Suara.com - Yusril Ihza Mahendra, pengacara mantan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN), Dahlan Iskan, mempersoalkan dua alat bukti yang ditemukan pihak Kejati DKI Jakarta.
Dua alat bukti tersebut dipertanyakan lantaran ditemukan setelah proses penyelidikan. "Alat bukti itu diperoleh melalui proses penyidikan bukan penyelidikan, karena penyidikan bersifat umum. Penyidikan dilakukan untuk mendapatkan tersangka. Ini alat bukti yang didapat bukan berdasarkan penyidikan, melainkan penyelidikan. Maka hal itu bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang penetapan tersangka," kata Yusril di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (27/7/2015).
Yusril juga mempersoalkan waktu terjadinya perkara. Menurutnya, apa yang dituduhkan penyidik Kejati terhadap Dahlan --yang juga mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) dilakukan setelah kliennya tidak lagi menjabat sebagai Dirut PLN.
"Apa yang dituduhkan kepada Pak Dahlan itu tidak sesuai dengan waktunya. Pada waktu itu Pak Dahlan tidak lagi menjabat Dirut PLN. Semua yang disangkakan itu sudah 26 Oktober 2012," jelas Yusril.
Karena itu, Yusril melanjutkan, praperadilan yang diajukan untuk memastikan sah atau tidak penetapan status tersangka terhadap Dahlan Iskan.
"Tujuan mengajukan gugatan praperadilan untuk memastikan apakah penetapan Pak Dahlan sebabgai tersangka sah atau tidak. Apakah sesuai ketentuan KUHP atau tidak. Berdasarkan putusan MK, tersangka sebagai objek praperadilan, apabila tidak sah, maka penetapan itu harus dicabut," dia menandaskan.
Dahlan Iskan ditetapkan sebagai tersangka usai diperiksa selama dua hari sejak Kamis (4/6/2015) hingga Jumat (5/6/2015). Penyidik menemukan dua alat bukti untuk menjerat Dahlan sebagai tersangka.
Kasus ini berawal dari pembangunan mega proyek Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral terhadap 21 unit Gardu Induk Jawa-Bali-Nusa Tenggara pada Desember 2011. Proyek yang mencapai Rp1,063 triliun itu belakangan diketahui terbengkalai.
Atas kelalaian sebagai kuasa pengguna anggaran tersebut, Dahlan disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam pasal tersebut, lelaki yang sering menerobos aturan berbelit ini dinilai telah memperkaya diri sendiri, melawan hukum, dan merugikan negara.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Moisturizer Mengandung SPF untuk Usia 40 Tahun, Cegah Flek Hitam dan Penuaan
- PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
- 4 Mobil Bekas 50 Jutaan Muat 7-9 Orang, Nyaman Angkut Rombongan
- Daftar Mobil Bekas yang Harganya Paling Stabil di Pasaran
- 3 Pemain Naturalisasi Baru Timnas Indonesia untuk Piala Asia 2027 dan Piala Dunia 2030
Pilihan
-
Pandji Pragiwaksono Dihukum Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Denda 2 Miliar
-
4 HP 5G Paling Murah November 2025, Spek Gahar Mulai dari Rp 2 Jutaan
-
6 HP Snapdragon dengan RAM 8 GB Paling Murah, Lancar untuk Gaming dan Multitasking Intens
-
Harga Emas di Pegadaian Stabil Tinggi Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Kompak Naik
-
PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
Terkini
-
Pimpin Ziarah Nasional di TMPNU Kalibata, Prabowo: Jangan Sekali-sekali Lupakan Jasa Pahlawan
-
Ketua DPD Raih Dua Rekor MURI Berkat Inisiasi Gerakan Hijau Nasional
-
Jadwal dan Lokasi SIM Keliling Jakarta Hari Ini, Senin 10 November 2025
-
Kondisi Terduga Pelaku Ledakan SMA 72 Jakarta Membaik Usai Operasi, Polisi Fokus Pemulihan
-
Buntut Tragedi SMA 72 Jakarta, Pemerintah Ancam Blokir Game Online Seperti PUBG
-
Polemik Pahlawan Nasional: Soeharto Masuk Daftar 10 Nama yang akan Diumumkan Presiden Prabowo
-
Soeharto, Gus Dur, Hingga Marsinah Jadi Calon Pahlawan Nasional, Kapan Diumumkan?
-
Motif Pelaku Ledakan di SMAN 72: KPAI Sebut Dugaan Bullying hingga Faktor Lain
-
Siswa SMAN 72 Terapkan Pembelajaran Online 34 Hari untuk Redam Trauma Usai Ledakan
-
Garis Polisi di SMA 72 Dicabut, KPAI Fokus Pulihkan Trauma Ratusan Siswa dan Guru