Suara.com - Perwakilan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Etik (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia Prof. Dr. dr. Rianto Setiabudy, Sp. FK mempreteli kelemahan disertasi 'terapi cuci otak atau Digital Subtraction Angiography (DSA) yang dilakukan oleh Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
Dalam rapat bersama dengan Komisi IX DPR RI, beberapa hari lalu, Prof Rianto yang juga merupakan ahli farmakologi mengatakan, disertasi dokter Terawan mengandung kelemahan subtansial.
"Pertama menggunakan heparin, DSA itu suatu metode, metode radiologi memasukkan kateter dari suatu pembuluh darah di paha sampai ke otak di sana dilepaskan kontras, kontras itu akan menunjukkan di mana yang mampetnya itu," papar Prof Rianto seperti dikutip dari YouTube Komisi IX DPR RI.
Ia melanjutkan, agar ujung kateter tetap terbuka, diberikan sedikit dosis kecil heparin. Hal itu mencegah bekuan darah di ujung kateter.
"Jadi dosis yang kecil tidak bisa diharapkan untuk merontokkan gumpalan darah itu, jadi hanya sekadar mencegah mampetnya bekuan darah," kata Prof Rianto.
"Jadi ketika itu digunakan maka timbul masalah yang besar sekali, yang digunakan adalah orang orang stroke, yang lebih dari satu bulan. Jadi bekuan darah sudah mengeras di situ, dan tidak mungkin kita cari di literatur manapun heparin efektif merontokkan melarutkan bekuan darah seperti itu," jelas Prof Rianto.
Menurutnya, yang bisa melarutkan bekuan darah seperti itu adalah zat lain yang dikenal dengan thrombolytic agent. Itu pun, lanjut Prof Rianto, hanya akan efektif jika bekuan darah di otak yang menimbulkan stroke umurnya baru satu jam, dan bukan satu bulan lebih.
Kemudian, obat yang digunakan juga bukan obat yang berfungsi untuk meluruhkan gumplaan tersebut.
"Jadi timbul masalah besar di situ. Kemudian, yang melakukan uji klinik ini adalah penelitian yang tidak punya kelompok pembanding, tidak punya kelompok kontrol," kata dia.
Baca Juga: Diberhentikan Sebagai Anggota IDI, Bagaimana Nasib Terawan Sebagai Ketua PDSRI?
Prof Rianto mempertegas, bahwa di dalam metode ilmu pengetahuan, sulit untuk bisa menerima uji klinik yang tidak punya kelompok pembanding. Bahkan, menurut Prof Rianto disertasi dokter Terawan memiliki desain penelitian yang cacat besar.
"Yang ketiga beliau menggunakan tolok ukur keberhasilan menggunakan parameter surrogate, parameter yang kita sebut parameter pengganti, yaitu pelebaran pembuluh darah atau evoke harusnya suatu uji klinik yang baik tolok ukur tidak boleh itu, tapi perbaikan yang betul-betul dirasakan oleh pasien," kata Rianto.
Lebih lanjut, Prof Rianto menjelaskan, bahwa dasar dalam penentuan 75 sampel yang dipilih Terawan juga tidak jelas. Kemudian, sembungnya, Terawan juga menggunakan suatu prosedur diagnostik untuk prosedur terapeutik.
"Ini kalau boleh saya analogikan ada orang batuk darah dokter mengatakan kamu rontgen dulu setelah dirontgen itu dibilang enggak ada pengobatan lain, rontgen itulah pengobatannya. Jadi, beralih fungsi yang sama sekali susah diterima dengan nalar kita," kata dia.
“Saya dalam hal ini mengatakan, hormat saya yang setinggi-tingginya pada Unhas, dan hormat saya pada tim pembimbing mereka, karena mereka sebetulnya tahu sejak semula, cuma mereka terpaksa mengiyakan karena konon ada tekanan eksternal yang saya sama sekali tidak tahu itu bentuknya apa,” tutupnya.
Berita Terkait
-
Menkumham Yasonna Laoly Usul Izin Praktik Dokter Jadi Wewenang Pemerintah, IDI Buka Suara dan Jelaskan Proses Lengkapnya
-
Terpopuler Kesehatan: Blak-blakan Soal Terawan Mangkir dari MKEK, Gejala Batu Empedu yang Butuh Penanganan
-
Menkumham Yasonna Minta Izin Praktik Dokter Diambil Alih Pemerintah, Pakar Hukum: Tak Paham Undang-Undang!
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
50 Persen Penduduk Indonesia Berisiko Osteoporosis, Kenapa Gen X Paling Terancam?
-
Waduh! Studi Temukan Bukti Hewan Ternak Makan Sampah Plastik, Bahayanya Apa Buat Kita?
-
Terobosan Penanganan Masalah Bahu: Dari Terapi Non-Bedah hingga Bedah Minim Invasif
-
Cuaca Berubah-ubah Bikin Sakit? Ini 3 Bahan Alami Andalan Dokter untuk Jaga Imunitas!
-
Review Lengkap Susu Flyon: Manfaat, Komposisi, Cara Konsumsi dan Harga Terbaru
-
BPOM: Apotek Jangan Asal Berikan Antibiotik ke Pembeli, Bahaya Level Global
-
Teknologi Jadi Kunci: Ini Pendekatan Baru Cegah Stunting dan Optimalkan Tumbuh Kembang Anak
-
Gak Perlu Marah di Grup WA Lagi, Call Centre 127 Siap Tampung Keluhan Soal Program MBG
-
5 Pilihan Sampo untuk Dermatitis Seboroik, Mengatasi Gatal dan Kulit Kepala Sensitif
-
Alasan Penting Dokter Bukan Cuma Perlu Belajar Pengobatan, Tapi Juga 'Seni' Medis