Suara.com - 10 tahun setelah gempa dan bencana tsunami meluluh lantakkan Aceh, penduduk Aceh telah bangkit kebali dan melupakan dukanya. Namun trauma akibat dahsyatnya tsumani tak begitu saja hilang. Menurut Yulia Direskia, Psikolog Tsunami and Disater Mitigation Research Center (TDMRC) Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, secara psikologi, masyarakat Aceh belum siap menghadapi jika bencana kembali melanda.
Trauma gempa dan tsunami masih belum hilang dari ingatan mereka, katanya. "Ketika terjadi gempa, mereka panik dan tidak bisa mengendalikan diri. Kepanikan itu membuat mereka kesulitan mengendalikan kerja otak. Mereka kalang kabut saat hendak menyelamatkan diri. Padahal, pengendalian kepanikan sangat penting saat evakuasi dari bencana tsunami," katanya.
Menurut Yulia, ketika gempa terjadi, pikiran sebagian besar penduduk Aceh kembali menerawang ke tsunami 2004. Bahwa ombak besar akan menggulung mereka. "Padahal, jika mereka tidak panik, setelah gempa, warga memiliki waktu beberapa menit guna lari menyelamatkan diri. Karena panik, mereka malah tidak bisa berpikir untuk menyelamatkan diri," katanya.
Setelah tsunami 2004, pemerintah membangun 50 unit sirene peringatan tsunami di seluruh daerah rawan di Indonesia. Dari jumlah ini, enam di Banda Aceh dan Aceh Besar. Namun, sebagian besar masyarakat Aceh tidak bisa berpegang pada sistem peringatan ini.
Sugiarto, penduduk Kajhu, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar, yang tinggal di sekitar sirene mengatakan bahwa alat tersebut belum bisa dijadikan patokan. Pasalnya, pernah dua kali bermasalah. "Pertama Juni 2007, tiba-tiba sirene tsunami berbunyi keras, padahal tidak terjadi gempa," ujarnya.
Kesalahan berulang saat terjadi gempa dengan kekuatan 8,5 SR, 11 April 2012. Meskipun BMKG menyebutkan gempa berpotensi tsunami, tidak satupun sirene berbunyi. "Padahal, dalam setiap simulasi, sembilan menit setelah gempa jika berpotensi tsunami, sirene harusnya berbunyi," kata Nurdin, warga Blang Oi, Kota Banda Aceh.
Dari enam sirene di Aceh, saat itu yang berbunyi hanya yang di kantor Gubernur Aceh. Itu pun setelah petugas menyalakannya secara manual. Seperti kata Nurdin, karena kesalahan-kesalahan itu, penduduk sudah tidak percaya. Oleh karena itu, jika gempa kuat, sirene tidak berbunyi, mereka lansgung menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
Terkini
-
Kemensos Siapkan Jaminan Hidup Korban Bencana Sumatra Selama 3 Bulan
-
Kubu Roy Suryo Ungkap Detik-detik 'Penyusup' Kepergok Masuk Ruang Gelar Perkara Kasus Ijazah Jokowi
-
Prabowo Kunjungan di Sumatra Barat, Tinjau Penanganan Bencana dan Pemulihan Infrastruktur
-
Viral Tumpukan Sampah Ciputat Akhirnya Diangkut, Pemkot Tangsel Siapkan Solusi PSEL
-
KPK Buka Peluang Periksa Istri Ridwan Kamil di Kasus Korupsi Bank BJB, Sebut Perceraian Tak Pengaruh
-
Membara Kala Basah, Kenapa Kebakaran di Jakarta Justru Meningkat Saat Hujan?
-
Keroyok 'Mata Elang' Hingga Tewas, Dua Polisi Dipecat, Empat Lainnya Demosi
-
Disebut-sebut di Sidang Korupsi Chromebook: Wali Kota Semarang Agustina: Saya Tak Terima Apa Pun
-
Kemenbud Resmi Tetapkan 85 Cagar Budaya Peringkat Nasional, Total Jadi 313
-
Bukan Sekadar Viral: Kenapa Tabola Bale dan Tor Monitor Ketua Bisa Menguasai Dunia Maya?