Suara.com - Penyakit stroke bisa sebabkan kecacatan pada bagian tubuh tertentu akibat rusaknya sel saraf, terutama pada area wajah. Kondisi itu seringkali menyebabkan pasien stroke bisa alami gangguan menelan yang jarang disadari.
Spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi dr. Nelson Susdiyono, Sp.KFR., mengatakan bahwa gangguan menelan itu terjadi lebih dari 50 persen pasien stroke.
"Umumnya kalau derajat ringan bisa membaik dalam waktu 7 hari. Tapi ada beberapa, kurang lebih 11 sampai 13 persen, sampai lebih dari 6 bulan (alami gangguan menelan)," kata dokter Nelson dalam webinar Brain Awareness Week, Senin (20/9/2021).
Akibat gangguan menelan tersebut, kebutuhan dasar pasien stroke bisa terganggu. Seperti kebutuhan nutrisi berkurang hingga menyebabkan malnutrisi.
Dokter Nelson mengatakan, ada tanda yang bisa dilihat pada pasien stroke jika alami gangguan menelan. Dari cara bicaranya, pasien stroke dengan gangguan menelan seringkali bicaranya menjadi pelo. Kondisi itu yang paling mudah diketahui.
"Dia bisa pelo karena ada masalah di lidah jadi tidak kuat, gerakannya berkurang. Padahal fungsi dari lidah tersebut bukan hanya untuk bicara tetapi juga membantu saat makan, mengaduk makanan, menarik makanan. Sehingga ketika pergerakan lidah terganggu otomatis proses makan menelan juga jadi terganggu," paparnya.
Secara umum, organ untuk berbicara sama dengan apa yang digunakan untuk makan dan menelan. Sehingga ketika terjadi gangguan bicara, sudah pasti ada masalah pada proses menelan juga, kata dokter Nelson.
Kemudian pasien jadi lebih sering mengeluarkan air liur atau ngeces, terutama ketika makan dan minum. Kondisi itu menandakan kelemahan pada bagian bibir untuk menahan makanan juga minuman agar tidak keluar dari mulut.
Tanda lainnya, pasien jadi mengunyah sangat lama akibat kesulitan menelan.
Baca Juga: Bisa Jaga Kesehatan Jantung dan Cegah Stroke, Ini Manfaat Mengkonsumsi Kacang-kacangan
"Yang biasanya makan mungkin enggak sampai 1 menit 2 menit, tapi jadi lama sekali menelan dengan susah payah," ucapnya.
Hal lain yang juga perlu diwaspadai adalah batuk saat makan atau minum. Entah batuk saat makanan masih di mulut maupun beberapa saat setelah ditelan.
"Walaupun makanan sudah tertelan lalu beberapa waktu kemudian dia batuk, karena masih ada reaksi residu atau sisa makanan disekitar pita suara. Jadi makanan yang ditelan tidak semua masuk ke kerongkongan tapi sebagian masuk ke daerah pita suara," jelas dokter Nelson.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Keluarga 7 Seater Seharga Kawasaki Ninja yang Irit dan Nyaman
- Bukan Akira Nishino, 2 Calon Pelatih Timnas Indonesia dari Asia
- Diisukan Cerai, Hamish Daud Sempat Ungkap soal Sifat Raisa yang Tak Banyak Orang Tahu
- Gugat Cerai Hamish Daud? 6 Fakta Mengejutkan di Kabar Perceraian Raisa
- 21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 22 Oktober 2025, Dapatkan 1.500 Gems dan Player 110-113 Sekarang
Pilihan
-
Heboh Kasus Ponpes Ditagih PBB hingga Diancam Garis Polisi, Menkeu Purbaya Bakal Lakukan Ini
-
Makna Mendalam 'Usai di Sini', Viral Lagi karena Gugatan Cerai Raisa ke Hamish Daud
-
Emil Audero Akhirnya Buka Suara: Rasanya Menyakitkan!
-
KDM Sebut Dana Pemda Jabar di Giro, Menkeu Purbaya: Lebih Rugi, BPK Nanti Periksa!
-
Mees Hilgers 'Banting Pintu', Bos FC Twente: Selesai Sudah!
Terkini
-
Smart Hospital, Indonesia Mulai Produksi Tempat Tidur Rumah Sakit yang Bisa 'Baca' Kondisi Pasien
-
Tren Minuman Bernutrisi: Dari Jamu ke Collagen Drink, Inovasi Kesehatan yang Jadi Gaya Hidup Baru
-
Perawatan Komprehensif untuk Thalasemia: Dari Transfusi hingga Dukungan Psikologis
-
Indonesia Kaya Tanaman Herbal, Kenapa Produksi Obat Alami Dalam Negeri Lambat?
-
Supaya Anak Peduli Lingkungan, Begini Cara Bangun Karakter Bijak Plastik Sejak Dini
-
Kemendagri Dorong Penurunan Angka Kematian Ibu Lewat Penguatan Peran TP PKK di Daerah
-
Gaya Hidup Modern Bikin Diabetes di Usia Muda Meningkat? Ini Kata Dokter
-
Saat Kesehatan Mata Jadi Tantangan Baru, Ini Pentingnya Vision Care Terjangkau dan Berkelanjutan
-
Bikin Anak Jadi Percaya Diri: Pentingnya Ruang Eksplorasi di Era Digital
-
Rahasia Tulang Kuat Sejak Dini, Cegah Osteoporosis di Masa Tua dengan Optimalkan Pertumbuhan!