Suara.com - Kebisingan lalu lintas sangat berkaitan erat dengan penyakit Alzheimer. Penduduk yang tinggal di dekat jalanan bising selama 10 tahun memiliki risiko menderita Alzheimer hingga 30 persen.
Para ilmuwan telah menganalsisi catatan kesehatan 2 juta orang usia di atas 60 tahun di Denmark antara 2004 hingga 2017. Mereka mengidentifikasi 103.500 kasus demensia sebagai salah satu bentuk Alzheimer.
Seorang juru bicara dari tim Denmark mengatakan tinggal di lingkungan dengan lalu lintas jalan yang bising suara kereta api berkaitan dengan peningkatan risiko semua penyebab demensia atau Alzheimer.
"Pada penyakit Alzheimer, kami mengamati hubungannya dengan lalu lintas jalan dan kebisingan kereta api. Sedangkan pada demensia vaskular, kami hanya mengamati hubungannya dengan kebisingan lalu lintas jalan," kata juru bicara tersebut dikutip dari Express.
Menurutnya, memperluas pengetahuan kita tentang efek berbahaya dari kebisingan pada kesehatan sangat penting untuk menetapkan prioritas dan kebijakan yang efektif serta strategi kesehatan masyarakat yang fokus pada pencegahan dan pengendalian penyakit, termasuk demensia.
Para ahli memperkirakan bahwa dari 8.475 kasus demensia yang terdaftar di Denmark pada tahun 2017, sebanyak 1.216 kasus berkaitan dengan paparan kebisingan.
Peningkatan risiko Alzheimer memuncak hingga 30 persen lebih tinggi pada orang-orang yang terpapar kebisingan lalu lintas jalan 50-55 desibel. Para peneliti mengatakan kemungkinan hal ini juga berkaitan dengan pelepasan hormon stres dan gangguan tidur.
Sebab, dua kondisi itu bisa menyebabkan penyakit arteri coroner, perubahan sistem kekebalan tubuh dan peradangan yang menjadi awal timbulnya demensia.
Dr Rosa Sancho, kepala penelitian di Alzheimer's Research UK, mengatakan penelitian itu menambah bukti adanya hubungan antara kebisingan lalu lintas dengan Alzheimer. Namun, kondisi itu juga bisa menentukan peningkatan risikonya secara pasti.
Baca Juga: Heboh! Dokumen Baru Wuhan Ungkap AS Danai Riset Soal Virus Corona
"Meskipun menghindari kebisingan memiliki efek menguntungkan bagi kesehatan dan kesejahteraan, kita belum tahu itu bisa membantu mengurangi risiko demensia atau tidak," kata Dr Rosa.
Berita Terkait
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
50 Persen Penduduk Indonesia Berisiko Osteoporosis, Kenapa Gen X Paling Terancam?
-
Waduh! Studi Temukan Bukti Hewan Ternak Makan Sampah Plastik, Bahayanya Apa Buat Kita?
-
Terobosan Penanganan Masalah Bahu: Dari Terapi Non-Bedah hingga Bedah Minim Invasif
-
Cuaca Berubah-ubah Bikin Sakit? Ini 3 Bahan Alami Andalan Dokter untuk Jaga Imunitas!
-
Review Lengkap Susu Flyon: Manfaat, Komposisi, Cara Konsumsi dan Harga Terbaru
-
BPOM: Apotek Jangan Asal Berikan Antibiotik ke Pembeli, Bahaya Level Global
-
Teknologi Jadi Kunci: Ini Pendekatan Baru Cegah Stunting dan Optimalkan Tumbuh Kembang Anak
-
Gak Perlu Marah di Grup WA Lagi, Call Centre 127 Siap Tampung Keluhan Soal Program MBG
-
5 Pilihan Sampo untuk Dermatitis Seboroik, Mengatasi Gatal dan Kulit Kepala Sensitif
-
Alasan Penting Dokter Bukan Cuma Perlu Belajar Pengobatan, Tapi Juga 'Seni' Medis