Suara.com - Baru-baru ini komedian Kiwil blak-blakan bahwa dulunya ia merupakan seorang maniak seks. Bahka, Kiwil mengaku bisa berhubungan seks 3 sampai 4 kali sehari dahulu.
Situasi itu, membuat Kiwil trauma lantaran dirisak sebagai maniak seks. Kondisi tersebuat sedikit banyak berpengaruh ke kehidupan rumah tangganya dan jadi kurang harmonis.
Kini, Kiwil pun memilih lebih santai dan tidak memaksakan istrinya, Venti, karena lebih mengerti kehidupan ranjangnya.
"Jadi jangan sampai saya trauma lagi, pernikahan dengan Venti itu saya ngomong soal seks (mau bagaimana), soal keluarga, supaya nggak ada tekanan di depannya," kata Kiwil di akun YouTube Orami Entertainment, dikutip dari Suara.com, Rabu (8/6/2022).
Dengan kehidupan seks yang demikian, lantas apakah Kiwil bisa disebut sebagai hiperseks?
Hiperseksualitas menggambarkan ketidakmampuan seseorang untuk mengontrol perilaku seksual, impuls, atau dorongan sampai menyebabkan tekanan dalam kehidupan pribadi, pekerjaan, atau sekolah mereka.
Profesional perawatan kesehatan juga dapat merujuk pada hiperseksualitas sebagai:
- gangguan perilaku seksual kompulsif
- perilaku seksual yang berlebihan
- kecanduan seksual
- gangguan hiperseksualitas
Manual Diagnostik dan Statistik Asosiasi Psikiatri Amerika, Edisi ke-5 (DSM-5) tidak mengakui hiperseksualitas sebagai gangguan atau diagnosis resmi.
DSM-5 menghilangkan hiperseksualitas sebagai diagnosis langsung karena kurangnya bukti klinis dan penelitian pada orang yang hidup dengan kondisi tersebut. Alasan lain adalah kemungkinan penyalahgunaan diagnosis dalam pengaturan forensik.
Baca Juga: Perilaku Penyimpangan Seks Jadi Faktor Utama, Puluhan Orang di Cianjur Terjangkit HIV/AIDS
Namun, organisasi lain mengenalinya sebagai kondisi resmi yang dapat didiagnosis, seperti Klasifikasi Penyakit Internasional dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), edisi ke-11 (ICD-11).
Hiperseksualitas adalah suatu kondisi di mana seseorang mengalami impuls dan dorongan seksual yang terus-menerus dan tidak terkendali.
Hal ini dapat menyebabkan perilaku seksual yang berulang dan menjadi fokus utama kehidupan seseorang. Akibatnya, orang mungkin mengabaikan bidang lain, seperti kehidupan pribadi, keluarga, pekerjaan, atau sekolah mereka.
Beberapa model teoritis ada untuk menjelaskan perilaku, termasuk:
Model impulsif
Ini menyamakan hiperseksualitas dengan ketidakmampuan untuk menunda kepuasan seksual. Namun, sebagian besar ahli membantah model ini.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Mobil Bekas 50 Jutaan Muat 7-9 Orang, Nyaman Angkut Rombongan
- Pandji Pragiwaksono Dihukum Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Denda 2 Miliar
- Daftar Mobil Bekas yang Harganya Paling Stabil di Pasaran
- 7 Parfum Wangi Bayi untuk Orang Dewasa: Segar Tahan Lama, Mulai Rp35 Ribuan Saja
- 3 Pelatih Kelas Dunia yang Tolak Pinangan Timnas Indonesia
Pilihan
-
6 Tablet Memori 128 GB Paling Murah, Pilihan Terbaik Pelajar dan Pekerja Multitasking
-
Heboh Merger GrabGoTo, Begini Tanggapan Resmi Danantara dan Pemerintah!
-
Toyota Investasi Bioetanol Rp 2,5 T di Lampung, Bahlil: Semakin Banyak, Semakin Bagus!
-
Gagal Total di Timnas Indonesia, Kluivert Diincar Juara Liga Champions 4 Kali
-
Rupiah Tembus Rp 16.700 tapi Ada Kabar Baik dari Dalam Negeri
Terkini
-
Cara Efektif Mencegah Stunting dan Wasting Lewat Nutrisi yang Tepat untuk Si Kecil
-
Kisah Pasien Kanker Payudara Menyebar ke Tulang, Pilih Berobat Alternatif Dibanding Kemoterapi
-
Pengobatan Kanker dengan Teknologi Nuklir, Benarkah Lebih Aman dari Kemoterapi?
-
Data BPJS Ungkap Kasus DBD 4 Kali Lebih Tinggi dari Laporan Kemenkes, Ada Apa?
-
Camping Lebih dari Sekadar Liburan, Tapi Cara Ampuh Bentuk Karakter Anak
-
Satu-satunya dari Indonesia, Dokter Ini Kupas Potensi DNA Salmon Rejuran S di Forum Dunia
-
Penyakit Jantung Masih Pembunuh Utama, tapi Banyak Kasus Kini Bisa Ditangani Tanpa Operasi Besar
-
Nggak Sekadar Tinggi Badan, Ini Aspek Penting Tumbuh Kembang Anak
-
Apoteker Kini Jadi Garda Terdepan dalam Perawatan Luka yang Aman dan Profesional
-
3 Skincare Pria Lokal Terbaik 2025: LEOLEO, LUCKYMEN dan ELVICTO Andalan Pria Modern