Suara.com - Hampir semua orang mungkin pernah mendengar kata "autis" atau "autisme". Namun, barangkali tak semua orang paham makna dari kata tersebut. Autis yang merujuk pada autism spectrum disorder (ASD), merupakan gangguan perkembangan saraf yang memengaruhi perkembangan bahasa anak. Akibatnya, anak kesulitan untuk berkomunikasi, berinteraksi, serta berperilaku.
Mengutip dari laman Halodoc, ASD juga mencakup sindrom Asperger, sindrom Heller, dan gangguan perkembangan pervasif (PPD-NOS). Meski kelainan ini bukan penyakit, tapi kondisi ini membuat mereka yang menyandang kelainan ini mengalami kesulitan memahami apa yang orang lain pikirkan dan rasakan.
Pengidap autis juga sulit untuk mengekspresikan diri, serta memiliki kendala saat belajar. Itu sebabnya, dibutuhkan pengertian, dukungan, hingga sarana dan prasarana yang memadai dari masyarakat untuk para penyandang ASD.
Wakil Menteri Kesehatan RI, Dante Saksono Harbuwono, dalam suatu acara anak berkebutuhan khusus, mengungkap bahwa anak dengan ASD di Indonesia mencapai 2,4 juta atau diperkirakan 1 dari 100 anak menyandang kasus ini. Sayangnya, fenomena ini masih diikuti dengan berbagai stigma negatif yang dilatarbelakangi oleh ketidakpahaman masyarakat mengenai ASD.
Dalam live Instagram bertajuk “Memahami Individu dengan Autisme sebagai Orang Awam”, Anastasia Satriyo, M.Psi., Psikolog Anak & Remaja, menekankan pentingnya diagnosa formal autisme oleh profesional, di semua tingkat usia. Hasil diagnosa tersebut penting untuk meningkatkan edukasi dan penerimaan lingkungan, khususnya orang tua dan sistem pendukung penyandang autisme, agar dapat memahami kebutuhan mereka dan memberikan dukungan yang tepat.
Anastasia menambahkan, dukungan lain yang bisa diberikan masyarakat adalah dengan menghindari kata "autis" sebagai penamaan atau bahan bercanda, karena hal tersebut dapat menyakiti hati pengidap autisme dan pendampingnya. Sebagai alternatif, gunakan istilah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) atau Autism Spectrum Disorder (ASD) untuk menyebutkan keadaan mereka.
Kesadaran masyarakat, edukasi, dan dukungan komunitas menjadi kunci untuk meningkatkan akses informasi, fasilitas, serta dukungan bagi ASD. Untuk itu, Yayasan WINGS Peduli mendukung kegiatan Walk for Autism (WFA) Jakarta 2024, Minggu (28/7/2024), yang diselenggarakan oleh Junior Chamber International (JCI) Chapter Nusantara, Femme dan Jakarta, untuk meningkatkan kesadaran dan penerimaan masyarakat terhadap autisme.
“Anak-anak berkebutuhan khusus adalah bagian dari hidup kita, bisa jadi keluarga, teman, atau tetangga kita. Harapan kami, Walk for Autism Jakarta 2024 ini dapat menggalang perhatian semua pihak untuk mau memahami dan mengakomodasi kebutuhan mereka, di berbagai sektor yang mereka geluti. Sehingga, kita semua dapat mendampingi, memenuhi kebutuhan, serta mewujudkan masa depan yang lebih baik untuk mereka,” ungkap Sheila Kansil, Perwakilan Yayasan WINGS Peduli.
Walk for Autism Jakarta 2024 mengundang masyarakat luas untuk bergabung untuk membangun pemahaman yang lebih mendalam tentang autisme dan menciptakan rasa solidaritas bagi mereka melalui fun walk dan bersama teman-teman ASD, penampilan dari teman-teman ASD, booth bazaar, job fair, hingga business visit dan clinic visit bagi pengunjung yang hadir di sana. Terdapat pula rangkaian acara selanjutnya seperti webinar dan virtual talkshow yang dapat diikuti oleh semua masyarakat melalui Instagram @wfa.nusantara mengenai autisme, seperti pemrosesan sensorik dan perilaku hingga inklusivitas dalam masyarakat.
Baca Juga: Sebut Autis saat Live, Sandy dan Shakira Peserta Clash of Champions Minta Maaf
Perwakilan JCI Nusantara mengatakan bahwa lingkungan inklusif merupakan salah satu upaya untuk mendukung potensi diri anak autis, yang dapat diwujudkan melalui kolaborasi.
Chyntia Iswantoro, Project Director Walk for Autism Jakarta 2024 menyampaikan, “Dukungan Yayasan WINGS Peduli dalam kegiatan ini telah membantu kami untuk mengajak masyarakat ikut serta mengulurkan tangan dan berjalan bersama teman-teman ASD melalui rangkaian kegiatan Walk for Autism. Harapannya, melalui keterlibatan berbagai pihak, stigma negatif mengenai ASD bisa terkikis dan tergantikan dengan semangat kolaborasi untuk dapat mendukung mereka mandiri dan berkontribusi dalam berbagai bidang.”
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
- 7 Sepatu Murah Lokal Buat Jogging Mulai Rp100 Ribuan, Ada Pilihan Dokter Tirta
Pilihan
-
Kredit Nganggur Tembus Rp2,509 Triliun, Ini Penyebabnya
-
Uang Beredar Tembus Rp9891,6 Triliun per November 2025, Ini Faktornya
-
Pertamina Patra Niaga Siapkan Operasional Jelang Merger dengan PIS dan KPI
-
Mengenang Sosok Ustaz Jazir ASP: Inspirasi di Balik Kejayaan Masjid Jogokariyan
-
Gagal di Sea Games 2025, Legenda Timnas Agung Setyabudi Sebut Era Indra Sjafri Telah Berakhir
Terkini
-
GTM pada Anak Tak Boleh Dianggap Sepele, Ini Langkah Orang Tua untuk Membantu Nafsu Makan
-
Waspada! Pria Alami Sperma Kosong hingga Sulit Punya Buat Hati, Dokter Ungkap Sebabnya
-
Standar Global Layanan Kesehatan Kian Ditentukan oleh Infrastruktur Rumah Sakit
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan