Suara.com - Menonton TV menjadi waktu istirahat yang dinanti-nanti banyak orang. Tetapi sayangnya, kegiatan tersebut ternyata memiliki dampak buruk jangka panjang menurut tiga studi baru.
Studi tersebut menemukan orang yang menonton TV dalam jumlah sedang hingga sering akan mengalami penurunan kemampuan kognitif yang lebih tinggi di usia 40 hingga awal 60-an.
Selain itu, volume materi abu-abu di dalam otak pun menjadi lebih rendah pada usia 70-an hingga 80-an dibandingkan orang yang sangat jarang menonton TV di usia paruh baya.
Materi abu-abu berkaitan dengan banyak fungsi otak, seperti mengontrol otot, penglihatan, pendengaran, dan pengambilan keputusan. Volume materi abu-abu yang besar artinya keterampilan kognitif yang lebih baik, lapor Live Science.
Studi tersebut, yang akan dipresentasikan minggu ini di American Heart Association's Epidemiology, Prevention - Lifestyle & Cardiometabolic Health Conference 2021, menggunakan kebiasaan menonton TV sebagai proksi perilaku menetap, atau waktu yang dihabiskan untuk duduk diam.
Gaya hidup yang tidak banyak bergerak telah dikaitkan dengan beberapa masalah kesehatan, termasuk meningkatnya risiko penyakit jantung, kanker, diabetes tipe 2, dan kematian dini.
Terlebih lagi, olahraga teratur tidak selalu cukup mengganti waktu yang dihabiskan untuk duduk, menurut temuan dalam penelitian terbaru dan studi-studi sebelumnya.
"Dalam temuan kami, menonton TV dikaitkan dengan fungsi kognitif dan volume materi abu-abu setelah memperhitungkan aktivitas fisik, menunjukkan perilaku menetap dapat memberikan risiko terhadap kesehatan otak dan kognitif," kata penulis utama salah satu studi Ryan Dougherty.
Menurutnya, proses biologis yang mendasari demensia, salah satunya adalah kerusakan otak, cenderung dimulai pada usia paruh baya.
Baca Juga: Kurangi Stres hingga Cari Kesenangan, 8 Alasan Orang Menonton Video Porno
"Itu adalah periode (di mana) perilaku dapat diubah, seperti menonton TV berlebihan dapat dikurangi untuk mendorong penuaan otak yang lebih sehat," sambung Dougherty, rekan postdoctoral di Departemen Epidemiologi di Sekolah Kesehatan Masyarakat Johns Hopkins Bloomberg, Baltimore.
Beberapa penelitian menunjukkan kebiasaan berdiam diri, seperti menonton TV, dapat menimbulkan risiko tertentu karena perilaku pasif ini tidak melibatkan banyak rangsangan kognitif.
"Dalam konteks kesehatan kognitif dan otak, tidak semua perilaku menetap (diam) itu sama. Aktivitas yang tidak merangsang seperti menonton TV terkait dengan risiko mengembangkan gangguan kognitif yang lebih besar," lanjut Dougherty.
Sementara aktivitas lain yang juga diam tetapi merangsang kognitif, seperti membaca, bermain catur, atau bekerja, dikaitkan dengan kemampuan kognitif yang baik dan risiko demensia berkurang.
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Sampaikan Laporan Kinerja, Puan Maharani ke Masyarakat: Mohon Maaf atas Kinerja DPR Belum Sempurna
Pilihan
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
-
Seruan 'Cancel' Elon Musk Bikin Netflix Kehilangan Rp250 Triliun dalam Sehari!
-
Proyek Ponpes Al Khoziny dari Tahun 2015-2024 Terekam, Tiang Penyangga Terlalu Kecil?
Terkini
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
-
Anak Sering Mengeluh Mata Lelah? Awas, Mata Minus Mengintai! Ini Cara Mencegahnya
-
Dokter dan Klinik Indonesia Raih Penghargaan di Cynosure Lutronic APAC Summit 2025
-
Stop Ruam Popok! 5 Tips Ampuh Pilih Popok Terbaik untuk Kulit Bayi Sensitif
-
Fenomena Banyak Pasien Kanker Berobat ke Luar Negeri Lalu Lanjut Terapi di Indonesia, Apa Sebabnya?
-
Anak Percaya Diri, Sukses di Masa Depan! Ini yang Wajib Orang Tua Lakukan!
-
Produk Susu Lokal Tembus Pasar ASEAN, Perkuat Gizi Anak Asia Tenggara
-
Miris! Ahli Kanker Cerita Dokter Layani 70 Pasien BPJS per Hari, Konsultasi Jadi Sebentar
-
Silent Killer Mengintai: 1 dari 3 Orang Indonesia Terancam Kolesterol Tinggi!