Suara.com - Kanker payudara punya peluang sembuh lebih besar ditemukan sejak stadium awal. Salah satu caranya dengan rutin melakukan Sadari alias periksa payudara sendiri. Lantas, kapan waktu terbaik lakukan sadari?
Fakta menarik diungkap Dokter Subspesialis Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam MRCCC Siloam Hospitals, Dr. dr. Andhika Rahman, Sp.PD-KHOM yang mengatakan waktu terbaik periksa payudara sendiri alias Sadari yaitu setelah menstruasi. Ini karena pada di tahap ini kondisi payudara tidak dipengaruhi hormon yang naik turun.
Bahkan menurutnya, sebelum menstruasi sangat tidak disarankan lakukan sadari karena kerap memicu rasa nyeri yang hebat akibat hormon yang melonjak.
“Ya, jadi ada periode di mana hormon itu paling tinggi ketika menjelang menstruasi. Dan saat itu, payudara sedang dikuasai oleh hormon. Ketika kita melakukan pemerisaan, USG juga itu susah karena nyeri, “ ujar Dr. Andhika dalam acara edukasi untuk memperingati Hari Kartini oleh Siloam MRCCC Hospital bersama Roche Indonesia di Jakarta, Selasa (22/4/2025).
Bukan cuma nyeri, menjelang menstruasi kata Dr. Andhika tubuh perempuan cenderung ‘bengkak-bengkak’ karena pengaruh hormon, kondisi ini juga terjadi pada payudara. Hasilnya jika lakukan Sadari sebelum menstruasi maka lebih sulit dikenali karena bisa jadi benjolan di payudara sebagai tanda awal kanker, bukan disebabkan tumor ganas atau jinak tapi perubahan hormon.
“Maksudnya (sebelum menstruasi) itu masa-masa payudara memang normalnya itu bengkak-bengkak. Jadi susah untuk melakukan USG maupun pemerisaan. Kalau istilahnya ‘senggol bacok’, nyeri banget kalau begitu,” kata dia.
Selanjutnya, apabila perempuan tersebut sudah selesai menstruasi maka waktu terbaik lakukan periksa payudara atau Sadari, yaitu antara hari ke-7 hingga ke-10 setelah menstruasi.
“Menjelang selesai menstruasi sampai 10 hari itu, itu sedang kosong, kering. Nah, di saat itulah kita bisa mendeteksi, mengetahui bahwa kalau si payudara sedang tidak dikontrol oleh hormon, harusnya nggak ada apa-apa nih mestinya. Tapi kalau ada apa-apa, misalnya benjolan, berarti benjolan ini bukan benjolan yang terkait hormon (bisa tumor jinak atau kanker),” papar Dr. Andhika.
Ia menambahkan, penting juga untuk memperhatikan konsistensi periksa payudara atau Sadar, misalnya 2 minggu sekali, sebulan sekali dengan jam yang sama. Bahkan Dr. Andhika menyarankan lakukan sadar saat sedang mandi sembari menggunakan sabun, menurutnya akan lebih mudah.
Baca Juga: 7 Pengobatan Alami untuk Nyeri Haid yang Terbukti Ampuh dari Rempah Indonesia
“Kalau kami (dokter) kan mengerjakannya palpasi (periksa fisik diraba/disentuh) gitu. Kalau orang awam cukup dengan melakukannya dengan meraba, apalagi dengan sabun lebih enak lagi,” terangnya sembari memberikan materi edukasi bertajuk Together We: Thrive: Oncooogist & Patient In Conversation bersama komunitas Samudera Kasih.
“Sebenarnya, kalau buat saya sih, punya sendiri, any time mau dikerjain silahkan. Tapi yang penting punya ritme. Kalau mau dikerjakan 3 bulan sekali, silahkan 3 bulan sekali kerjain,” lanjutnya.
Perlu diketahui, data The Global Cancer Observatory (Globocan) 2022 mencatat bahwa kanker payudara merupakan jenis kanker paling banyak ditemukan di Indonesia dengan lebih dari 66.000 kasus baru per tahun.
Lebih mirisnya lagi, kanker payudara menjadi penyebab kematian lebih dari 22.000 wanita Indonesia setiap tahunnya. Walaupun sudah banyak opsi terapi yang tersedia, lebih dari 70% pasien datang dalam kondisi lanjut (stadium III - IV), membuat opsi pengobatan menjadi lebih terbatas dan memperkecil kemungkinan sembuh sepenuhnya.
Dari tingginya data kematian inilah, menurut Dr. Andhika sangat penting kaum hawa lakukan deteksi dini seperti periksa payudara sendiri atau Sadari untuk meningkatkan peluang kesembuatan dan mempercepat penanganan. Apalagi pengobatan kanker payudara di Indonesai bisa menggunakan jaminan kesehatan nasional (JKN) seperti BPJS Kesehatan.
“Diagnosis yang akurat adalah fondasi dari semua pengobatan kanker. Biopsi, khususnya core needle biopsy dengan panduan USG, mampu memberikan gambaran lengkap tentang jenis dan sifat kanker. Ini sangat krusial untuk menentukan terapi yang paling tepat bagi pasien,” pungkas Dr. Andhika.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- 5 Sepatu Lokal Senyaman Hoka Ori, Cushion Empuk Harga Jauh Lebih Miring
Pilihan
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
-
6 Smartwatch Layar AMOLED Murah untuk Mahasiswa dan Pekerja, Harga di Bawah Rp 1 Juta
Terkini
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat
-
Di Balik Prestasi Atlet, Ada Peran Layanan Kesehatan yang Makin Krusial