Suara.com - Kesulitan emosional yang terjadi secara konsisten terjadi pada anak-anak dan remaja dari keluarga berpenghasilan rendah. Kondisi ini terjadi selama masa pandemi.
Laporan terbaru dari penelitian Co-SPACE (COVID-19 Supporting Parents, Adolescents, and Children in Epidemics) menunjukkan bahwa anak-anak dan remaja dari rumah tangga berpenghasilan rendah menglami kesulitan selama satu bulan lockdown dibandingkan dengan mereka yang berasal dari rumah tangga berpenghasilan tinggi.
Setidaknya anak-anak berpenghasilan rendah berisiko sekitar dua setengah kali lebih banyak mengalami kesulitas emosioal dan kecemasan.
Orangtua dan pengasuh berpenghasilan rendah melaporkan bahwa anak-anak mereka yang berusia empat hingga 16 tahun memiliki tingkat kesulitan emosional yang lebih tinggi, seperti merasa tidak bahagia, khawatir, dan mengalami gejala fisik yang berhubungan dengan kekhawatiran. Anak-anak mereka juga lebih gelisah dan lebih sulit fokus.
Mereka yang memiliki anak usia sekolah dasar juga melaporkan bahwa anak mereka mengalami tingkat kesulitan perilaku yang lebih tinggi, seperti peningkatan amarah suka menentang.
"Pandemi dan lockdown telah berdampak signifikan pada kesehatan mental anak-anak di seluruh negeri. Setiap keluarga dan pengalaman setiap anak unik bagi mereka, tetapi penelitian menunjukkan adanya peningkatan tekanan yang mengkhawatirkan secara keseluruhan," kata Andy Bell, Wakil Kepala Eksekutif di Pusat Kesehatan Mental.
"Ada bukti kuat bahwa kemiskinan dan ketidaksetaraan adalah racun bagi kesehatan mental anak-anak. Sayangnya, pandemi telah memperkuat kesenjangan itu," imbuhnya.
Cathy Creswell, Profesor Psikologi Klinis Perkembangan dari Universitas Oxford mengatakan bahwa temuan ini juga menyoroti soal kerentanan dan ketidaksetaraan pada mental anak.
"Kerentanan yang terkait dengan ketidaksetaraan terus berlanjut selama krisis. Sangat penting bagi kami untuk terus membangun pemahaman tentang siapa yang paling terpengaruh dalam situasi ini sehingga tindakan yang efektif bisa diambil. " kata Creswell.
Baca Juga: Pandemi Virus Corona Perburuk OCD Pada Anak, Ketahui Sebabnya!
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Tak Sekadar Air Putih, Ini Alasan Artesian Water Jadi Tren Kesehatan Baru
-
Vitamin C dan Kolagen: Duo Ampuh untuk Kulit Elastis dan Imunitas Optimal
-
Smart Hospital, Indonesia Mulai Produksi Tempat Tidur Rumah Sakit yang Bisa 'Baca' Kondisi Pasien
-
Tren Minuman Bernutrisi: Dari Jamu ke Collagen Drink, Inovasi Kesehatan yang Jadi Gaya Hidup Baru
-
Perawatan Komprehensif untuk Thalasemia: Dari Transfusi hingga Dukungan Psikologis
-
Indonesia Kaya Tanaman Herbal, Kenapa Produksi Obat Alami Dalam Negeri Lambat?
-
Supaya Anak Peduli Lingkungan, Begini Cara Bangun Karakter Bijak Plastik Sejak Dini
-
Kemendagri Dorong Penurunan Angka Kematian Ibu Lewat Penguatan Peran TP PKK di Daerah
-
Gaya Hidup Modern Bikin Diabetes di Usia Muda Meningkat? Ini Kata Dokter
-
Saat Kesehatan Mata Jadi Tantangan Baru, Ini Pentingnya Vision Care Terjangkau dan Berkelanjutan