Suara.com - Para ilmuwan sedang mempelajari kesamaan antara gejala long Covid-19 dan gejala yang sedang dialami penyintas virus Ebola dan Cikungunya dengan harapan dapat menemukan pengobatan baru.
Seperti penyintas Covid-19, orang-orang yang juga pernah terinfeksi virus lain, virus manusia yang relatif baru, sering mengalami gejala yang menetap. Hal ini tentu memengaruhi aktivitas dan kesehatan mereka sehari-hari.
Dilansir The Guardian, sekitar tiga perempat penyintas Ebola masih mengalami gejala seperti nyeri sendi dan otot, sakit kepala seperti migrain, masalah penglihatan, serta kelelahan.
Gejala-gejala itu pun mereka alami selama setahun setelah infeksi awal, dan terkadang lebih lama.
Hal serupa dialami penyintas Cikungunya. Virus yang ditularkan oleh nyamuk ini dapat menyebabkan demam dan nyeri sendi yang melemahkan.
Sekitar sepertiga penyintas masih mengalami artritis atau radang sendi yang bisa bertahan selama bertahun-tahun. Gejala lainnya adalah kelelahan.
"Ini adalah jenis diskusi yang sama seperti yang kami lakukan pada Covid. Orang-orang hidupnya tidak pernah sama lagi, yang menggambarkan nyeri sendi dan kelelahan serta masalah kognitif dan semua daftar yang sudah dikenal," kata Danny Altmann, profesor imunologi di Imperial College London.
Ia menambahkan bahwa kasus Cikungunya dan Ebola seharusnya menjadi peringatan, sebab sebagian besar infeksi virus akan berakhir sama.
"Imunologi sangat dibutuhkan untuk memahami apa yang sedang terjadi," sambungnya.
Baca Juga: Mengetahui Penularan Virus Chapare, Bisa Melalui Cairan Tubuh Mirip Ebola
Beberapa studi telah dilakukan, salah satunya oleh Yves Lévy dari Paris-Est Créteil University dan rekannya. Mereka menganalisis korban Ebola di Guinea, dua tahun setelah penyintas terinfeksi, yang menyebabkan demam berdarah parah dan seringkali fatal.
"Biasanya, ketika Anda melawan infeksi, ada peradangan dan aktivasi sistem kekebalan, tetapi ini akan kembali ke keadaan stabil setelah Anda pulih."
"Apa yang kami temukan pada Ebola adalah bahwa pasien sudah pulih dan virusnya hilang, tetapi mereka masih mengalai peradangan terus menerus dan aktivasi kekebalan," lanjut Lévy.
Studi serupa sedang dilakukan pada orang yang telah sembuh dari virus Chikungunya, termasuk oleh Lisa Ng, peneliti utama senior di Jaringan Imunologi Singapura.
"Beberapa kesamaan (dengan Covid-19) dapat berupa kelelahan, kelemahan, dan rasa lelah, seperti banyak hasil pasca infeksi virus. Ini bisa jadi karena efek virus yang masih ada saat tubuh terus membersihkannya," tutur Ng.
Meski mekanisme pasti dari gejala menetap ini masih belum sepenuhnya ditentukan, ada satu petunjuk yang berasal dari sel T helper, sekelompok kekebalan yang memainkan peran utama dalam memicu dan membentuk respons kekebalan terhadap virus.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
Terkini
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan
-
Fenomena Sadfishing di Media Sosial, Bagaimana Cara Mengatasinya?
-
5 Kesalahan Umum Saat Memilih Lagu untuk Anak (dan Cara Benarnya)
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia