Suara.com - Persatuan Seluruh Indonesia (PERSI) menanggapi banyak keluhan keluarga pasien yang keberatan karena tidak bisa bergantian menjaga pasien di rumah sakit selama pandemi Covid-19.
Menurut Ketua Umum PERSI, dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M. Kes, aturan ini diberlakukan guna melindungi pengunjung, pasien dan tenaga kesehatan di rumah sakit. Aturan ini sudah menjadi standar operasi prosedur (SOP) yang juga sudah ditetapkan pemerintah.
"Rumah sakit di era pandemi dan sebelum pandemi punya SOP sudah tetapkan pemerintah yang mengacu pada rekomendasi WHO (organisasi kesehatan dunia) atau CDC (pengendalian dan pencegahan penyakit AS). Tentu ada maksud kenapa aturan pendamping pasien di masa pandemi tidak bisa bergantian," ujar dr. Kuntjoro dalam peluncuran buku Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Sabtu (21/8/2021).
dr. Kuntjoro menjelaskan apabila pendamping pasien bergantian datang di rumah sakit bisa meningkatkan risiko tertular dan menularkan Covid-19 kepada pasien dan tenaga kesehatan di rumah sakit, apabila ia datang sebagai orang tanpa gejala (OTG).
OTG yakni orang yang terlihat sehat, tapi membawa virus corona penyebab sakit Covid-19 dan bisa menularkan orang lain.
"Kalau bergantian pendamping risiko tertular, kita tidak bisa menjamin ketika pulang bawa virus, ketika masuk belum tentu bawa virus lain atau tidak, orang yang di dalam rumah sakit juga punya risiko tertular," ujar dr. Kuntjoro.
Aturan pendamping tidak boleh bergantian juga diberlakukan, untuk melindungi tenaga kesehatan (nakes) yang perannya sangat penting di masa pandemi Covid-19.
Apalagi, sejak awal pandemi melanda lebih dari 650 dokter meninggal dunia, yang artinya pukulan besar bagi bangsa Indonesia. Para dokter ini rerata meninggal akibat kelelahan dan komorbid (penyakit penyerta).
Perlu diingat juga selama 8 jam lamanya para nakes harus bekerja seraya menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti hazmat, yang membuat penggunanya mudah lelah.
Baca Juga: Kemenhub Bakal Siapkan Kapal Isoter untuk Pasien Covid-19 di Lampung dan Babel
"650 dokter ini untuk menggantikannya kita butuh 6 tahun lagi.Jadi diharapkan kita semua bisa paham, ketika terjadi aturan seperti itu ada sesuatu yang kurang di sana SDM kesehatan yang kurang, meski tetap keselamatan pasien yang utama," pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 5 Oktober: Ada 20.000 Gems dan Pemain 110-113
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Kedua 6-12 Oktober 2025
- Jadwal dan Lokasi Penukaran Uang Baru di Kota Makassar Bulan Oktober 2025
Pilihan
-
Panjatkan Doa Khusus Menghadap Kabah, Gus Miftah Berharap Timnas Indonesia Lolos Piala Dunia
-
Profil PT Mega Manunggal Property Tbk (MMLP): Emiten Resmi Dicaplok ASII
-
Meski Ada Menkeu Purbaya, Bank Dunia Prediksi Ekonomi RI Tetap Gelap
-
Kritik Bank Dunia ke BUMN: Jago Dominasi Tapi Produktivitasnya Kalah Sama Swasta!
-
Harga Emas Naik Berturut-turut! Antam Tembus Rp 2,399 Juta di Pegadaian, Rekor Tertinggi
Terkini
-
Dana Desa Selamatkan Generasi? Kisah Sukses Keluarga SIGAP Atasi Stunting di Daerah
-
Mulai Usia Berapa Anak Boleh Pakai Behel? Ria Ricis Bantah Kabar Moana Pasang Kawat Gigi
-
Varises Mengganggu Penampilan dan Kesehatan? Jangan Panik! Ini Panduan Lengkap Mengatasinya
-
Rahasia Awet Muda Dibongkar! Dokter Indonesia Bakal Kuasai Teknologi Stem Cell Quantum
-
Belajar dari Kasus Ameena, Apakah Permen Bisa Membuat Anak Sering Tantrum?
-
Bukan Sekadar Gadget: Keseimbangan Nutrisi, Gerak, dan Emosi Jadi Kunci Bekal Sehat Generasi Alpha
-
Gerakan Kaku Mariah Carey saat Konser di Sentul Jadi Sorotan, Benarkah karena Sakit Fibromyalgia?
-
Di Balik Rak Obat dan Layar Digital: Ini Peran Baru Apoteker di Era Kesehatan Modern
-
Kesibukan Kerja Kerap Tunda Pemeriksaan Mata, Layanan Ini Jadi Jawaban
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan