Suara.com - Belakangan ini banyak peristiwa kecelakaan lalu lintas yang menggemparkan di Indonesia. Tapi mirisnya, sangat sedikit orang yang tahu cara pertolongan pertama korban kecelakaan lalu lintas, yang akhirnya membuat mereka meregang nyawa.
Dokter Spesialis Ortopedi Konsultan Bedah Tangan, Lengan Atas dan Bedah Mikro, dr. Aakash, M.Biomed, Sp.OT (K) mengatakan ada banyak kesalahan yang dilakukan saat menolong korban kecelakaan lalu lintas pertama kali. Salah satunya kebanyakan penolong korban kecelakaan malah berfokus pada kondisi fisik korban.
Padahal menurut dr. Aakash yang paling penting yaitu menggunakan pola ABCDE, yaitu airways, breathing, circulation, disability, daan exposure. Pola ini menurut dokter yang juga ahli penanganan trauma hand, anggota gerak atas dan microsurgery ini sesuai dengan panduan ATLS (Advanced Trauma Life Support), yaitu pelatihan atau kursus tentang penanganan terhadap pasien korban kecelakaan.
"Prinsip dasar dari ATLS mengikuti pola ABCDE untuk mempermudah. Pertama ada airway itu jalur napas, breathing itu paru-paru, circulation adalah jantung dan pembuluh darah, disability itu status kesadaran pasien dan E adalah exposure untuk melihat apakah potensi bahaya lain di lokasi kejadian," ujar dr. Aakash melalui keterangan yang diterima suara.com, Rabu (29/5/2024).
Inilah sebabnya saat pasien gawat darurat pertama kali datang ke IGD, umumnya dokter akan lebih dulu mengecek jalur napas pasien itu bagus atau tidak. Apalagi kata dr. Aakash masyarakat perlu memperhatikan saat pasien kecelakaan lalu lintas pengendara motor dan memakai helm, meski kepala terlihat tidak terluka tapi jalur napas korban harus diperhatikan dengan seksama.
"Banyak orang yang naik motor ketika kecelakaan yang harus kita perhatikan adalah jalur napasnya," jelas dokter yang bertugas di Primaya Sport Clinic and Orthopedic Center di Primaya Hospital Bekasi Timur itu.
Untuk menolong korban kecelakaan lalu lintas pengendara motor, setidaknya membutuhkan bantuan dua orang sekaligus untuk membuka helm. Satu orang membantu buka helm agar jalan napas tidak terganggu, dan orang kedua memegang leher korban agar tidak goyang.
"Helmnya dibuka secara perlahan dengan posisi jalur napas terbuka lurus. Intinya yang penting airway tetap harus dipertahankan atau terbuka dan tidak menghalangi napas," papar dr. Aakash.
Sedangkan jika dihadapkan pada cedera kaki korban lalu lintas, yakni berupa kaki hancur maka penting untuk tidak memperburuk kondisi pasien dengan lebih dulu memperhatikan lingkungan sekitar.
Baca Juga: Raisi Tewas Kecelakaan Helikopter, Pemilihan Presiden Iran Akan Digelar pada 28 Juni
"Jika tidak bisa menolong lebih baik membantu memanggil atau menelepon orang yang tepat. Karena saya pernah menangani pasien yang mendapatkan penanganan yang salah, kakinya sudah tidak benar atau tidak di bantu dengan penyangga," paparnya.
"Tapi saya mengerti mungkin beberapa orang tidak paham. Niatnya baik tapi memperburuk kondisi. Secara tehnik memang sebenarnya harus ada pelatihannya sendiri," lanjut dr. Aakash.
Tren cidera tulang karena kecelakan vs olahraga
Namun menariknya, data menunjukan penyebab cedera tulang hingga butuh terapi bahkan operasi bukan yang terbanyak bukan disebabkan karena kecelakaan lalu lintas, melainkan cedera pada rekreasional atlet yang didominasi usia produktif yakni usia 14 hingga 40 tahun.
Hal ini dibenarkan Ketua Primaya Sport Clinic and Orthopedic Center, Spesialis Ortopedi Konsultan Cedera Olahraga, dr. Evan, M.Kes, SpOT (K), FICS, AIFO-K yang menjelaskan rekreasional atlet paling banyak mengalami cedera, yaitu orang yang bukan atlet profesional tapi gemar berolahraga
"Itu karena pemanasan yang kurang, lalu ikut-ikutan teman. Misalnya saya lari langsung 10K, sementara belum pernah lari, karena ikut teman saya itu banyak sekali muncul cedera, cedera paling sering itu secara regional, di lutut (ligamen), angle salah loncat salah jalan dan salah lari, kemudian di bahu," papar dr. Evan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Kecewa Kena PHP Ivan Gunawan, Ibu Peminjam Duit: Kirain Orang Baik, Ternyata Munafik
- Nasib Maxride di Yogyakarta di Ujung Tanduk: Izin Tak Jelas, Terancam Dilarang
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
- Gibran Dicap Langgar Privasi Saat Geledah Tas Murid Perempuan, Ternyata Ini Faktanya
Pilihan
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
-
Dukungan Dua Periode Prabowo-Gibran Jadi Sorotan, Ini Respon Jokowi
-
Menkeu Purbaya Putuskan Cukai Rokok 2026 Tidak Naik: Tadinya Saya Mau Turunin!
Terkini
-
Nada Tarina Pamer Bekas Jahitan Operasi, Kenapa Skoliosis Lebih Rentan pada Wanita?
-
Apa Itu Tylenol: Obat yang Diklaim Donald Trump Bisa Bikin Autis
-
Mengenal Osteosarcoma, Kanker Tulang Ganas yang Mengancam Nyawa Anak dan Remaja
-
Viral Guyonan Lelaki Manja saat Sakit, Dokter Saraf Bongkar Fakta Toleransi Nyeri
-
Bukan Cuma Pekerja, Ternyata Orang Tua juga Bisa Burnout karena Masalah Membesarkan Anak
-
Benarkah Diet Keto Berisiko untuk Kesehatan? Ini Jawaban Ahli
-
Tren Mengkhawatirkan! Mengapa Kasus Kanker pada Anak Muda Meningkat?
-
Gaya Hidup Higienis: Kebiasaan Kecil yang Berdampak Besar bagi Tubuh
-
Mengenal Penyakit Lyme yang Diderita Bella Hadid: Bagaimana Perawatannya?
-
Terapi Imunologi Sel: Inovasi Perawatan Kesehatan untuk Berbagai Penyakit Kronis