Suara.com - Sebuah vaksin Covid-19 baru, disebut CoVac-1, diklaim terbukti dapat menginduksi respons kekebalan yang kuat pada kelompok dengan gangguan kekebalan, termasuk penderita kanker.
Temuan ini dipresentasikan pada Pertemuan Tahunan American Academy of Cancer Research (AARC) di Louisiana, Amerika Serikat, pada Selasa (12/4/2022) kemarin.
Hasil awal dari percobaan kecil menunjukkan CoVac-1 dapat menginduksi respons imun sel T pada 93% pasien dengan defisiensi sel B.
Sel B merupakan salah satu komponen sistem kekebalan yang bertugas memproduksi antibodi untuk melawan antigen.
Uji coba awal dilakukan terhadap 14 pasien defisiensi sel B, termasuk 12 penderita kanker darah leukemia atau limfoma. Pasien diberi dosis tunggal CoVac-1 dan dipantau hingga enam bulan untuk keamanan serta respons imun.
Pada 14 hari setelah vaksinasi, respons imun sel T diamati pada 71% pasien, yang meningkat menjadi 93% pasien pada 28 hari.
"Sepengetahuan kami, CoVac-1 saat ini adalah satu-satunya kandidat vaksin berbasis peptida yang secara khusus dikembangkan dan dievaluasi untuk pasien dengan gangguan sistem kekebalan," jelas penulis senior studi Juliane Walz dari University Hospital Tubingen, Jerman, dilansir Live Mint.
Vaksin peptida merupakan jenis vaksin yang mana potongan protein disuntikkan secara langsung, daripada dikodekan melalui messenger RNA (mRNA).
Rekan peneliti, Claudia Tandler, mengatakan bahwa vaksin ini dirancang untuk merangsang sel T dan mereka telah memilih antigen dari SARS-CoV-2 secara cermat, potongan kecil protein dari virus yang dapat merangsang kekebalan.
Baca Juga: Sekelompok Masyakarat di Jerman Skeptisisme Vaksinasi COVID-19, Apa Alasan Mereka?
Vaksin asal Jerman ini juga terbuat dari enam antigen spesifik yang diambil dari beberapa bagian virus corona, tidak terbatas pada protein lonjakan saja.
"Imunitas sel T yang diinduksi CoVac-1 jauh lebih intens dan lebih luas, karena diarahkan ke komponen virus yang berbeda dari vaksin berbasis mRNA," sambung Tandler.
Para peneliti saat ini sedang mempersiapkan uji klinis fase III untuk mengevaluasi CoVac-1 pada populasi yang lebih besar.
Mereka berharap hasilnya akan memungkinkan vaksin CoVac-1 melindungi kelompok dengan gangguan kekebalan dari Covid-19 parah.
Berita Terkait
Terpopuler
- 3 Mobil Bekas 60 Jutaan Kapasitas Penumpang di Atas Innova, Keluarga Pasti Suka!
- 5 Sepatu Lokal Senyaman Skechers, Tanpa Tali untuk Jalan Kaki Lansia
- 9 Sepatu Puma yang Diskon di Sports Station, Harga Mulai Rp300 Ribuan
- Cek Fakta: Viral Ferdy Sambo Ditemukan Meninggal di Penjara, Benarkah?
- 5 Sepatu New Balance yang Diskon 50% di Foot Locker Sambut Akhir Tahun
Pilihan
-
In This Economy: Banyolan Gen Z Hadapi Anomali Biaya Hidup di Sepanjang 2025
-
Ramalan Menkeu Purbaya soal IHSG Tembus 9.000 di Akhir Tahun Gagal Total
-
Tor Monitor! Ini Daftar Saham IPO Paling Gacor di 2025
-
Daftar Saham IPO Paling Boncos di 2025
-
4 HP Snapdragon Paling Murah Terbaru 2025 Mulai Harga 2 Jutaan, Cocok untuk Daily Driver
Terkini
-
Pakar Ungkap Cara Memilih Popok Bayi yang Sesuai dengan Fase Pertumbuhannya
-
Waspada Super Flu Subclade K, Siapa Kelompok Paling Rentan? Ini Kata Ahli
-
Asam Urat Bisa Datang Diam-Diam, Ini Manfaat Susu Kambing Etawa untuk Pencegahan
-
Kesehatan Gigi Keluarga, Investasi Kecil dengan Dampak Besar
-
Fakta Super Flu, Dipicu Virus Influenza A H3N2 'Meledak' Jangkit Jutaan Orang
-
Gigi Goyang Saat Dewasa? Waspada! Ini Bukan Sekadar Tanda Biasa, Tapi Peringatan Serius dari Tubuh
-
Bali Menguat sebagai Pusat Wellness Asia, Standar Global Kesehatan Kian Jadi Kebutuhan
-
Susu Creamy Ala Hokkaido Tanpa Drama Perut: Solusi Nikmat buat yang Intoleransi Laktosa
-
Tak Melambat di Usia Lanjut, Rahasia The Siu Siu yang Tetap Aktif dan Bergerak
-
Rahasia Sendi Kuat di Usia Muda: Ini Nutrisi Wajib yang Perlu Dikonsumsi Sekarang