Suara.com - Migrain disebut sebagai sakit kepala yang tak biasa. Sakit kepala sendiri adalah nyeri ringan hingga parah yang biasanya terjadi di bagian kepala, wajah, hingga leher.
Sementara migrain merupakan kondisi neurologis yang terkait dengan sakit kepala secara berulang, dan dapat menyebabkan nyeri denyut yang parah.
Pasien yang mengalami migrain digambarkan mengalami sensasi denyut atau nyeri tumpul, yang biasanya terjadi pada satu sisi bagian kepala.
Dikutip Healthshots, sebagian besar orang yang mengalami migrain dapat mengalami beberapa masalah kesehatan mulai dari mual, muntah, hingga fobia terhadap cahaya dan suara.
Umumnya, migrain lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki, dengan rasio prevalensi migrain pria-wanita mencapai 1:5.
Meski demikian, sebagian besar individu yang mengalami sakit kepala migrain cenderung mengabaikan keluhan dan lebih memilih mengonsumsi obat rumahan sebagai solusi pereda nyeri.
Padahal individu yang mengabaikan migrain dapat menyebabkan risiko yang berdampak dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, migrain bisa menganggu produktivitas mulai dari kehidupan pribadi, sosial, hingga profesional.
Meski begitu, masih ada stigma tentang orang yang mengalami migrain, yang membuat pasien merasa disalahpahami, tertekan, dan tidak berdaya.
Stigma ini terjadi ketika pasien mengalami frekuensi migrain yang relatif tinggi, dengan perawatan yang tidak memadai sehingga harus ditangani secara tepat waktu.
Baca Juga: 5 Tips untuk Mengatasi Sakit Kepala karena Kolesterol Tinggi
Apa saja pemicu terjadinya migrain?
Ada faktor risiko ketika seseorang mengalami migrain. Berikut dua kondisinya yang bisa saja terjadi.
-Rangsangan lingkungan seperti cahaya terang, panas, bau yang tidak biasa, suara keras, stres berlebihan, melewatkan jam makan, perubahan pola tidur, dan fluktuasi hormonal.
-Mengonsumsi alkohol, kafein, keju, makanan dengan fermentasi, daging dengan bau yang kuat, makanan dengan sumber MSG atau gula buatan.
Agar migrain tidak terjadi berkepanjangan, perlu adanya kesadaran individu serta memahami tanda dan gejalanya. Juga mencari diagnosis dan perawatan yang tepat seperti terapi pencegahan. Selain itu, penting untuk mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat mulai dari pola makan dan minum obat secara teratur sesuai anjuran dokter.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Body Lotion di Indomaret untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Rawat Garis Penuaan
- 7 Rekomendasi Lipstik Transferproof untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp20 Ribuan
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 14 November: Ada Beckham 111, Magic Curve, dan Gems
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 6 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp2 Jutaan
Pilihan
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
-
Catatan Gila Charly van Oosterhout, Pemain Keturunan Indonesia di Ajax: 28 Laga 19 Gol
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Terbaru Update Satgas PASTI OJK: Ada Pindar Terkenal
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
Terkini
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025
-
Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%
-
Inovasi Kedokteran Gigi yang Siap Ubah Layanan Kesehatan Mulut Indonesia
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?
-
Gaya Hidup Modern Picu Kelelahan, Inovasi Wellness Mulai Dilirik Masyarakat Urban
-
Rahasia Anak Tumbuh Percaya Diri dan Kreatif, Jessica Iskandar Beberkan Kuncinya
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia
-
Vape Bukan Alternatif Aman: Ahli Ungkap Risiko Tersembunyi yang Mengintai Paru-Paru Anda