cara Benarnya)
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia
-
Keberlanjutan Makin Krusial dalam Layanan Kesehatan Modern, Mengapa?
-
Indonesia Kini Punya Pusat Bedah Robotik Pertama, Tawarkan Bedah Presisi dan Pemulihan Cepat
-
Pertama di Indonesia, Operasi Ligamen Artifisial untuk Pasien Cedera Lutut