Suara.com - Pemerintah Myanmar memberlakukan undang-undang pengendali pertambahan penduduk. Aktivis hak asasi manusia menuding, undang-undang tersebut ditujukan terhadap etnis minoritas, dalam hal ini warga Muslim Rohingya.
Guardian melansir, Senin (25/5/2015), ada ketakutan komunitas Budha di Myanmar populasi Rohingya di sana terus bertambah. Sebab tercatat angka kelahiran etnis Rohingya terus melonjak.
Maka itu Pemerintah Myanmar tengah mengatur sebuah kontrol hukum untuk membatasi jumlah kelahiran penduduknya. Di Indonesia hukum itu bernama KB atau Keluarga Berencana. Namun berbeda dengan KB di Myanmar.
Undang-undang itu lahir lantaran kelompok penolak Rohingya takut jumlah etnis dari Bangladesh itu terus bertambah. Dalam UU yang ditandatangani Presiden Thein Sein itu mengatur jarak lama kelahiran perempuan di Myanmar. Ibu yang sudah melahirkan, boleh melahirkan kembali pada 36 bulan kemudian.
WHO sebenarnya mendukung aturan itu untuk menekan angka kematian anak. Namun UU KB Myanmar itu mempunyai alasan dibuatnya aturan itu lantaran sejumlah besar migran di Myanmar mempunyai pertumbuhan penduduk yang tinggi karena tingkat kelahirannya juga tinggi. Sehingga berdampak negatif pada pembangunan daerah. Namun kalangan Internasional khawatir jika pemberlakuan UU itu justru hanya untuk menekan etnis Rohingya.
Dugaan itu dikonfirmasi kepada Biksu Ashin Wirathu. Kata dia, jika Rancangan Undang-Undang KB itu disahkan, bisa menghentikan pertumbuhan Rohingya. Itu dia katakan pada majalanh lokal, The Irrawaddy.
"Jika RUU tersebut disahkan, bisa menghentikan (kelompok) Bengali yang menyebut diri Rohingya, yang mencoba untuk menguasai," katanya.
"[RUU] dirancang untuk kesehatan. Organisasi Kesehatan Dunia juga menyarankan interval 3 tahun antara masing-masing anak," tambah Ashin Wirathu.
Ada 3 UU kontroversi lagi yang akan diberlakukan di Myanmar. Di antaranya UU perpindahan agama, UU perkawinan antar agama, dan UU pelarangan perselingkuhan. Semua draf UU itu sudah disetujui oleh DPR Myanmar. Hanya akan dilakukan sedikit perubahan menjelang disetujui presiden.
Aktivis Perempuan Myanmar, Khon Ja yakin UU itu khusus 'menyerang' Rohingya. Namun siapapun bisa kena.
"Targetnya adalah Rohingya. Tapi hukum itu bisa menyerang siapa saja," kata Kho Ja.
Dia takut hukum ini akan menyerang ibu yang terlanjur hamil. Ibu itu akan dipenjara dipaksa aborsi. Meski tidak ada ancaman aborsi dalam UU itu. (Guardian)
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
- 7 Sepatu Murah Lokal Buat Jogging Mulai Rp100 Ribuan, Ada Pilihan Dokter Tirta
Pilihan
-
Indosat Gandeng Arsari dan Northstar Bangun FiberCo Independent, Dana Rp14,6 Triliun Dikucurkan!
-
Kredit Nganggur Tembus Rp2,509 Triliun, Ini Penyebabnya
-
Uang Beredar Tembus Rp9891,6 Triliun per November 2025, Ini Faktornya
-
Pertamina Patra Niaga Siapkan Operasional Jelang Merger dengan PIS dan KPI
-
Mengenang Sosok Ustaz Jazir ASP: Inspirasi di Balik Kejayaan Masjid Jogokariyan
Terkini
-
Bupati Bekasi dan Ayah Dicokok KPK, Tata Kelola Pemda Perlu Direformasi Total
-
Menteri Mukhtarudin Terima Jenazah PMI Korban Kebakaran di Hong Kong
-
KPK Ungkap Kepala Dinas Sengaja Hapus Jejak Korupsi Eks Bupati Bekasi
-
Bupati Bekasi di Tengah Pusaran Kasus Suap, Mengapa Harta Kekayaannya Janggal?
-
6 Fakta Tabrakan Bus Kru KRI Soeharso di Medan: 12 Personel Terluka
-
Pesan di Ponsel Dihapus, KPK Telusuri Jejak Komunikasi Bupati Bekasi
-
Rotasi 187 Perwira Tinggi TNI Akhir 2025, Kapuspen Hingga Pangkodau Berganti
-
KPK Geledah Rumah Bupati Bekasi dan Kantor Ayahnya
-
Kejari Bogor Musnahkan 5 Kilogram Keripik Pisang Bercampur Narkotika
-
Pemerintah Tunda Kenaikan Cukai Rokok 2026: Kebijakan Hati-Hati atau Keberpihakan ke Industri?