Suara.com - Di tengah perdebatan panas soal kebijakan luar negeri Washington terhadap Teheran, salah seorang senator Amerika Serikat Tom Cotton yang dikenal rajin mengritik perundingan nuklir menggunakan Twitter untuk menyerang Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif.
Melalui media sosial tersebut, Cotton menantang Zarif datang ke Washington untuk berdebat soal "sejarah tirani, pengkhianatan, dan teror", yang pernah dilakukan Iran.
Tantangan tersebut disampaikan, setelah Zarif menyebut nama Cotton saat berpidato di Universitas New York.
Zarif mengatakan, bahwa sanksi terhadap Iran akan dicabut jika kesepakatan internasional tercapai soal program nuklir Teheran.
"Tidak peduli apakah Senator Cotton menyukainya atau tidak,” seru Zarif.
Cotton, politisi Partai Republik asal negara bagian Arkansas, menyerang balik sang menteri luar negeri dengan mengatakan bahwa Zarif "bersembunyi" di Amerika Serikat saat negaranya berperang dengan Irak pada 1980-an.
Padahal, pada masa tersebut, Zarif (58) menempuh pendidikan di Amerika Serikat.
"Anda tidak menunjukkan keberanian dengan bersembunyi di Amerika Serikat saat negara Anda berperang untuk menyelamatkan diri. Anda justru menunjukkan sikap pengecut yang juga masih nampak pada hari ini," tulis Cotton, yang merupakan mantan kapten angkatan bersenjata Amerika Serikat.
Juru bicara Cotton mengatakan, bahwa sang senator sendiri yang menulis status di Twitter tersebut.
Saat menanggapi serangan Cotton, Zarif merespon dengan menulis bahwa "diplomasi yang serius, bukan fitnah, adalah apa yang dibutuhkan oleh kami."
Zarif juga tidak menunjukkan tanda-tanda kemarahan atas pernyataan Cotton dan bahkan memberi selamat atas kelahiran anak pertama sang senator.
"Semoga Anda dan keluarga Anda diberkahi dengan kehadiran dia (sang anak)," kata Zarif.
Pada Maret, Cotton menulis surat soal Iran yang ditandatangani oleh 47 dari 57 senator Amerika Serikat.
Surat itu berisi peringatan bahwa kesepakatan nuklir yang dicapai oleh Presiden Barack Obama dengan Iran hanya akan bertahan selama Partai Demokrat berkuasa.
Tindakan Cotton itu merupakan intervensi atas politik luar negeri pemerintah Amerika Serikat yang jarang dilakukan oleh Senat dan sempat memicu kemarahan dari Gedung Putih dan Partai Demokrat. (Reuters/Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- 17 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 20 September: Klaim Pemain 110-111 dan Jutaan Koin
- Siapa Zamroni Aziz? Kepala Kanwil Kemenag NTB, Viral Lempar Gagang Mikrofon Saat Lantik Pejabat!
- Prompt Gemini AI untuk Edit Foto Masa Kecil Bareng Pacar, Hasil Realistis dan Lucu
- Bali United: 1 Kemenangan, 2 Kekalahan, Johnny Jansen Dipecat?
- 10 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 21 September 2025, Kesempatan Klaim Pemain OVR 110-111
Pilihan
-
Stanley Matthews: Peraih Ballon dOr Pertama yang Bermain hingga Usia 50 Tahun
-
Jordi Amat Tak Sabar Bela Timnas Indonesia Hadapi Arab Saudi
-
Hasil BRI Super League: Persib Menang Comeback Atas Arema FC
-
Malaysia Turunin Harga Bensin, Netizen Indonesia Auto Julid: Di Sini yang Turun Hujan Doang!
-
Drama Bilqis dan Enji: Ayu Ting Ting Ungkap Kebenaran yang Selama Ini Disembunyikan
Terkini
-
Bikin 'Sus'! KPU Bantah Ubah Data Gibran, tapi Akui Selidiki Perubahan Tampilan Website
-
Marak Kasus Anak Keracunan MBG, Kepala BPOM Buka Suara: Ini Pembelajaran Bagi Kita
-
Instruksi Bahlil: Kader Golkar Wajib Peka Sosial dan Kawal Program Nasional Tanpa Kompromi
-
Ada 400.000 Lowongan Kerja di Jerman, Pemerintah Push SMK Genjot Skill Bahasa Asing Sejak Kelas 1
-
Wamen Stella Jelaskan Skema Sekolah Garuda: 80 Persen Gratis 20 Persen Berbayar, Prioritas Prestasi!
-
Tiga Kecelakaan dalam Sebulan, TransJakarta Gandeng KNKT Audit Total, Gubernur DKI Turun Tangan
-
Jelang Hari Tani 2025, AGRA Sebut Kebijakan Agraria Pemerintahan Prabowo Hanya Untungkan Elite
-
Gara-gara Tak Dibuatkan Mie Instan, Suami di Cakung Tega Bakar Istri hingga Tewas
-
Mahasiswi IPB Jadi Korban Pengeroyokan Brutal Sekuriti PT TPL, Jaket Almamater Hangus Dibakar
-
Pemda Diingatkan Mendagri Agar Realisasikan Pendapatan dan Belanja Sesuai Target