Suara.com - Kementerian Kesehatan menemukan dampak dua tahun pandemi Covid-19 terhadap status gizi anak di Indonesia.
Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI - dr. Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan, kondisi pandemi berdampak terhadap meningkatnya angka kurang gizi pada anak.
"Masa pandemi memengaruhi stunting, kemungkinan kekurangan gizi sangat berpotensi di masa pandemi. Karena kita tahu saat pandemi pekerja formal di rumahkan, kemudian ada yang di PHK, ada yang informal juga terdampak," kata Nadia saat webinar Gizi Buruk bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Kamis (4/8/2022).
Kemenkes memperkirakan, akibat kondisi pandemi setelah dua tahun itu, menyebabkan peningkatan jumlah bayi kurus menjadi 15 persen atau sekitar 7 juta di seluruh Indonesia.
Menurut Nadia, hal itu terjadi karena terhambatnya program pembangunan kesehatan akibat pembatasan kegiatan untuk mencegah Covid-19 selama dua tahun pandemi.
"Hampir 40 persen program yang bisa dijalankan, sisanya mungkin sama sekali terhenti. Dengan adanya melakukan transformasi pelayanan menjadi pilihan kita untuk mengejar ketertinggalan akselerasi."
"Fokus kita pada transformasi pelayanan kesehatan primer itu mendekatkan layanan kesehatan melalui jejaring dan penguatan fasyankes," tuturnya.
Walaupun secara data, angka stunting di seluruh Indonesia turun dibandingkan pada 2018, tetapi angkanya masih jauh dari target yang dicanangkan oleh presiden Joko Widodo.
Kemenkes mencatat, kasus stunting saat ini masih ada 24,4 persen dari sebelumnya 30,8 persen pada 2018. Sementara target pemerintah pada 2024, angka stunting tersisa 14 persen.
Baca Juga: Kemenkes Angkat Suara Terkait Suspek Cacar Monyet di Jawa Tengah
Nadia menjelaskan, bayi kurang gizi merupakan tahap awal anak menuju stunting. Apabila kurang gizi itu terus terjadi dalam jangka waktu lama, anak berpotensi alami gagal tumbuh dan menjadi stunting.
Selain itu, tingkat kesakitan dan kematian juga lebih tinggi terjadi pada anak yang alami gizi buruk dibandingkan dengan anak gizi baik.
"Intervensi stunting harus dilakukan sebelum dan setelah anak lahir. Kita lihat bahwa bagaimana permasalahan (ibu hamil) anemia itu yang menjadi isu utama. Dan setelah lahir, tentunya protein hewani sebagai makanan pendamping ASI menjadi poin utama," ujarnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Sampaikan Laporan Kinerja, Puan Maharani ke Masyarakat: Mohon Maaf atas Kinerja DPR Belum Sempurna
Pilihan
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
-
Seruan 'Cancel' Elon Musk Bikin Netflix Kehilangan Rp250 Triliun dalam Sehari!
-
Proyek Ponpes Al Khoziny dari Tahun 2015-2024 Terekam, Tiang Penyangga Terlalu Kecil?
Terkini
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
-
Anak Sering Mengeluh Mata Lelah? Awas, Mata Minus Mengintai! Ini Cara Mencegahnya
-
Dokter dan Klinik Indonesia Raih Penghargaan di Cynosure Lutronic APAC Summit 2025
-
Stop Ruam Popok! 5 Tips Ampuh Pilih Popok Terbaik untuk Kulit Bayi Sensitif
-
Fenomena Banyak Pasien Kanker Berobat ke Luar Negeri Lalu Lanjut Terapi di Indonesia, Apa Sebabnya?
-
Anak Percaya Diri, Sukses di Masa Depan! Ini yang Wajib Orang Tua Lakukan!
-
Produk Susu Lokal Tembus Pasar ASEAN, Perkuat Gizi Anak Asia Tenggara
-
Miris! Ahli Kanker Cerita Dokter Layani 70 Pasien BPJS per Hari, Konsultasi Jadi Sebentar