Suara.com - Meski telah sembuh dari infeksi, penyintas Covid-19 masih berisiko alami post-Covid syndrome atau long covid. Risiko itu tetap bisa terjadi pada pasien Covid-19 berusia muda dan bergejala ringan.
Post-Covid syndrome menyebabkan sejumlah masalah kesehatan atau membuat gejala yang baru kembali muncul, terus terjadi selama empat minggu atau lebih sejak pertama kali terinfeksi Covid-19.
"Walaupun mayoritas penderita Covid-19 akan membaik dalam beberapa minggu setelah sakit, sebagian penderita mengalami post-Covid syndrome yang gejalanya menetap selama beberapa waktu setelah sembuh."
"Kondisi ini sangat bervariasi dan memiliki jangka waktu yang berbeda antar penyintas," jelas Dokter Spesialis Paru dan Pernapasan dr. Desilia Atikawati, Sp.P., dalam keterangan tertulisnya.
Menurut Desilia, penyintas Covid-19 usia berapa pun dapat mengalami post-Covid syndrome. Tetapi, kondisi itu memang lebih rentan terjadi pada usia dewasa dibandingkan anak atau remaja.
Ada pun gejala post-Covid syndrome yang sering dilaporkan, seperti sesak napas, rasa lelah, gejala yang dirasa memburuk setelah aktivitas, kesulitan berpikir atau berkonsentrasi, batuk, nyeri dada maupun perut, pusing, dada berdebar.
"Selain itu juga nyeri otot dan sendi, rasa kesemutan, diare, gangguan tidur, demam, pusing ketika berdiri, ruam kulit, perubahan suasana hati, perubahan kemampuan indera penciuman atau perasa, perubahan siklus menstruasi, hingga rambut rontok," imbuh Desilia.
Penelitian Lancet yang dipimpin oleh ilmuwan dari University College London (UCL), sekaligus penelitian peer-reviewed terbesar tentang post-Covid syndrome di dunia, menemukan bahwa lebih dari 91 persen partisipan membutuhkan waktu lebih dari 35 minggu untuk pulih sepenuhnya.
Selama sakit, partisipan mengalami rata-rata 55,9 gejala yang melibatkan 9,1 sistem organ. Gejala yang paling sering ditemukan setelah bulan keenam berupa kelelahan, post-exertion malaise, dan gangguan kognitif.
Sebanyak 85,9 partisipan juga mengalami kekambuhan gejala, terutama dicetuskan oleh olahraga, aktivitas fisik atau mental, serta stres.
Sedangkan sebanyak 1.700 partisipan membutuhkan pengurangan waktu kerja. Gangguan kognitif atau ingatan terjadi pada seluruh kelompok usia.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat
-
Di Balik Prestasi Atlet, Ada Peran Layanan Kesehatan yang Makin Krusial
-
Terobosan Baru Pengobatan Diabetes di Indonesia: Insulin 'Ajaib' yang Minim Risiko Gula Darah Rendah
-
Di Balik Krisis Penyakit Kronis: Mengapa Deteksi Dini Melalui Inovasi Diagnostik Jadi Benteng Utama?
-
Cara Mencegah Stroke Sejak Dini dengan Langkah Sederhana, Yuk Pelajari!
-
12 Gejala Penyakit ISPA yang Wajib Diwaspadai, Serang Korban Banjir Sumatra
-
Stop Gerakan Tutup Mulut! 3 Metode Ampuh Bikin Anak Lahap MPASI di Usia Emas
-
Bukan Hanya Estetika: Ini Terobosan Stem Cell Terkini yang Dikembangkan Ilmuwan Indonesia
-
Kolesterol Jahat Masih Tinggi, 80 Persen Pasien Jantung Gagal Capai Target LDL-C
-
Waspada Ancaman di Tanah Suci: Mengapa Meningitis Jadi Momok Jemaah Haji dan Umrah Indonesia?