Suara.com - Oxford-AstraZeneca menjadi salah satu vaksin Covid-19 yang masuk ke Indonesia. Setidaknya Indonesia menerima 1,1 juta dosis vaksin Covid-19 Astrazeneca lewat program Covax, program yang dikelola oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Berbeda dengan Indonesia, Denmark dan Norwegia malah melakukan penghentian sementara program vaksin AstraZeneca. Melansir dari Independent, penghentian program ini disebabkan karena kasus pembekuan darah dan satu kematian usai vaksinasi. Namun baik pihak Denmark maupun Norwegia belum menemukan hubungan pasti antara pembekuan darah dan vaksinasi.
Denmark mengatakan akan menangguhkan penggunaan AstraZeneca selama 14 hari setelah seorang perempuan berusia 60 tahun mengalami penggumpalan darah dan meninggal usai vaksinasi.
"Kami dan Badan Obat-obatan Denmark harus menanggapi laporan kemungkinan efek samping yang serius, baik dari Denmark dan negara-negara Eropa lainnya," kata direktur Otoritas Kesehatan Denmark, Soren Brostrom, dalam sebuah pernyataan.
“Saat ini tidak mungkin untuk menyimpulkan apakah ada kaitannya. Kami bertindak lebih awal sebagai pencegahan” imbuh Magnus Heunicke, menteri kesehatan Denmark.
Geir Bukholm, direktur pencegahan dan pengendalian infeksi di Institut Kesehatan Masyarakat Norwegia (FHI) mengatakan pada konferensi pers bahwa penangguhan vaksin AstraZeneca dilakukan sebagai tindakan berhati-hati. FHI tidak menyebutkan berapa lama penangguhan tersebut akan berlangsung.
Stephen Evans, profesor farmakoepidemiologi di London School of Hygiene and Tropical Medicine, menggambarkan penangguhan vaksinasi sebagai pendekatan super-hati-hati berdasarkan beberapa laporan di Eropa.
“Masalah dengan laporan spontan dari reaksi merugikan yang dicurigai terhadap vaksin muncul karena sulitnya membedakan efek sebab akibat dan suatu kebetulan," kata Evans.
“Apalagi penyakit Covid-19 sangat terkait dengan pembekuan darah dan ada ratusan bahkan ribuan kematian yang disebabkan oleh pembekuan darah akibat penyakit Covid-19. Hal pertama yang harus dilakukan adalah memastikan penyebab gumpalan itu," imbuhnya.
Baca Juga: CSIS: Untuk Hadapi Pandemi Covid-19 Pemerintah Harus Tegakkan Budaya Sains
Menurtu Evams, pendekatan yang masuk akal adalah menyelidiki dan memastikan keseimbangan manfaat dan risiko vaksin.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Body Lotion di Indomaret untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Rawat Garis Penuaan
- 7 Rekomendasi Lipstik Transferproof untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp20 Ribuan
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 14 November: Ada Beckham 111, Magic Curve, dan Gems
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 6 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp2 Jutaan
Pilihan
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
-
Catatan Gila Charly van Oosterhout, Pemain Keturunan Indonesia di Ajax: 28 Laga 19 Gol
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Terbaru Update Satgas PASTI OJK: Ada Pindar Terkenal
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
Terkini
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025
-
Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%
-
Inovasi Kedokteran Gigi yang Siap Ubah Layanan Kesehatan Mulut Indonesia
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?
-
Gaya Hidup Modern Picu Kelelahan, Inovasi Wellness Mulai Dilirik Masyarakat Urban
-
Rahasia Anak Tumbuh Percaya Diri dan Kreatif, Jessica Iskandar Beberkan Kuncinya
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia
-
Vape Bukan Alternatif Aman: Ahli Ungkap Risiko Tersembunyi yang Mengintai Paru-Paru Anda