Suara.com - Buang air besar rutin setiap hari memang menjadi tanda bahwa pencernaan seorang lancar dan tidak mengalami sembelit. Tapi, jika frekuensi buang air besar itu terlalu sering, bisa jadi tanda kanker usus.
Dikutip dari Exprees UK, Rachel Ward mengatakan bahwa kanker usus mempengaruhi usus besar, yang merupakan bagian dari gejala pencernaan. Ketika sel-sel kanker berkembang biak secara tidak terkendali di bagian tubuh ini, hal itu dapat menyebabkan gangguan pada gerakan usus.
"Itu normal untuk buang air besar antara tiga kali per minggu dan tiga kali per hari," jelas Dr Ward.
Namun, perubahan fre frekuensi buang air besar yang terus-menerus dapat menjadi indikator kanker usus," jelas Dr Ward.
"Misalnya, jika Anda biasanya buang air besar satu kali sehari tetapi tetapi dalam satu bulan belakangan berubah menjadi tiga kali sehari, Anda harus berbicara dengan dokter Anda."
Dr Ward melanjutkan, hal lain yang mesti diwaspadai ialah ketika merasa jarang buang air besar dan merasa tidak dapat mengosongkan isi perut sepenuhnya.
Ia juga mengingatkan bahwa ada sejumlah tanda kanker usus lainnya yang harus diwaspadai.
"Darah di tinja Anda, pendarahan dari bagian belakang, tinja yang lebih lunak/longgar, penurunan berat badan, nyeri di perut dan kelelahan umum juga bisa menjadi gejala kanker usus," Dr Ward memperingatkan.
Menurut NHS, gejala-gejala ini harus ditanggapi lebih serius seiring bertambahnya usia. Terlebih ketika gejala itu masih muncul dengan pengobatan sederhana.
Baca Juga: Hits Health: Pertanda Covid-19 Memburuk, Penyebab Kanker Usus Besar
"Temui dokter umum Jika Anda memiliki salah satu gejala kanker usus selama tiga minggu atau lebih," saran NHS.
Biasanya dokter umum akan menyarankan untuk memeriksa perut dan pantat untuk memastikan tidak ada benjolan. Kemudian aturlah tes darah sederhana untuk memeriksa anemia defisiensi besi.
Cara ini dapat menunjukkan apakah ada pendarahan dari usus yang belum disadari. Kemudian, atur untuk untuk menjalani tes sederhana di rumah sakit untuk memastikan tidak ada penyebab serius dari gejala.
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
Terkini
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan
-
Fenomena Sadfishing di Media Sosial, Bagaimana Cara Mengatasinya?
-
5 Kesalahan Umum Saat Memilih Lagu untuk Anak (dan Cara Benarnya)
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia
-
Keberlanjutan Makin Krusial dalam Layanan Kesehatan Modern, Mengapa?
-
Indonesia Kini Punya Pusat Bedah Robotik Pertama, Tawarkan Bedah Presisi dan Pemulihan Cepat
-
Pertama di Indonesia, Operasi Ligamen Artifisial untuk Pasien Cedera Lutut
-
Inovasi Terapi Kanker Kian Maju, Deteksi Dini dan Pengobatan Personal Jadi Kunci
-
Gaya Bermain Neymar Jr Jadi Inspirasi Sepatu Bola Generasi Baru
-
Menopause dan Risiko Demensia: Perubahan Hormon yang Tak Bisa Diabaikan