Suara.com - Digital multitasking atau akses informasi lebih dari satu perangkat elektronik secara bersamaan oleh anak-anak berisiko membuatnya alami gangguan kesehatan mental. Penelitian dilakukan oleh para ilmuan di University of Luxembourg dan Universite´ de Genève.
Mereka meneliti 118 anak laki-laki dan perempuan di Swiss yang berusia 8 hingga 12 tahun. Anak-anak itu diminta untuk mengisi survei dengan pertanyaan tertentu terkait kemungkinan gangguan akibat penggunaan media elektronik. Juga dampaknya terhadap pola tidur, nilai di sekolah, dan status kesehatan mental mereka.
Anak-anak itu diperkirakan menghadapi banjir informasi dari berbagai perangkat elektronik seperti televisi, tablet, smartphone, hingga video game.
Kuesioner itu juga diberikan kepada guru dan orangtua anak-anak. Akan tetapi pertanyaan lebih difokuskan tentang persepsi orang dewasa tentang bagaimana penggunaan elektronik anak-anak bisa berdampak pada kesehatan mentalnya.
Para peneliti tidak spesifik memeriksa total waktu yang dihabiskan anak dalam penggunaan gawai. Menurut para ahli, waktu layqr yang dihabiskan untuk bermain gawai sebenarnya tidak berkontribusi pada masalah kesehatan mental anak.
Temuan dari penelitian itu justru menemukan kalau gangguan mental lebih mungkin terjadi jika anak menggunakan beberapa perangkat secara bersamaan, seperti menonton televisi sambil mengirim pesan teks. Tindakan itu dapat menyebabkan lebih banyak masalah stres, perilaku, maupun emosional.
"Berbeda dengan total waktu media, media yang multitasking dikaitkan dengan lebih sering ADHD, perilaku yang dinilai oleh guru mereka," kata peneliti, dikutip dari Fox News.
Data juga mengungkapkan bahwa waktu yang dihabiskan untuk perangkat elektronik meningkat saat mereka tumbuh dewasa. Rata-rata penggunaan alat elektronik pada anak yang usianya paling kecil, 8 tahun, sekitar empat setengah jam sehari. Meningkat menjadi lebih dari delapan pada usia 12 tahun, menurut para peneliti.
Penelitian itu juga mengkonfirmasi kalau anak laki-laki menghabiskan lebih banyak waktu pada video game daripada anak perempuan.
Baca Juga: Kabar Duka, Ameer Azzikra, Adik Alvin Faiz Meninggal Dunia
“Analisis ini mengungkapkan bahwa multitasking media lebih dari video game dan total waktu di media dikaitkan dengan hasil psikologis yang merugikan. Karena itu, multitasking media harus dipertimbangkan lebih intensif dalam studi masa depan,” tertulis dalam jurnal penelitian tersebut.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Daftar Mobil Bekas Pertama yang Aman dan Mudah Dikendalikan Pemula
- 6 Rekomendasi Mobil Bekas Kabin Luas di Bawah 90 Juta, Nyaman dan Bertenaga
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- Calon Pelatih Indonesia John Herdman Ngaku Dapat Tawaran Timnas tapi Harus Izin Istri
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
Pilihan
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
-
6 Smartwatch Layar AMOLED Murah untuk Mahasiswa dan Pekerja, Harga di Bawah Rp 1 Juta
-
4 Tablet RAM 8 GB dengan Slot SIM Card Termurah untuk Penunjang Produktivitas Pekerja Mobile
-
3 Fakta Perih Usai Timnas Indonesia U-22 Gagal Total di SEA Games 2025
Terkini
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat
-
Di Balik Prestasi Atlet, Ada Peran Layanan Kesehatan yang Makin Krusial
-
Terobosan Baru Pengobatan Diabetes di Indonesia: Insulin 'Ajaib' yang Minim Risiko Gula Darah Rendah