Suara.com - Ilmuwan telah menemukan hubungan antara seks oral dengan masalah vagina bau amis atau vaginosis bakterial (BV). Dikatakan tim peneliti dari University of California mengatakan bahwa bakteri yang masuk selama seks oral dapat meningkatkan risiko BV.
BV sendiri merupakan penyebab utama keputihan berlebih yang dapat meningkatkan risiko infeksi menular seksual seperti klamidia.
Dikatakan Kementerian Kesehatan Inggris atau NHS, gejala vaginosis bakterial yang paling umum adalah keputihan tidak biasa serta memiliki bau amis yang kuat, terutama setelah berhubungan seks.
"Anda mungkin melihat perubahan pada warna dan bentuk cairan, seperti menjadi putih keabu-abuan, encer, dan berair," imbau NHS dikutip dari Mirror.
Para ilmuwan menilai, BV sangat umum terjadi. Namun hingga saat ini penyebabnya masih belum jelas. Dalam sebuah studi, peneliti melakukan eksperimen pada tikus dan spesimen vagina manusia.
Pertama, tikus diobati dengan Fusobacterium nuleatum, bakteri yang ditemukan di mulut dan dikaitkan dengan penyakit gusi. Hasilnya terungkap bahwa paparan itu meningkatkan aktivitas biokimia yang terkait dengan BV.
Selanjutnya, spesimen vagina manusia dari 21 perempuan terpapar bakteri tersebut dan hasilnya kembali menunjukkan peningkatkan risiko BV.
"Eksperimen mengarah pada penemuan bahwa Fusobacterium nucleatum tidak bertindak dalam hubungan satu arah yang sederhana dengan bakteri lain. Tetapi mungkin berpotensi mendorong disbiosis (ketidakseimbangan mikroba) pada vagina yang rentan," kata pemimpin penelitian Kavita Agarwal.
Ia menambahkan, fusobacterium dibantu bakteri yang mirip BV dan menghasilkan enzim yang disebut sialidase. Kemudian memungkinkan Fusobacterium mengonsumsi asam sialat dari lendir yang diproduksi oleh inang.
Baca Juga: Jangan Diabaikan, Ini 5 Masalah Vagina yang Bisa Jadi Tanda Kondisi Kesehatan!
Pada manusia, fusobacterium dapat ditemukan di mulut dan tumbuh berlebih di plak gigi. Para peneliti menduga mungkin bakteri itu tersebar selama seks oral, yang telah diidentifikasi dalam beberapa studi klinis sebagai faktor risiko BV.
NHS merekomendasikan untuk konsultasi ke dokter umum jika curiga mengalami BV. "Bakterial vaginosis biasanya diobati dengan tablet atau gel atau krim antibiotik. Ini diresepkan oleh dokter umum atau klinik kesehatan seksual," kata Agarwal.
Berita Terkait
Terpopuler
- 10 Sunscreen untuk Flek Hitam Terlaris di Shopee yang Bisa Kamu Coba
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- Lebih Murah dari Innova Zenix: 5 Mobil 7 Seater Kabin Lega Cocok untuk Liburan Keluarga Akhir Tahun
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- 7 Mobil 8 Seater Termurah untuk Keluarga, MPV hingga SUV Super Nyaman
Pilihan
-
4 HP Memori 256 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer yang Ingin Install Banyak Game
-
Disebut Menteri Berbahaya, Menkeu Purbaya Langsung Skakmat Hasan Nasbi
-
Hasan Nasbi Sebut Menkeu Purbaya Berbahaya, Bisa Lemahkan Pemerintah
-
5 Fakta Kemenangan 2-1 Real Madrid Atas Barcelona: 16 Gol Kylian Mbappe
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
Terkini
-
Mudah dan Ampuh, 8 Cara Mengobati Sariawan yang Bisa Dicoba
-
5 Inovasi Gym Modern: Tak Lagi Hanya Soal Bentuk Tubuh dan Otot, Tapi Juga Mental!
-
Dua Pelari Muda dari Komunitas Sukses Naik Podium di Jakarta Running Festival 2025
-
Seberapa Kuat Daya Tahan Tubuh Manusia? Ini Kata Studi Terbaru
-
Langkah Kecil, Dampak Besar: Edukasi SADARI Agar Perempuan Lebih Sadar Deteksi Dini Kanker Payudara
-
Ginjal Rusak Tanpa Gejala? Inovasi Baru Ini Bantu Deteksi Dini dengan Akurat!
-
Apotek Bisa Jadi Garda Depan Edukasi dan Deteksi Dini Stunting, Begini Perannya
-
Tak Sekadar Air Putih, Ini Alasan Artesian Water Jadi Tren Kesehatan Baru
-
Vitamin C dan Kolagen: Duo Ampuh untuk Kulit Elastis dan Imunitas Optimal
-
Smart Hospital, Indonesia Mulai Produksi Tempat Tidur Rumah Sakit yang Bisa 'Baca' Kondisi Pasien