Lifestyle / Female
Senin, 04 Mei 2015 | 18:19 WIB
Nina Radinah Taryaman (81), pakar Shiatsu. (Foto: suara.com)

Suara.com - Hidup bagaikan air yang mengalir. Itulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan perjalanan hidup seorang Nina Radinah Taryaman (81).

Ia sama sekali tak menyangka menjadi terapis shiatsu yang kini begitu dikenal oleh banyak orang termasuk dokter, padahal dulunya seorang penari Istana Presiden di era kepemimpinan Presiden Ir Soekarno.

“Itulah rahasia hidup, sebagai manusia, saya hanya berusaha dan menjalani saja. Kalau sewaktu muda dulu menghibur orang lewat seni tari, kini membantu orang lewat terapi shiatsu,” jelasnya saat ditemui Suara di kediaman sekaligus tempat praktiknya di daerah Gadog, Puncak, Bogor, Jawa Barat, Minggu (3/5/2015).

Meski usianya telah senja, perempuan yang akrab disapa Bunda Nina ini masih gesit dan cekatan saat menerapi pasien-pasiennya. Jari-jemari tangannya begitu lincah dan bertenaga saat menekan-nekan titik-titik saraf pada tubuh pasien.

Saat Suara berkunjung ke ruang praktiknya pagi itu, ada empat orang yang masih menunggu giliran diterapi oleh Bunda Nina. Ada yang mempunyai keluhan stres, kolesterol, darah tinggi, dan pembengkakan otot di punggungnya.

“Saya sudah beberapa kali di shiatsu di sini, syukurlah stres saya mulai bisa dikendalikan lebih baik, tubuh dan pikiran pun jadi rileks berkat terapi ini dan pola hidup sehat,” ujar seorang pengunjung.  

Berawal dari Mimpi Bertemu Soekarno
Lantas, bagaimana awalnya Bunda Nina terjun di dunia pengobatan alternatif ini? “Mulanya dari mimpi bertemu dengan Pak Karno (Presiden Soekarno, red). Dalam mimpi itu, beliau sedang dipijat. Di situ saya duduk dekat dengannya, lalu Pak Karno bilang: lanjutkan ya?” ceritanya mengingat mimpi tersebut.

Disodori pernyataan tersebut, sontak saja Bunda Nina bingung, lalu dalam mimpi tersebut ia bertanya lagi: “lanjutkan apa Pak?” yang dijawab Pak Karno dengan kata-kata: “lanjutkan saja dengan benar.”

Setelah itu terbangunlah Bunda Nina dari tidurnya. Ia terus memikirkan makna dari mimpinya itu. “Saya masih bingung waktu itu, maksudnya apa ya? Apa saya diminta meneruskan menari, tapi usia saya ‘kan sudah tua. Atau saya disuruh melanjutkan memijat, karena waktu itu saya memang belajar shiatsu dari seorang professor asal Jepang,” cerita anak dari sastrawan ternama, Sutan Perang Bustami ini.

Keragu-raguannya ini mulai terjawab tatkala Bunda Nina menolong seorang teman yang berprofesi sebagai dokter hewan yang mengeluh badannya drop. Lalu ia memijatnya dengan terapi shiatsu.

Alhasil, sang dokter itu mengaku badannya lebih segar dan penglihatannya pun jadi terang kembali. Tak disangka setelah menolongnya, sebulan kemudian Bunda Nina diminta menolong temannya yang mengalami stres berat setelah suaminya meninggal.

“Akibat stres berat itu, temannya itu yang juga seorang dokter kesulitan bergerak, nggak bisa angkat barang dan lain-lain. Syukurlah setelah saya shiatsu, dia bisa beraktifitas lagi, bisa mencuci pakaian dan lain-lain,” jelas Bunda Nina yang kerap memberikan pelatihan shiatsu kepada para dokter dan tenaga medis lainnya.

Setelah beberapa kali berhasil menolong orang melalui terapi itulah, ia semakin termotivasi untuk menekuni shiatsu.

Teknik Pijat dari Jepang
Shiatsu itu sendiri, kata Bunda Nina, berasal dari bahasa Jepang yang terdiri dari kata “shi” (jari) dan “atzu” (tekanan). Ia menjelaskan bahwa shiatsu yang dipraktikkannya selama ini merupakan teknik pijat yang dikembangkan oleh Tokujiro Namikoshi, pendiri Nippon Shiatzu Shool di Jepang.

Menurut teori shiatsu, kata perempuan yang hobi membaca ini, titik saraf utama dalam pemijatan mempunyai hubungan dengan titik bagian tubuh lainnya. Inilah yang menjadi alasan mengapa ketika memijat titik-titik saraf utama akan terjadi kesembuhan pada bagian-bagian yang sakit.

“Jadi yang ditekan adalah titik sarafnya, sama persis dengan titik-titik saraf yang dipakai dalam akupuntur. Hanya saja dalam shiatsu, pijatan awal dilakukan ke seluruh tubuh, setelah itu barulah pijatan lebih banyak dilakukan di bagian tubuh yang bermasalah,” jelas perempuan yang piawai juga dalam ilmu beladiri, pencak silat ini.

Sejak tahun 1964 menekuni shiatsu, sudah banyak pasien yang ditangani Bunda Nina. Nah, dari sekian banyak pasien tersebut, lanjut dia, stres dan depresilah yang paling banyak ditanganinya.
“Menurut saya, sebagian besar penyakit sumber sebenarnya berasal dari pikiran dan hati. Ini ‘kan semua berarti berawal dari gangguan saraf. Gangguan inilah yang kemudian memicu penyakit fisik,” ujar perempuan kelahiran Bandung, 30 Agustus 1934 ini.

Penyakit fisik yang bisa muncul akibat stres ini, kata Bunda Nina, bisa berupa tekanan darah tinggi, kolesterol, maag, migrain atau vertigo, diabetes, stroke bahkan kanker.

“Yang jelas, bagian tubuh mana yang lemah, itulah yang diserang. Kalau kepala yang lemah, jadinya bisa migraine atau vertigo, kalau lambungnya yang lemah jadinya penyakit maag dan begitu seterusnya,” terang perempuan yang gemar menyantap salad dan makaroni ini.

Rahasia Sehat
Jadi, menurut Bunda Nina, kunci utama dalam menjaga kesehatan tubuh adalah bagaimana seseorang mampu mengelola stres dan emosinya dengan bijak sekaligus menjaga gaya hidupnya untuk menurunkan risiko terkena penyakit.

“Stres memang sulit dihindarkan, tapi Anda harus bisa mengendalikannya dengan baik. Jangan sampai energi negatif tersebut mempengaruhi kesehatan kita. Jadi, harus dialihkan pada hal-hal yang positif, misalnya bersyukur apapun yang dimiliki setelah berusaha semaksimal mungkin dan ikhlas tentunya,” imbuhnya.

Lantas, apa sih rahasianya agar tetap sehat dan bugar seperti Bunda Nina meski usianya sudah berkepala delapan?

“Sederhana saja, menjaga pola hidup sehat seperti olahraga setiap hari minimal satu kali setiap pagi, makan makanan yang sehat dengan porsi yang cukup, bisa mengukur diri biar nggak stres dan mensyukuri apa yang dimiliki, itu saja,” jelas perempuan yang memiliki 14 cucu dan 14 cicit ini.

Berkat gaya hidupnya yang sehat itu, Bunda Nina masih sanggup melakukan aktivitas outdoor seperti hiking ke Gunung Padang, Cianjur, yang dilakukannya belum lama ini. Padahal di gunung tersebut ada 750 anak tangga yang harus dilaluinya.

Bisa dibayangkan betapa tubuhnya masih sangat fit meski kerutan sudah menghiasi seluruh tubuhnya. “Saya juga nggak nyangka masih sanggup mendaki gunung. Ini sudah keempat kalinya saya mendaki Gunung Padang,” ucapnya bangga.

Jadi, kalau Anda ingin memiliki tubuh sehat dan bugar hingga usia senja, gaya hidup sehat yang dijalani Bunda Nina bisa dijadikan contoh.

Load More