Suara.com - Pada 2018, para peneliti dapat mempelajari saat kematian otak menjadi ireversibel (tidak dapat dipulihkan) pada manusia untuk pertama kalinya, mengamati fenomena pada beberapa pasien Do Not Resuscitate (DNR) yang meninggal saat dirawat di rumah sakit.
Do Not Resuscitate (DNR) merupakan instruksi medis yang memberitahukan tenaga kesehatan untuk tidak melakukan CPR, sehingga dokter dan tenaga emergensi lainnya tidak akan melakukan tindakan bila pasien mengalami henti jantung atau pernapasan.
Selama bertahun-tahun, para ilmuwan telah meneliti apa yang terjadi pada otak ketika manusia mati. Namun terlepas dari semua yang ditemukan, kemajuan terhalang oleh ketidakmampuan untuk memantau kematian manusia dengan mudah.
Namun pada 2018, tim ilmuwan internasional membuat terobosan, lapor Science Alert.
Pada hewan, dalam 20 sampai 40 detik kekurangan oksigen, otak memasuki 'mode hemat energi' di mana otak menjadi tidak aktif secara elektrik dan neuron.
Setelah beberapa menit, otak mulai rusak saat gradien ion dalam sel menghilang, dan gelombang energi elektrokimia, disebut 'depolarisasi', menyebar, atau 'tsunami otak'.
Gelombang tersebut menyebar ke seluruh korteks dan daerah otak lainnya, yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan otak ireversibel.
Tim peneliti dari Jerman pun memantau proses ini pada 9 pasien cedera otak parah. Mereka melihat bahwa 'tsunami otak' juga terjadi pada pasien-pasien tersebut.
"Setelah penghentian peredaran darah, penyebaran depolarisasi menandai hilangnya energi elektrokimia, dan menimbulkan proses toksik yang akhirnya menyebabkan kematian," jelas ahli saraf Jens Dreier dari Universitätsmedizin Berlin.
Baca Juga: Kerusakan Otak: Ini Dampak Jangka Panjang pada Wanita yang Pernah Alami Serangan Seksual
Menurut peneliti, studi ini bisa menjadi penyelamat hidup pasien yang mengalami kerusakan otak akibat iskemia serebral atau jenis stroke lainnya.
"Pengetahuan tentang proses penyebaran depolarisasi sangat penting untuk pengembangan strategi pengobatan tambahan, tujuannya untuk memperpanjang kelangsungan hidup sel-sel saraf ketika perfusi otak terganggu," tandasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Kumpulan Prompt Siap Pakai untuk Membuat Miniatur AI Foto Keluarga hingga Diri Sendiri
- Terjawab Teka-teki Apakah Thijs Dallinga Punya Keturunan Indonesia
- Bakal Bersinar? Mees Hilgers Akan Dilatih Eks Barcelona, Bayern dan AC Milan
- Gerhana Bulan Langka 7 September 2025: Cara Lihat dan Jadwal Blood Moon Se-Indo dari WIB-WIT
- Geger Foto Menhut Raja Juli Main Domino Bareng Eks Tersangka Pembalakan Liar, Begini Klarifikasinya
Pilihan
-
Solusi Menkeu Baru Soal 17+8 Tuntutan Rakyat: Bikin Ekonomi Ngebut Biar Rakyat Sibuk Cari Makan Enak
-
Nomor 13 di Timnas Indonesia: Bisakah Mauro Zijlstra Ulangi Kejayaan Si Piton?
-
Dari 'Sepupu Raisa' Jadi Bintang Podcast: Kenalan Sama Duo Kocak Mario Caesar dan Niky Putra
-
CORE Indonesia: Sri Mulyani Disayang Pasar, Purbaya Punya PR Berat
-
Sri Mulyani Menteri Terbaik Dunia yang 'Dibuang' Prabowo
Terkini
-
Surfing Jadi Jalan Perempuan Temukan Keberanian dan Healing di Laut
-
Bayi Rewel Bikin Stres? Rahasia Tidur Nyenyak dengan Aromaterapi Lavender dan Chamomile!
-
Varises Esofagus Bisa Picu BAB dan Muntah Darah Hitam, Ini Penjelasan Dokter Bedah
-
Revolusi Kesehatan Dimulai: Indonesia Jadi Pusat Inovasi Digital di Asia!
-
HPV Masih Jadi Ancaman, Kini Ada Vaksin Generasi Baru dengan Perlindungan Lebih Luas
-
Resistensi Antimikroba Ancam Pasien, Penggunaan Antibiotik Harus Lebih Cerdas
-
Ini Alasan Kenapa Donor Darah Tetap Relevan di Era Modern
-
Dari Kegelapan Menuju Cahaya: Bagaimana Operasi Katarak Gratis Mengubah Hidup Pasien
-
Jangan Sepelekan, Mulut Terbuka Saat Tidur pada Anak Bisa Jadi Tanda Masalah Kesehatan Serius!
-
Obat Sakit Gigi Pakai Getah Daun Jarak, Mitos atau Fakta?