Plt Ketua KPK Taufiequrachman dan empat Wakil Ketua KPK: Johan Budi, Adnan Pandu, Indriyanto Seno Adjie, dan Zulkarnaen [suara.com/Oke Atmaja]
Deputi Koordinator Indonesia Corruption Watch Ade Irawan angkat bicara soal operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Adriansyah di Swiss Belhotel, Bali, Kamis (9/4/2015) malam.
Ade memiliki dugaan kasus tersebut merupakan salah satu usaha Adriansyah untuk mengumpulkan dana dalam kaitan dengan menjelang pemilihan kepala daerah.
Kasus tersebut, menurut Ade, tidak terkait dengan jabatan Adriansyah sebagai anggota Komisi IV. Jika dilihat dari latar belakang yang bersangkutan, kata Ade, kasus ini terjadi lantaran posisi Adriansyah yang cukup berpengaruh di Kalimantan Selatan.
Lebih jauh Ade mengatakan menjelang pemilukada langsung 2015, praktek korupsi semakin marak. Lantaran para calon kepala daerah yang hendak maju ke medan laga pemilihan memerlukan biaya yang tidak sedikit.
"Korupsi dengan paham-paham Pemilu pilkada maka sudah jelas. Pengumpulan dana-dana politik bukan hal baru," kata Ade Irawan di Jakarta Pusat, Minggu (12/4/2015).
Ade mengacungi jempol kepada tindakan penyidik KPK terhadap politisi PDI Perjuangan itu, pascadua pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, dinonaktifkan oleh Presiden Joko Widodo setelah menangani kasus Komisaris Jenderal Budi Gunawan.
"Kalau dianggap sebagai awal kebangkitan saya sepakat kita menggunakan terminologi itu. Masih pada tahapan awal. Ini, kan ibarat cicak dan buaya baru selesai bertarung, luka-luka cicak belum sepenuhnya sembuh," katanya.
Menurut Ade KPK saat ini mencoba berpindah dari persoalan kasus Budi Gunawan yang sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Agung. KPK mulai fokus menangani kasus-kasus yang prosesnya tersendat. Salah satunya kasus Suryadharma Ali.
"Kemudian, operasi-operasi yang dimulai dari laporan masyarakat, seperti kasus tangkap tangan kemarin yang baru saja dilakukan di Bali. Ini menurut saya merupakan momentum mencoba untuk memperbaiki diri. Kemudian, untuk mengembalikan staminanya ke kondisi semula pascakasus KPK juga yang juga melibatkan kepolisian," kata dia.
Namun, Ade beranggapan persoalan ini belum selesai, baik kepolisian dan KPK harus menyelesaikan banyak persoalan lainnya.
"Masih banyak fiksi-fiksi yang lain menurut saya yang potensi terus terjadi. Dan, KPK coba keluar dari persoalan itu dan tetap memfokuskan diri pada penyelesaian kasus-kasus," katanya.
Penyidik KPK menangkap Adriansyah di Swiss belhotel, Kamis (9/4/2015) sekitar pukul 18.45 Wita. Ia ditangkap bersama anggota polisi Brigadir Agung Kristiyanto saat sedang melakukan transaksi. Dari lokasi itu, penyidik menyita uang sebesar Rp500 juta dalam pecahan dollar Singapura dan rupiah.
Saat bersamaan, penyidik juga menangkap seorang pengusaha bernama Andrew di Jakarta. Andrew diduga sebagai pihak yang memberikan uang.
Ade memiliki dugaan kasus tersebut merupakan salah satu usaha Adriansyah untuk mengumpulkan dana dalam kaitan dengan menjelang pemilihan kepala daerah.
Kasus tersebut, menurut Ade, tidak terkait dengan jabatan Adriansyah sebagai anggota Komisi IV. Jika dilihat dari latar belakang yang bersangkutan, kata Ade, kasus ini terjadi lantaran posisi Adriansyah yang cukup berpengaruh di Kalimantan Selatan.
Lebih jauh Ade mengatakan menjelang pemilukada langsung 2015, praktek korupsi semakin marak. Lantaran para calon kepala daerah yang hendak maju ke medan laga pemilihan memerlukan biaya yang tidak sedikit.
"Korupsi dengan paham-paham Pemilu pilkada maka sudah jelas. Pengumpulan dana-dana politik bukan hal baru," kata Ade Irawan di Jakarta Pusat, Minggu (12/4/2015).
Ade mengacungi jempol kepada tindakan penyidik KPK terhadap politisi PDI Perjuangan itu, pascadua pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, dinonaktifkan oleh Presiden Joko Widodo setelah menangani kasus Komisaris Jenderal Budi Gunawan.
"Kalau dianggap sebagai awal kebangkitan saya sepakat kita menggunakan terminologi itu. Masih pada tahapan awal. Ini, kan ibarat cicak dan buaya baru selesai bertarung, luka-luka cicak belum sepenuhnya sembuh," katanya.
Menurut Ade KPK saat ini mencoba berpindah dari persoalan kasus Budi Gunawan yang sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Agung. KPK mulai fokus menangani kasus-kasus yang prosesnya tersendat. Salah satunya kasus Suryadharma Ali.
"Kemudian, operasi-operasi yang dimulai dari laporan masyarakat, seperti kasus tangkap tangan kemarin yang baru saja dilakukan di Bali. Ini menurut saya merupakan momentum mencoba untuk memperbaiki diri. Kemudian, untuk mengembalikan staminanya ke kondisi semula pascakasus KPK juga yang juga melibatkan kepolisian," kata dia.
Namun, Ade beranggapan persoalan ini belum selesai, baik kepolisian dan KPK harus menyelesaikan banyak persoalan lainnya.
"Masih banyak fiksi-fiksi yang lain menurut saya yang potensi terus terjadi. Dan, KPK coba keluar dari persoalan itu dan tetap memfokuskan diri pada penyelesaian kasus-kasus," katanya.
Penyidik KPK menangkap Adriansyah di Swiss belhotel, Kamis (9/4/2015) sekitar pukul 18.45 Wita. Ia ditangkap bersama anggota polisi Brigadir Agung Kristiyanto saat sedang melakukan transaksi. Dari lokasi itu, penyidik menyita uang sebesar Rp500 juta dalam pecahan dollar Singapura dan rupiah.
Saat bersamaan, penyidik juga menangkap seorang pengusaha bernama Andrew di Jakarta. Andrew diduga sebagai pihak yang memberikan uang.
Komentar
Berita Terkait
-
Uang Pensiun DPR Digugat ke MK, Dasco: Apa pun Putusannya Kami Tak Berkeberatan
-
Ernest Prakasa Dukung Usulan Anggota DPR Tak Dapat Uang Pensiun: Sungguh Tidak Masuk Akal!
-
Uya Kuya Nangis! Anak Istrinya Jadi Sasaran Hinaan Pasca Rumah Dijarah
-
2 Kelompok Masyarakat Ngadu ke Fraksi PDIP DPR, Keluhkan Kerusakan Lingkungan dan Konflik Tanah
-
Kanal Banjir Barat Disulap Jadi Ruang Wisata, Pemprov DKI Targetkan Rampung 2026
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Sampaikan Laporan Kinerja, Puan Maharani ke Masyarakat: Mohon Maaf atas Kinerja DPR Belum Sempurna
Pilihan
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
-
Seruan 'Cancel' Elon Musk Bikin Netflix Kehilangan Rp250 Triliun dalam Sehari!
-
Proyek Ponpes Al Khoziny dari Tahun 2015-2024 Terekam, Tiang Penyangga Terlalu Kecil?
Terkini
-
Dolar Diramal Tembus Rp20.000, Ekonom Blak-blakan Kritik Kebijakan 'Bakar Uang' Menkeu
-
'Spill' Sikap NasDem: Swasembada Pangan Harga Mati, Siap Kawal dari Parlemen
-
Rocky Gerung 'Spill' Agenda Tersembunyi di Balik Pertemuan Jokowi dengan Abu Bakar Ba'asyir
-
Kriminalisasi Masyarakat Adat Penentang Tambang Ilegal PT Position, Jatam Ajukan Amicus Curiae
-
Drama PPP Belum Usai: Jateng Tolak SK Mardiono, 'Spill' Fakta Sebenarnya di Muktamar X
-
Horor MBG Terulang Lagi! Dinas KPKP Bongkar 'Dosa' Dapur Umum: SOP Diabaikan!
-
Jalani Kebijakan 'Koplaknomics', Ekonom Prediksi Indonesia Hadapi Ancaman Resesi dan Gejolak Sosial
-
Mensos Gus Ipul Bebas Tugaskan Staf Ahli yang Jadi Tersangka Korupsi Bansos di KPK
-
Detik-detik Bus DAMRI Ludes Terbakar di Tol Cikampek, Semua Penumpang Selamat
-
Titik Didih Krisis Puncak! Penutupan Belasan Tempat Wisata KLH Picu PHK Massal, Mulyadi Geram